Luar biasa. Crazy. Ini sungguh di luar dugaan. Lihatlah, entah kerasukan apa jiwa-jiwa muda pelajar ini. Dua bulan lalu, bahkan tidak ada yang mau ikut OSIS. Satu pun tidak ada. Tapi, hari ini—hampir seluruh pelajar berdendang, bersorak sorai, ingin ikut OSIS.
Tadi, pagi-pagi sekali—atas izin Kepala Sekolah—Ferdy mengumpulkan seluruh kelas sepuluh juga kelas sebelas di auditorium. Dia benar-benar menunjukan gebrakan barunya.
Gebrakan baru yang dimaksud bukanlah presentasi, promosi, ataupun konser. Akan tetapi, pertemuan biasa antar pelajar.
Siapa sangka, dari pertemuan itu melahirkan aktivis-aktivis muda Indonesia. Kalian tahu apa yang membuat mereka berubah pikiran?
Ketika Ferdy maju ke depan, memberi sambutan, wajahnya tampak serius sekali. Ia mengangkat senyum, menatap mereka satu persatu.
Dalam sambutannya, setiap kata yang ia ucapkan penuh teori dan kekuatan.
"Hidup adalah panggung sejarah. Siapa yang paling berpengaruh dalam lakon panggung, dialah yang akan dikenang dalam sejarah."
"Pengecut adalah mereka yang hanya berani berkomentar di belakang. Namun, tidak bisa bermain di depan."
"Dan buat kalian yang tidak pernah berani tampil—maka bersiaplah jadi penonton yang tidak punya secuilpun sejarah hidup."
Berulang kali Ferdy menyudutkan orang-orang yang bisanya berkomentar, mencoreng nama baik OSIS, juga mereka yang melabeli OSIS sebagai babu sekolah.
Usai perkumpulan itu, Ferdy menempel poster kedua wajah calon anggota OSIS di setiap kelas. Dia membuka kembali untuk calon anggota OSIS.
Di bawah nama calon itu---ada satu baris slogan yang mengajak orang-orang untuk bergabung bersama---dalam rangka membentuk kepemimpinan serta kepribadian yang aktif.
Tentu saja mendapat banyak respon dari kalangan adik kelas, khususnya kelas sepuluh.
Semua Penggila Mading berkumpul. Banyak yang tertarik dengan ajakan slogan itu. Tapi, ada juga yang tetap kekeuh tidak ingin gabung.
Menurut dugaan, 85% yang ingin ikut OSIS. Mereka berlomba-lomba ke ruangan ketua OSIS untuk pendaftaran. Dikarenakan banyak yang menginginkan hal itu, tentu saja Ferdy akan mengadakan seleksi—tidak mungkin semua masuk ke OSIS.
"Kenapa tidak terpikirkan dari kemarin, ya, Lan?" tanya Raka. Mereka tengah berdiri di depan kelas. Ada foto pose mereka yang terpampang di sana.
"Maklumlah, Ferdy 'kan sudah berpengalaman dalam organisasi---tentu saja dia tahu cara menarik minat anak-anak sekolah," timpal Galan.
"Tapi ada yang aneh." Raka memikirkan hal lain yang mengganjal.
"Aneh? Aneh kenapa?" Galan menoleh, apa yang aneh? Itulah maksud dari mimik wajahnya.
"Kenapa kita tidak melihat gerak-gerik Rey? Perkumpulan antar anggota, misalnya. Bahkan sepertinya ia tidak memikirkan hal itu. Mereka tidak mengadakan perkumpulan-perkumpulan membahas perihal pemilihan. Lihatlah, calon ketua OSIS Rey sedang bersenda gurau di kursi belakang." Raka menunjuk meja Rey dengan dagu.
Galan menoleh ke belakang. Raka benar, Rey dan dedengkotnya tengah tertawa terbahak-bahak di sudut sana. Ucapan Raka membuat dirinya ikut curiga dengan Rey. Kenapa tidak ada desas-desus rencana Rey? Perkumpulan mereka pun tidak tercium baunya. Apa mungkin, ini sudah direncanakan oleh mereka?
Galan memutar wajah. "Bisa jadi, dia sudah mendapatkan anggotanya. Jadi dia tidak perlu mengadakan perkumpulan-perkumpulan seperti kita." Galan menanggapi sisi positif. Kalau menanggapi Rey dari sisi negatif—tidak akan ada habisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bangkitnya Sang Pusaka (Completed)
General Fiction"Akan kubuktikan kalau aku, bukan orang yang lemah dan kalah!" ~Dari Galan, seorang anak miskin yang akan mengubah wajah Bangsa Indonesia. Langsung baca, pasti suka. Semoga kalian terinspirasi😊. Baca juga Sequelnya (Sang Pelopor) Follow jika berken...