75. Delegation Of School

1.2K 562 36
                                    

Tiga hari setelah kejadian itu, Galan kembali berangkat sekolah. Wajahnya tampak ceria, tidak ada kesedihan yang terlihat. Pun demikian dengan Rino, ia tampak lebih segar sekarang.

Kemarin sore-salah satu utusan dari pemerintah kota-menjenguk perkampungan mereka. Membagi-bagikan sembako, uang dan keperluan hidup lainnya. Meski desas-desus perkampungan pemulung ingin digusur, tapi sepertinya belum untuk saat ini.

"Bagaimana kabar Kepala Sekolah, Raka? Apakah ia sudah masuk ke kantor?" Galan menanyakan kabar yang ditunggu-tunggu olehnya. Sejak pemilu itu, ia tidak mendengar sedikitpun kabar dari Kepala sekolah.

"Kita semua belum tahu kabarnya, tidak ada yang membicarakan hal itu di sekolah." Raka menjawabnya sembari mengemudikan mobil.

Mobil sedan hitam itu telah masuk ke gerbang sekolah, salah satu satpam menyapa mereka. Raka mengangkat tangan, balik menyapa.

"Sudah satu minggu lebih bukan, Pak Gun tidak masuk?" Gantian Rino yang bertanya, ia juga prihatin dengan keadaan Pak Gun.

Guru sekaligus Kepala sekolah itulah yang membawanya ke SMA ini. Dua tahun yang lalu-jika Rino tidak bertemu Pak Gun, mungkin ia akan jadi gelandangan seperti kebanyakan anak miskin. Namun, ternyata Tuhan berkehendak lain. Ia diizinkan untuk melanjutkan langkah hidupnya.

"Yah, bisa jadi malah lebih. Coba hitung dari Pemilu itu ...," Raka menghitung jarinya. "Kurang lebih sembilan hari ini."

Mobil berhenti di parkiran. Sudah sampai.

***

Koridor sekolah tampak ramai, sebagian besar para pelajar berkeliaran di depan kelas, kantin, dan juga area taman. Itulah tempat-tempat favorit murid sekolah.

Galan, Raka dan Rino berjalan santai, mereka bertiga belum menemui Dito dan Oscar. Ketiganya baru saja memasuki lorong menuju kelas.

"Hei! Kalian bertiga!"

Seseorang berseru dari belakang punggung mereka. Suaranya khas, mereka tahu siapa orang itu. Raka menoleh, diikuti Galan dan Rino.

"Ada apa?" tanya Rino, begitu Rangkas menghampiri mereka.

"Ada tugas besar untuk kalian!" Rangkas membawa banyak tumpukan lembaran kertas di tangannya. Baru kali ini mereka melihat wajah Rangkas berseri-seri. Yah, tahu sendiri-sejak dulu memang Rangkas 'kan terkenal tegas.

"Apa ini?" Tangan Galan segera meraih lembaran kertas yang dibawa seniornya itu.

"RECRUITMENT PASKIBRAKA NASIONAL!!!" ucap Galan setengah menjerit, saking gembiranya.

"Belum pernah aku melihat poster ini." Raka mengambil salah satu lembaran poster itu. Rino juga.

"Tentu saja! Baru kali ini sekolah kita mendapat kehormatan untuk mengibar ke Istana Merdeka!" Rangkas membenahi lembaran poster itu. "Ah, jika saja aku masih kelas X atau X1 ... aku pasti ikut."

Ketiganya membaca satu persatu persyaratan, yang sudah jelas-kriteria persyaratan itu mereka miliki.

"Bukankah harus melewati seleksi dulu?" Rino beralih menatap Rangkas yang sejak tadi tersenyum bak orang yang sedang menonton tim sepakbola kesayangannya.

"Kalau itu pasti! Tetapi, jika kalian ikut-aku yakin kalau kalian bisa masuk."

Mereka melanjutkan membaca seluruh pengumuman di poster itu. Memang benar, baru kali ini sekolah mendapat poster kehormatan seperti ini.

Galan mengembalikan posternya. "Bagaimana kau bisa seyakin ini?"

"Karena kalian telah memenuhi persyaratan." Rangkas membeberkan alasannya. "Tidak hanya sebagai delegasi sekolah, akan tetapi 'sebagai delegasi provinsi' kalian akan mendapatkan penghormatan seperti itu!"

"Tapi, jika kalian lolos seleksi ..." ucap Rangkas pelan.

"Persaingannya ketat sekali," ujar Rino, netranya masih menelusuri persyaratan itu.

"Koutanya hanya dua orang dan kita harus melewati ribuan orang?" Raka mengembalikan posternya, menggeleng. "Sulit."

Rangkas meraih posternya, menatap mereka bertiga. "Ketahuilah, banyak pemuda yang menghabiskan masa mudanya, tetapi tidak bisa menggoreskan namanya dalam sejarah. Karena sejarah hanya ditulis oleh Para Pemenang!"

***

Walaupun satu jalur-namun kelas mereka berbeda. Galan dan Raka di kelas IPA, sedangkan Rino di kelas IPS. Rino sendiri sudah memisahkan diri-masuk ke kelasnya. Sementara bel sudah berbunyi, Galan dan Raka masih berjalan menuju kelas X1 IPA.

"Hei!" Oscar dan Dito tiba-tiba muncul dari belakang punggung. Mengagetkan.

"Pengumuman apa itu?" tanya Oscar. Belu dijawab ia langsung menyorobot poster yang dibawa Galan.

"PASKIBRAKA Nasional?" Dahi Oscar berkerut. Mendengar itu, Dito tidak kalah hebohnya. Ia jadi penasaran.

Galan mengangguk kecil. "Apa kalian mau ikut?"

Oscar dan Dito menggeleng bersamaan. "Tidak."

Raka tersenyum, ia sudah menebak apa jawaban mereka. Pasti 'tidak'. Mereka selalu saja kurang percaya diri.

"Masuk Paskibra sekolah saja, untung-untungan," ucap Oscar seraya bersungut kecil.

"Hello, Brother! Bagaimana kejutanku kemarin? Menyenangkan bukan?" Mendadak wajah Rey menghadang. Kedua tangannya menghilang di saku celana. Ia bersama ketiga antek-yang bajunya sama-sama di keluarkan.

"Itu belum seberapa kawan, masih ada kejutan lagi untuk mu. Dan ... Kawan-kawan mu." Rey melangkah ke depan dua kali.

"Ah, sudah tidak sabar aku sebenarnya."

Raka dan Galan masih diam, melotot gemas-melihat bedebah itu.

"Tunggu saj ..."

Persis saat Rey berkata, kaki Raka sudah meluncur tepat di depan mulut Rey. Memang tidak menyentuh bibirnya, tapi itu cukup membuat Rey ketakutan.

"Ekhem!"

Seseorang di belakang Galan berdeham, memecahkan kebisuan.

"Kalian mau berdiri ke tengah lapangan atau masuk kelas!" Pak Arman mendelik, tangan kanannya menggenggam kayu sepanjang satu meter.

Sekonyong-konyong mereka meringis, salah tingkah. Sedetik kemudian mereka semua menghilang, masuk ke kelas.

***

Note.

Doain bisa update tiap hari😅 wkwk.
Biar bisa cepet buat cerita yang lain.

Jangan lupa tinggalkan jejak.

Sory, part-nya pendek🙏

Bangkitnya Sang Pusaka (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang