°Tiga Puluh Tiga°

223 13 0
                                    

BINGUNG, cemas, resah deg-deg kan. Itu lah yang di rasakaan oleh gadis rambut sebahu itu. Berkali-kali gadis itu memainkan jari jemarinya dan menggigit bibir bawah nya, Novi hanya memandang Hanle dari samping yang pandangan nya sedang menerawang ke atas. Membuat Novi kesal sebenarnya apa yang ingin pria itu bicarakan.

Novi cukup terkejut saat kepala Hanle berada di atas pahanya menjadikan nya sebagai bantal. Pria itu menatap Novi dengan tatapan mata elang nya, jujur Novi masih sangat kesal dengan pria itu.

"Kenapa si?" tanya Hanle se-normal mungkin seraya menaik turunkan kedua alisnya, membuat Novi memutar bola mata nya malas dan enggan menjawab pertanyaan Hanle.

"Masih marah?" tanya Hanle sakali lagi memastikan agar Novi menjawabnya, namun nyatanya enggak gadis itu hanya menatap datar ke depan.

"Berapa kali si udah di bilang. Aku gak ada apa-apa, sama Maura." Hanle mendengus sebal, sedari tadi Novi hanya berdiam.

Hanle memajukan wajahnya refleks Novi memundurkan wajah nya, sumpah ya Hanle ini dia sangat tidak peka rasanya Novi ingin menendangnya sekarang juga.

Kini jarak wajah mereka sudah 5 cm, membuat kesehatan jantung Novi tidak baik akibat pria yang ada di hadapan nya ini membuat nya merasakan deg-deg kan.

"Bodo!" sentak Novi seraya mendorong wajah Hanle, dan kini posisi muka mereka sudah menjauh.

"Gak percaya?" Hanle kembali menaruh kepalanya di atas paha Novi, menjadikan nya sebagai bantal lagi.

"Han! Udahlah, ngapain si lo bahas kaya gituan. Gak penting juga buat gue." Ketus Novi, sambil menghembuskan nafas kasar.

Kalau Novi punya bom Atom, rasanya ia ingin melemparkan nya sekarang juga pada Hanle. Tapi, mengingat jika bom Atom itu akan di nyalakan maka akan menghanguskan dua kota sekaligus. Makanya Novi jadi mengurungkan niat nya.

"Masa?" Hanle mencubit salah satu pipi Novi, membuat si empunya meringis.

"Lepasin gak. Sakit!"

"Gak. Sebelum kamu cerita apa yang sebenarnya, Claura Novia." Hanle semakin menarik pipi Novi layaknya mainan sequishi.

Novi hanya diam membisukan dirinya, gadis berambut sebahu itu sedang irit bicara dengan si kutub utara ini.

"Berasa ngomong sama tembok." Hanle memutar kedua bola matanya malas, sedangkan Novi dalam hati gadis itu sedang menahan tawa entah mengapa wajah Hanle walaupun datar tapi terlihat menggemaskan.

"Tuh tau!" sekali lagi Novi berbicara ketus, sembari menggigit bibir atas dan bawahnya secara bergantian.

"Kalo jawab omongan itu, yang sopan." Hanle mendorong kening Novi hingga gadis itu ingin terhuyung. "Dego!"

"Urusin aja sana Maura. Jangan urusin gue." Celetuk Novi yang tanpa gadis itu tau, bahwa Hanle sedang terkekeh.

Huh dasar pria menyebalkan, bukannya peka kek malah terkekeh kaya apaan tau.

"Cemburu?" Hanle menaikan salah satu alis nya, dan Novi menaikan kedua bahunya.

"Yaudah gini aja deh. Ntar kamu pulang bareng sama aku aja, mau gak? Kebetulan aku bawa mobil lagi neh, ntar habis pulang sekolah kita ke cafe kaya biasa. Mau?" tutur Hanle seraya mengubah posisi nya jadi duduk di samping Novi.

"Nah dari tadi kek peka ribet banget kayaknya!"  batin Novi, seraya menghembuskan nafas kasar.

"Udah 'kan ngomongnya? Gue mau ke kelas." Novi beranjak dari duduk nya hendak ingin berjalan untuk menurni anak tangga. Tapi, Hanle malah menarik salah satu lengan nya dengan kuat, sehingga mengakibatkan tubuh Novi berbalik dan kini Novi tepat berada di hadapan Hanle dengan sangat dekat. Bahkan bibir nya juga bertautan.

NOVIHAN [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang