Kalau ada kesalahan. Tolong kasih tahu ya.
***
Kedatangan Galan selalu disambut baik oleh Bu Ita, tetapi tidak oleh suaminya—dan juga Yuri. Bagaikan buah yang jatuh dari pohonnya, Yuri dan Pak Dedi tidak jauh berbeda. Air mukanya dingin, tidak pernah tersenyum dan irit ngomong.
"Lan, itu baju yang kotor masuk-masukin ke mesin." Bu Ita memberi perintah. Ia sedang melipat pakaian bersih di ruang tengah.
"Hanya itu? Baiklah."
Apapun yang diperintah Bu Ita, itulah pekerjaannya. Jika Bu Ita menyuruhnya a, ya harus a. Bukan urusannya melipat pakaian atau masalah mesin.
Begitulah nasib jadi karyawan, hanya jadi pesuruh dari atasan.
"Yuri, kau bantu Galan angkat-angkat pakaian kotor ke sini, biar Galan yang masukin ke mesin." Bu Ita ganti memerintah anaknya.
Yuri yang sedang duduk di sofa langsung mengeliat sambil memangut-mangut. Dia paling kesal jika lagi enak-enaknya main handphone disuruh ibunya.
"Kenapa harus Yuri yang ngangkat pakaian kotornya sih, Ma?" Yuri protes.
"Lalu, siapa lagi? Papahmu?"
Yuri berdecak gemas. Dengan berat hati, ia beranjak dari tempat duduknya, meraih pakaian-pakaian kotor itu, lalu dengan kasar melemparnya tanpa perasaan ke arah Galan.
"Yuri, jangan seperti itu!" Bu Ita berseru. Lantas meraih baju-baju yang terjatuh berceceran di lantai.
"Kau itu perempuan Yuri, pasti nanti merasakan namanya mencuci pakaian. Jangan malas!" Bua Ita mencoba menjinakan anaknya
Yuri mendengkus, mulutnya bersungut-sungut—tidak mau diceramahi.
Setelah memungut pakaian kotor yang dilempar Yuri, Bu Ita beranjak ke belakang meninggalkan mereka berdua.
Galan mulai menyalakan mesin, membuat bising ruangan. Tidak ada sepatah kata pun terucap dari mereka berdua.
Bagi Galan, untuk memulai percakapan dengan Yuri itu rasanya canggung.
"Yuri!" Bu Ita berteriak memanggil Yuri dari belakang.
"Hish, ada apa lagi!" Yuri menggerutu, ia tengah sibuk dengan handphone-nya. Tidak ingin diganggu.
Galan terlihat sibuk sendiri dengan deru mesin cuci. Dia tidak mendengar teriakan Bu Ita.
Yuri yang sedang main game, pura-pura tidak mendengar teriakan mamahnya. Tangannya masih bergerak lincah di layar handphone.
"Yuri!" sekali lagi mamahnya memanggilnya.
"Lan, itu dipanggil mamah!" saking kesalnya Yuri mengarahkan teriakan itu pada Galan.
Dahi Galan berkerut, "kapan Bu Ita memanggilku?" Tanyanya dalam hati. Ia merasa kalau tidak dipanggil oleh Bu ita.
"Cepat!" Yuri berseru lagi.
Galan menelan ludah—mendelik, jika saja waktunya berbeda dia tidak akan mau disuruh-suruh Yuri. Enak saja!
Tanpa banyak tanya, akhirnya Galan melangkah ke belakang.
Saat Galan melintas di depannya, mendadak otak Yuri berputar cepat, sebuah ide muncul dibenaknya. Ia punya rencana yang halus untuk menyingkirkan Galan.
Yuri meletakan handphone-nya di atas sofa. Melongok Galan ke belakang—memastikan lebih dulu. Tidak ada tubuh Galan. Yuri melanjutkan langkahnya menuju mesin cuci, membuka tutup mesin, menekan tombol-tombolnya tanpa aturan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bangkitnya Sang Pusaka (Completed)
General Fiction"Akan kubuktikan kalau aku, bukan orang yang lemah dan kalah!" ~Dari Galan, seorang anak miskin yang akan mengubah wajah Bangsa Indonesia. Langsung baca, pasti suka. Semoga kalian terinspirasi😊. Baca juga Sequelnya (Sang Pelopor) Follow jika berken...