39. Tukang Parkir🍂

511 57 0
                                    

—Salam Literasi—

-&-

Ternyata tukang parkir lebih romantis daripada si dia, sepeda lo aja dijagain sama tukang parkir. Buruan mau pulang lo juga diambilin.

-&-


Awalnya mereka ingin membicarakan langsung masalah Rian kepada Lian, tapi kata dokter Lian tidak boleh kebanyakan pikiran dan pekerjaan dulu beberapa hari ini katanya proses pemulihan. Namun, Lian keras kepala dia langsung mengambil alih tugas yang selama ini ia tinggalkan seperti sekarang dia membantu tim pecinta alam untuk menanam benih tumbuhan di taman sekolah. Lian langsung turun tangan.

"Lian, lo nggak capek?" tanya seorang gadis melepas plastik di tangannya. Lian menggeleng. "Biar diselesain anak-anak," sarannya.

Namun semenjak awal periode, dia sangat bertanggung jawab mengurus setiap organisasi yang ia pimpin. Pantang baginya untuk meninggalkan sebelum tuntas.

"Kalau lo capek, lo aja yang istirahat, Bel." Lian meletakkan tong berisi tanah.

"Lian ...!" panggil Naya belum juga menghadap orangnya, suara itu sudah heboh sendiri. "Lian lo bawa motor scoopy?!"

"Iya," jawabnya singkat, kemudian tahu arah pembicaraan Naya. "Lo mau ke mana?!"

"Disuruh bu Cahya foto kopi nih, tapi gue nggak bawa sepeda. Motor anak OSIS pada ngirit bensin," celetuknya mengulurkan tangan, kemudian Lian merogohkan kunci. "Nih."

"Bensin full, 'kan?!"

"Iya."

Naya tidak sendiri, Feila ikut bersamanya. Jika tujuan Naya foto kopi sedangkan Feila mau beli poly bag. Katanya sekalian jalan, mana toko pertanian dan foto kopi jaraknya lumayan dekat.

****

"Wahh, romantis kali kang parkir jagain sekaligus ngambilin kita sepeda," ujar Naya tersenyum senang kemudian memberikan selembar uang.

"Makasih, Neng."

"Sama-sama, Pak."

"Inget siapa yang pinjemin kita sepeda," sahut Feila membuat Naya berdehem, gadis itu terdiam menyadari akhir-akhir ini dia dekat dengan Lian entah masalah OSIS atau masalah bu Tina. Dulu Naya kira Lian itu cuek dan nggak pedulian orangnya, tapi dia salah Aulian adalah ketua OSIS yang menurutnya sangat sabar kalau nggak dipancing emosinya. Beberapa hari ini Rian seakan menghilang dari mereka.

"Gue cuman bercanda, Pel."

"Jangan kebanyakan bercanda nggak baik entar malah jadi candu," jawabnya kemudian mengambil kunci sepeda motor Lian dan dia yang nyetir.

Semuanya berjalan baik, sampai mereka hendak berbelok ke sekolah. Namun, sepertinya mereka terlalu mepet dengan gerbang.

Brak!

"Argrh ...!!"

Beberapa orang langsung berlari menuju tempat kejadian, untung mereka tidak apa-apa. Namun, sepertinya kaki Naya yang keselo.

Sebuah tangan terulur di depan Naya, saat dia mendongak ... betapa terkejutnya dia. "Bening?!"

Perempuan berkuncir kuda tanpa sehelai poni itu pun mengangguk, berusaha menolong Naya.

Gadis itu luluh, digenggamnya tangan Bening. Bening dan Feila yang memapah Naya menjauh dari lokasi.

Naya terdiam, ternyata Bening masih peduli kepadanya. "Ning ...."

Beberapa anak langsung mengambilkan beberapa obat, di tangan Feila terdapat beberapa luka. "Lo nolongin gue?!"

"Kenapa, lagi pula nggak ada mantan sahabat, bukan? Kita akan tetap jadi sahabat," tuturnya membuat lekung sempurna di wajah Naya.

"Maafin gue sama Faira, ya. Gue tahu kita egois." Naya mengangguk, "maafin gue juga, Ning."

"Nggak papa."

Tidak lama Lian datang, bukan mengecek motor melainkan ke tempat Naya duduk sedangkan motor Lian sendiri sudah diamankan anak-anak.

"Lo nggak papa, Nay?" tanyanya panik sampai tidak sadar di sana ada Bening. "Nggak, lo nggak usah panik gitu napa, lebai banget sih!!"

"Ckckck, perempuan selalu benar. Kaki lo kenapa?!"

"Nggak tau, tapi sakit buat digerakkin," jawab Naya mengelus pergelangan kaki. "Keselo kayaknya, sini gue benerin!!"

"Nggak!?"

"Kenapa?!"

"Entar malah tambah sakit lagi!" serunya membuat cowok itu tertawa. "Percaya sama gue."

"Nggak mau, percaya sama lo musyrik."

"Nay, Lian itu punya ilmunya," saran Feila agar Naya mau mengikuti saran Lian. "T—tapi."

"Udah bilangin nggak usah pakai tapi-tapian, kebanyakan alasan lo." Lian langsung memegang pergelangan kaki gadis itu.

Saat Lian sedikit menggerakkan dan memijat, sontak Naya berteriak menahan sakit.

"ASTAGFIRULLAH, UDAH!!"

"LIAN ANJ*NG! BERHENTI SUDAH!"

"SAKIT, YAN. UDAH!!"

"Nggak, ah nanggung!" seru Lian malah tertawa, sampai-sampai kedua ujung mata Naya sudah berkaca-kaca. "LIAN BANGSAT!!"

"Udah, noh besok juga sembuh-sembuh sendiri," katanya mengibaskan tangan kemudian beranjak pergi.

Setelah kepergian Lian, baru kedua sahabatnya tertawa. "Parah, umpatan lo nggak ada akhlak."

Naya yang masih merasakan nyeri itu tak mengerti semuanya lolos begitu saja dari mulutnya.

"Umpatan apa?!"

"Tidak tahu," canda Feila ikut bahagia atas berkumpulnya mereka lagi.

.
.
.
Next—

AULIANAYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang