—Salam Literasi—
“Hidup bukan tentang satu orang, hidup itu penuh warna, bahkan lebih indah dari pelangi.”
—Prasasti Hati Anak OrganisasiSetelah salat bagi yang menjalankan, mereka langsung ke aula untuk membongkar dekorasi dan membersihkan ruangan. Dari kejauhan Naya melihat Lian yang tengah bercanda bersama Belva, entah mengapa hatinya selalu sakit melihat kedekatan di antara mereka. Ah, entahlah perasaan apa ini. Lagi-lagi Naya menampik kalau rasa ini bukanlah sebuah rasa cinta.
Naya menggulung karpet dengan wajah masam, peluh keringat membanjiri dahi. Sebagian ada yang membawa peralatan ke ruang OSIS, ada juga yang membongkar tongkat pramuka yang mereka jadikan penyangga background.
"Eh, anak perlengkapan solasinya mana?" tanya Bian membereskan kabel-kabel sound yang berceceran sebelum ia masukkan ke kotak besar.
"Kemarin ada kok, Kak," sahut Janneh mencari benda berwarna hitam bundar itu.
Zafar yang melihat Janneh mencari-cari pun menyahut, "udah habis, Dek. Jadwalnya beli lagi."
"Setya aja, Kak. Yang beli," saran Janneh lagi membuat cowok berawakan tinggi itu menoleh tak biasa. "Gue mau balikin karpet nih ke pak Faiz sama Dito."
"Ya udah gue aja yang beli, gue kan juga yang bawa uangnya," kata Naya keluar ruangan untuk mendinginkan hatinya juga. Dia berjalan menuju koperasi sekolah, tapi setibanya di sana benda yang ia cari tidak ada.
Terpaksa Naya beli keluar sekolah ditemani Aya yang akan beli es balok untuk minuman mereka.
"Teh Aya bukannya sie acara?" tanya Naya saat berjalan bersama gadis yang punya kepribadian sangat halus.
"Iya, Naya, tapi tangan aing gatel kalau nggak nengok sie konsumsi," jawabnya terkekeh pelan. Memang Aya udah jago di bagian konsumsi. "Aing nggak bisa mikir acara, bisanya, 'kan mikirin menu masakan," imbuhnya mendapat gelak tawa dari Naya.
"Oh, ya entar kamu belok ke kanan aing ke kiri, mau ditungguin nggak?" Mereka hampir sampai perempatan. Gadis dengan nama Anaya Bestari itu menggeleng pelan. "Nggak usah deh, Teh."
"Oke, hati-hati Naya."
Nama mereka hampir kembar. Satu Anaya Bestari satu lagi Ayana Eka Wardani.
Naya tiba di salah satu toko peralatan sekolah, gadis berkerudung almamater dengan jas SMA Dewantara membeli solasi.
Tidak sengaja dia bertemu dengan sekolah lain, dari seragamnya Naya tahu dari mana dia berasal. SMA Unggulan Semesta, sekolah mereka berjarak lumayan dekat. Namun, antara siswa-siswinya tidak begitu akur atau rukun. Entah mengapa, Naya sendiri juga tidak tahu. Kata kakak kelasnya sih karena anak-anak sekolah itu sombong mentang-mentang sekolah unggulan mereka melihat rendah SMA Dewantara, Naya akui sekolah SMA Unggulan Semesta memang memiliki fasilitas yang lengkap, tapi entah mengapa dia tidak tertarik sekolah di sana. Padahal setiap berangkat dan pulang sekolah Naya selalu melewati sekolah itu.
Tidak sengaja name tag seorang cowok dengan rambut gondrong itu jatuh, Naya menggeleng segera mengambil name tag milik cowok berkulit putih itu.
Naya membacanya sekilas, "Panca Pradipta."
"Kak, name tag Kakak jatuh ...!" teriak Naya sedikit kencang karena laki-laki itu semakin menjauh. Dia memanggil kakak karena tadi dia tidak sengaja melihat bet di salah satu pundak cowok itu, kelas XII.
Panca menoleh, segera menghampiri Naya. "Ini."
Panca tersenyum miring, melihat almamater yang dipakai gadis yang mengembalikan name tag miliknya. Sekilas dia melihat Naya dari atas hingga bawah.
KAMU SEDANG MEMBACA
AULIANAYA [END]
Ficção AdolescenteJudul awal : Prasasti Hati Anak Organisasi "Gue nggak akan jatuh cinta sama anggota OSIS." Ucapan bisa saja menyimpang, tidak dengan hati yang tidak bisa mengingkari siapa yang ia cintai. Kisah Anaya Bestari, anggota OSIS yang pendiam. Diam-diam men...