54. New Planning

1.1K 532 13
                                    

"Jadi, apa yang mesti kita lakukan lebih dulu?"

Raka dan Galan berhadapan, berbincang kecil tentang langkah yang akan ambil untuk ke depan. Atau lebih tepatnya planning baru.

"Yang pasti, kita harus secepatnya menentukan siapa saja yang akan jadi susunan anggota kita." Galan berhenti, menyeruput es yang dipesan Raka sebelum memulai ini.

"Aku ikut kubu kalian." Tania tiba-tiba mendekat, entah berasal darimana dia tadi.

"Sungguh?" Raka memasang tampang tidak percaya.

"Kau tidak sedang berbohong 'kan?" Galan memastikan.

Tania mengambil kursi, lalu duduk di selasar lorong meja. Ia juga membawa segelas es.

"Kapan aku bercanda, Galan?" katanya meyakinkan. Sambil senyum-senyum.

Galan dan Raka saling pandang. Ini kebetulan sekali. Satu orang mengajukan diri dengan sendirinya.

"Yeah." Mereka melakukan 'tos' kecil. Jiwa mudanya terlalu bersemangat. Tapi sedetik kemudian, semangatnya luntur.

"Kita masih kurang banyak orang." Galan merebahkan tubuhnya di kursi. "Tanpa anggota, kita tidak bisa membuat strategi," lanjutnya.

"Tenang saja, anak kelas sepuluh pasti banyak yang mau jadi anggota. Kebanyakan dari mereka pasti ingin mencari pengalaman." Tania memberi usul.

"Kalau begitu, kelas sepuluh aku serahkan padamu," ucap Galan sembari meneguk es.

"Eh," Tania terkesiap. Dia yang memberi usul. Kenapa malah jadi tugasnya?

Tania mengusap belakang lehernya. "Ya, akan kuusahakan. Tapi kalau tidak ada?" Tania mengangkat bahu. Dia 'kan hanya memberi usul, ia juga tidak tahu—ada yang ikut atau tidak.

"Katanya tadi banyak yang mau?" Raka ber-puh pelan ikut menghempaskan tubuh ke kursi.

"Hehe, ya—semua itu untung-untungan." Tania nyengir.

Raka memasang tampang bingung. Sejauh ini niat menjadi OSIS hanya—agar Rey tidak terpilih. Tanpa berfikir siapa anggotanya, apa program kerjanya, dan apa ke depannya.

Kurang adanya persiapan membuat masalah ini semakin tumpang tindih. Belum habis latihan Paskibra, harus berbenturan dengan pencalonan OSIS dadakan.

Mereka belum punya ancang-ancang, anggota pun belum dibentuk.

"Hello, hello."

Mereka bertiga menoleh bersamaan. Di depan sana, Oscar dan Dito baru saja masuk—membawa mangkuk bakso di tangan kanan, juga membawa segelas es di tangan kiri.

"Apa kalian tidak lapar?" tanya Dito yang berjalan di belakang Oscar. Mereka menarik salah satu kursi, duduk di meja sebrang.

"Aku bahkan sudah habis satu mangkuk," tambah Dito. Terlihat sekali kalau Dito sedang lapar berat. Porsi baksonya saja dua kali lebih banyak dari Oscar.

Galan dan lainnya menggeleng. Saat seperti ini, mereka tidak nafsu makan.

"Kemana Agat, biasanya kalian selalu bertiga?" Tanya Tania heran. Memang biasanya—tiga orang itu selalu bertiga. Kemana-mana bertiga. Ke kantin, ke kelas, ke toilet bertiga. Lengket sekali persahabatan mereka. Kayak ketiak.

"Agat menyuruh kami duluan, ya sudah—kami duluan." Dito menjawab sambil menyendok pentol bakso.

"Hei, malah bengong. Ayo, lanjutkan diskusinya." Raka menyadarkan Galan dan Tania yang sejak tadi termenung melihat Oscar. Mereka mengangguk. Segera membenahi posisi duduk.

Bangkitnya Sang Pusaka (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang