Epilog

465 19 0
                                    

Hanle Dirgantara

Novi menatap batu nisan yang bertuliskan nama kekasihnya, gadis cantik itu sedari tadi tak meneteskan air matanya sama sekali. Novi hanya diam termenung memutar kembali masa-masa indahnya dengan sosok kekasihnya itu.

Rasanya amat berat kehilangan orang yang paling kita sayangi, dia pergi bukan untuk merantau kesuatu tempat, melainkan dia pergi meninggalkan dunia ini untuk selamanya.

Hanle tak akan pernah kembali lagi, pria itu tak akan pernah kembali lagi di hidup Novi.

Senyumnya, tawanya, jahilnya manjanya tak dapat Novi rasakan lagi.

Tangannya yang selalu mencubit pipi dan hidung Novi, kini tak dapat gadis itu rasakan lagi.

Satu bangku saat berkendara dengannya, kini tak dapat Novi jumpai lagi.

Wajahnya yang selalu membuat Novi tersenyum, kini sudah hilang untuk selamanya.

Tapi kenangannya masih membekas di otak, gadis itu tak akan melupakan setiap kenangan yang Hanle berikan padanya.

"Sayang, ayo pulang? Hanle sudah tenang di sana," Sania mengusap rambut berwarna hitam pekat milik Novi.

"Nov? Ayo sayang, Bunda tau ini pasti berat banget buat kamu. tapi kamu jangan terus menerus larut dalam kesedihan seperti ini sayang. Kamu mau ngeberatin Hanle di alam sana?" Siska ikut menasehati sang putri semata wayangnya.

"Kita semua juga merasa kehilangan Nov, apalagi Kak Rehan? Lo lihat dia sekarang kan? Kacau banget Nov. Bahkan, dia sampai gak mau ngelihat tempat peristirahatan adiknya untuk yang terakhir kalinya. Dia masih merasa terpuruk banget sekarang," ujar Tania.

Semenjak sang adik telah meninggalkan dunia ini Rehan selalu mengurung dirinya di kamar, dia selalu merasa gagal untuk menjadi seorang kakak yang baik untuk Hanle. Berkali-kali Rehan selalu menyalahkan dirinya sendiri, padahal seluruh pihak keluarga sudah menasehatinya. Namanya juga Rehan, si keras kepala.

"HANLEE!!"

Suara teriakan dari ujung sana berhasil memfokuskan pandangan orang-orang yang masih memandang Novi kini beralih kepada seorang gadis yang berbalutkan setelan baju biru. Seraya berlari menyusuli tempat pemakaman Hanle, di kedua matanya sudah turun air mata yang membanjiri pipi gadis tersebut.

Gadis itu adalah Maura.

"Kenapa Hanle bisa meninggal?! Ini semua pasti gara-gara lo kan?!" Maura mengguncangkan tubuh Novi, namun Novi hanya diam termenung tak berniat untuk menjawab perkataan Maura.

"Jawab!? Gak usah sok bisu lo!"

"Jawab goblok!" Maura mendorong tubuh Novi, tapi dengan sigap Andi sudah menopang tubuh Novi terlebih dahulu. Sehingga gadis itu tak jadi terjatuh.

"Lo bisa liat situasi gak si?! Kita semua saat ini lagi berduka! Lo jangan seenaknya nyalahin Novi kayak gini!" Aurel menahan kedua pergelangan Maura, supaya gadis itu tak hilang kendali lagi.

"Lepas!"

"Gue bilang lepas-lepas! Lo denger gue gak si?!"

"Lepas!"

Namun bukannya memperlepas pergelangan tangan Maura, Aurel justru semakin mempereratnya takut gadis itu sudah semakin membuat kacau di sini.

"Rel, lepasin dia," ujar Novi, akhirnya gadis itu kembali membuka suaranya stelah sekian lama berdiam di sini.

Kondisi Novi saat ini lebih memperihantinkan, di bawah kelopak mata nya sudah ada lingkaran hitam. Di tambah lagi hidungnya yang memerah, memang sejak semalaman Novi menangisi kepergian Hanle.

NOVIHAN [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang