—Salam Litaerasi—
-&-
Apa yang lo lihat belum tentu yang sebenarnya, berhenti over thinking.
-&-
Anaya meminggirkan motor, kemudian kedua laki-laki memaksanya untuk turun. Meraka bukan begal, mereka hanya pengancam terbukti dari ucapan sengit mereka."Lo jangan ikut campur, kali ini kita hanya peringatin lo!" seru salah satu laki-laki pembawa pisau, kedua wajahnya sengaja mereka tutup. "Lain kali lo akan habis, bangsat!" teriaknya tepat di depan wajah Naya.
"Ikut campur? Ikut campur apa?" tanya Naya seakan tidak ada masalah. "Jangan belaga bego!!"
"Masalah Rian, jangan sok jadi pahlawan! Lo itu perempuan, jangan paksa kita buat nyerang lo!!"
"Emang kenapa kalau gue perempuan? Gue perempuan, tapi bukan berarti gue lemah!" Dari sorot mata keduanya Naya menebak kalau mereka masih seusianya, lagi pula celana abu-abu yang mereka pakai lebih meyakinkannya lagi.
Meskipun Naya menggertak seakan tidak takut, sungguh jauh dalam lubuk hatinya dia ingin sekali meninggalkan tempat ini.
"Banyak bacot kasih pelajaran!?"
Bugh!
Sebuah bogeman meluncur dengan tiba-tiba tepat di rahang atas laki-laki yang hendak mendekati Naya, "lo siapa, Nyet? Nggak usah ikut campur mau mati lo?!"
"Kenapa? Takut?!"
Naya mundur beberapa langkah, memberikan jarak. Naya melihat pertengkaran itu miris, dua lawan satu.
'Siapa dia?' batin Naya masih belum tahu, dia memakai slayer yang hampir menutupi wajahnya dan sebuah jaket hitam polos.
Meskipun jumlah tidak seimbang, tapi cowok itu mampu menangani keduanya dengan mudah.
Saat dia lengah, salah satu cowok itu mendekati Naya. Naya was-was sendiri, apa yang akan dilakukan cowok ini padanya.
Tanpa Naya sadari dia menarik paksa kerudung Naya dan membuangnya ke jalanan, "jangan sok keras!" serunya tertawa renyah melihat Naya kelabakan sendiri.
Naya langsung mengambil kerudungnya, tapi sial lagi-lagi dipermainkan.
"Pakai, ini dulu gue akan tangani dia," katanya memberikan jaket dan menutupi kepala Naya.
Tidak berapa lama, cowok dengan slayer di wajahnya berhasil menaklukan keduanya. Dia memberikan selembar kain yang tadi Naya pakai.
"M—makasih," ujarnya gugup merasa tidak enak sekaligus malu sendiri, ini adalah kali pertama Naya terbuka kerudungnya di hadapan laki-laki lain. "Nggak papa."
Laki-laki itu mengerti saat Naya hendak memakai kerudung, dia berbalik badan. Meski sepi dia menghalangi pandangan orang ketika Naya memakai kerudung.
Naya duduk di trotoar jalan, air matanya luruh seketika merasa malu sendiri dengan apa yang telah terjadi apalagi laki-laki yang menolongnya juga yang mengambilkan kerudung dari cowok brengsek itu.
"Ini jaketnya," ucap Anaya mengembalikan jaket seraya menunduk.
Laki-laki itu membuka slayer yang menutupi wajahnya, "lo nggak papa?!"
"Aulian?" ujarnya kaget melihat seorang Aulian berdiri di hadapannya, tapi beberapa detik setelahnya Naya menggeleng tidak bersemangat. "Kenapa?!"
"Nggak papa," jawabnya membuat Lian berdecak, apa setiap perempuan jika ditanya akan jawab nggak papa kalau nggak gitu, ya terserah?!
"Lo tunggu di sini bentar," pintanya kemudian meninggalkan Naya entah ke mana.
Dalam hati Naya ada rasa malu dan menyesal, kenapa dia tidak bisa menjaga selembar kain agar tetap berada di kepalanya.
Lian kembali membawa air minum dan tisu. "Nih."
"Buat apa?!"
Laki-laki itu terdiam, tapi dengan cepat Naya mengambilnya. "Makasih."
"Iya, habis ini gue anterin pulang," saran Lian membuat gadis dengan bibir mungil itu tersedak. "Uhuk-uhuk, apa?!"
"Biar kejadian ini nggak terjadi Anaya Bestari."
"Gue bisa jaga diri."
"Jangan keras kepala!" serunya duduk di jok motor, sedangkan Naya di trotoar jalan membiarkan rok abu-abunya kotor toh besok sudah tidak dipakai. "Untung gue sholat di masjid yang sama kayak lo, jadi gue bisa ikutin lo."
"Emang lo dari mana?!"
"Dari SMP," jawabnya membuat Naya manggut-manggut mengerti. "Kenapa lo ikutin gue?!"
"Gabut."
"Tapi gue takut ...," lirihnya membayangkan jika Wildan memarahinya. "Takut kenapa?!"
"Takut kalau Bapak marah, ini sudah malam juga." Naya memejamkan kemudian membukanya lebar-lebar menatap angkasa dengan rembulan dan bintang yang menghiasinya. "Gue yang akan jelasin."
"Elo?!"
"Iya."
"Serius? Nggak ah, entar Bapak makin marah!" katanya takut sendiri, pasalnya Naya tidak pernah pulang sekolah sampai malam seperti ini. "Apa gue anterin ke rumah Kak Dika?!"
"Nggak mau nggak enak sama om Reynaldi," ujarnya menggeleng dengan cepat.
"Ya udah pulang ke rumah gue aja?!"
"Lo nggak waras emang," kata Naya bangkit dan bersiap mengendarai motornya.
Lian terkekeh pelan, "Naya ...."
"Apa?!"
"Jangan ikut campur masalah Rian, gue sama Bian akan beresin semua."
"Tapi lo udah setuju buat ngeluarin Rian, 'kan?!"
"Lo masih nggak ngerti jalan pikiran gue, Nay." Lian terkekeh kemudian memberikan helm untuk Naya. "Biar selamat."
"Tapi lo nggak pakai."
"Gue udah pengalaman," canda Lian menaiki motornya sendiri.
Seperti janjinya tadi Lian akan mengantar Naya sampai rumah dan menjelaskan semuanya, ya setidaknya agar Naya tidak kena marah.
****
"Ria tunggu ...!" teriak Rian mengejar seorang gadis yang berjalan cepat. Rencananya malam ini Rian akan mengesahkan hubungan mereka, tapi gadis itu tidak mau mendengar apapun darinya. "Ria, astagaa!!"
"Udah gue bilang berulang kali, gue nggak mau ketemu lagi sama lo!!"
"Kenapa?!"
Ria menghentikan langkah, menatap tajam lawan bicaranya. "Karena lo pengkhianat sekolah."
"Gue nggak bermaksud ngelakuin itu."
Namun, nasi sudah menjadi bubur prediket pengkhianat sekolah sudah melekat dalam dirinya.
Mau ditampik bagaimana pun juga, Rian harus mempertanggungjawabkan apa yang dia lakukan.
Kepala Rian serasa mau pecah, dia harus melindungi kakek dan gadis yang ia cintai atau kalau tidak pengacau itu akan membumi hanguskan mereka.
"Maafin, gue, Yan. Gue nggak ada pilihan lain." Dia juga menyesal karena sudah mencelakai sahabatnya.
.
.
.
—Next—
![](https://img.wattpad.com/cover/230984386-288-k250072.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
AULIANAYA [END]
Genç KurguJudul awal : Prasasti Hati Anak Organisasi "Gue nggak akan jatuh cinta sama anggota OSIS." Ucapan bisa saja menyimpang, tidak dengan hati yang tidak bisa mengingkari siapa yang ia cintai. Kisah Anaya Bestari, anggota OSIS yang pendiam. Diam-diam men...