°Lima Puluh Empat°

327 11 1
                                    

SANG dokter kembali membuka suara lagi, membuat mereka kembali fokus akan ucapan sang dokter tersebut.

"Tapi maaf sebelumnya, pasien bernama Claura Novia mengalami kekurangan banyak darah karna luka yang ia alami. Darah yang berada di tubuh Novi adalah AB, tapi mohon maaf sekali stok darah AB di Rumah Sakit ini telah habis. Dan jika tidak di lakukan donor darah secepatnya, itu bisa membahayakan nyawa Novi. Sa-"

"Ambil darah saya saja Dok, darah saya dan Novi sama," sela Siska, ia sudah sangat khawatir dengan keadaaan putrinya saat ini.

"Baik, sekarang Ibu bisa ikut saya masuk ke ruangan," tutur sang dokter.

Semua bernafas lega saat Siska sudah masuk ke ruangan rawat Novi, hanya satu yang harus mereka yakinkan saat ini hanyalah berdoa untuk kesembuhan Novi.

"Semoga saja kamu baik-baik aja Nov, aku merasa gagal. Belum bisa lindungi kamu saat itu," Hanle menghembuskan nafas berat.

"Semoga aja, Tante Siska dan Novi baik-baik aja di dalam," ujar Aurel sambil memanjatkan doa.

"Kita doain aja ya sayang?" Al mengusap-ngusap bahu Aurel, berusaha memberikan ketenangan pada gadisnya.

"Aku takut Novi kenapa-kenapa Al," Aurel menenggelamkan kepalanya di dada bidang Al, "aku sebagai sahabat merasa gagal, belum bisa lindungi dia."

"Kita serahkan semuanya kepada Yang Maha Kuasa Rel. Hanya dia yang bisa membantu kesembuhan Novi saat ini," Al mengelus puncak kepala Aurel.

"Hanle," panggil Tania seraya mendekat kemudian ia meraih lengan Hanle. "Ikut gue sekarang."

Tania menarik paksa tangan Hanle, yang saat itu tak mau beranjak meninggalkan koridor ruangan Novi yang sedang di tangani.

"Lepas Tan!" cekalan itu terlepas, saat mereka sudah tiba di taman rumah sakit.

"Gue gak akan maafin lo, kalo sampai terjadi apa-apa sama Novi. Gue gak akan pernah bisa maafin lo," Tania menunjuk wajah Hanle dengan jari telunjuknya.

"Udah berapa kali lo nyakitin dia? Novi kayak gini itu gara-gara lo! Coba aja waktu itu lo nemenin dia sampai depan kamar mandi. Pasti gak akan kayak gini kejadiannya," Tania bernafas gusar.

"Emangnya gue mau Novi terluka kayak gini? Enggak Tan," Hanle membuang pandangannya. "Gue juga gak nyangka, saat tiba-tiba aja Adit mengarahkan pistol itu ke Novi."

"Kenapa lo gak cegah dia goblok!" bentak Tania, "mata lo buta ya Han?! Kenapa lo gak singkirin pistol itu, saat Adit mau ngarahin ke Novi!"

"Gue gak tau Tan, itu di luar dugaan gue. Awalnya dia ngarahin pistol itu ke gue, dan gue juga gak nyangka saat tiba-tiba aja dia udah ngarahin pistol itu ke tubuh Novi. Di saat itu posisi gue lagi tutup mata."

"Gue merasa gagal, karna udah ngedukung lo sama Novi lagi. Yang ujung-ujungnya semakin buat dia celaka," Tania membuang pandangannya karna sebentar lagi kelopak matanya akan mengeluarkan air mata, "gue kecewa sama lo Han, karna lo belum bisa jagain Novi sebaik yang gue kira."

"Gue juga sekarang merasa gagal sebagai sahabat, karna belum bisa ngelindungi dia."

Hanle hanya diam membisu, pusing yang selalu Hanle rasakan itu kini mulai menyerangnya lagi. Hanle berusaha untuk menahan pusing yang benar-benar hebat.

NOVIHAN [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang