-Salam Literasi-
"Cemburu itu bukti cinta, sampai sini paham?!"
-Prasasti Hati Anak OrganisasiOSIS SMA Dewantara mulai mendekor aula untuk besok digunakan acara drama kolosal, meskipun sie dekorasi hanya dari bidang agama. Sie dekorasi hanya mencari konsep atau gambaran saja, untuk pengerjaan itu tanggung jawab semuanya kecuali sie pendidikan yang menyiapkan bahan-bahan untuk masak esok.
Selain diajarkan kepemimpinan, di OSIS SMA Dewantara ada yang berbeda. Setiap acara konsumsi panitia dimasak sendiri. Tidak pesan atau beli. Jadi, di sini juga melatih kemandirian.
"Besok masak apa oy?" tanya Rian, jujur ini adalah pertama kalinya dia masuk di sie konsumsi karena pas OSIS kelas sepuluh dia hanya duduk diam saja. Ngikut kakak kelas, sedangkan kini giliran dia yang menjadi kakak kelas.
"Geprek aja gimana?" sahut Ria cukup tahu bahan-bahannya, Rian melihat gadis dengan rambut lurus sepinggang berwarna hitam lagam itu tersenyum sendiri. "Woy!!" teriak Ria di samping telinga Rian.
"Bo-leh," jawab Rian gelagapan sendiri, mereka sedang di dapur sekolah. Tepat sebelah koperasi.
Clara dan Leo mengamati kedua kakak kelasnya yang terbilang cukup aneh, tumben-tumbenan Rian mendadak nurut biasanya saja suka ngericuh.
"Kalau iya, gue tanya bumbu pastinya ke teh Aya, dia 'kan jago masak tuh! Entar kita langsung belanja bahan-bahannya," saran Ria mendapat anggukan dari ketiganya.
"Aya jadi sie apa?!"
"Sie acara, kenapa?" tanya balik Ria.
"Nggak yakin gue besok pasti ke sini," sahut Rian menggeleng pelan, karena di OSIS dia yang paling jago bikin masakan.
"Lihat aja besok. Ayo, Ra. Ikut kakak."
Ria menuju lantai atas, aula. Karena Aya pasti bantu-bantu di sana sedangkan Rian dan Leo mengambil sepeda biar cepet kalau belanja.
****
"Eh, Riyak lo mau masak apa besok?" tanya Bian menyambung tongkat pramuka dibantu Resha. "Hey, stop bicara mulu! Your crazy kita nggak akan selesai kalau gini caranya."
"Eh, bulepotan gue cuman nanya bentaran doang!" seru Bian memutar kedua bola mata malasnya.
Resha hanya berdecak, tidak menyahut lagi. Dia melanjutkan sendiri.
"Rahasia dong! Ya kali dibocorin entar nggak suprise dong," celetuk Ria centil, dia menutup mulutnya sendiri ketika tertawa. Ria masih menunggu Aya yang mencatatkan bahan-bahannya. "Minumnya?!"
"Gue bilang rahasia, ya rahasia!" Lagi-lagi gadis itu tidak memberi tahunya.
"Awas kagak enak gue tempeleng lo!" canda Bian mendapat gelengan dari Lian.
"Iya terusin aja ngobrolnya terusin! Kalau perlu sampe tahun depan," sindirnya melihat Bian yang ngomong, tapi tidak dengan kerja.
Lian masih ngecat bambu sebagai properti senjata terdahulu, sebelum nanti di letakkan di sebelah panggung.
"Hedeuh, iri bilang ketua!"
"Inget dia gebetan temen lo, lo ambil gue nggak mau jadi wasit!" Sontak mereka tertawa, mendengar ucapan ketua OSIS mereka yang ternyata cukup tahu dengan isu Rian yang suka dengan Ria.
Lian melihat Resha yang menyambung tongkat dengan amarah, terlihat jelas kekesalan di wajahnya. Dengan cepat dia menghampiri perempuan dengan rambut pirang dan bola mata abu-abu itu.
"Kalau sama amarah, bukannya selesai malah nambah masalah!" ujar Lian mengambil alih tali dan tongkat. "I hate Bian."
Lian hanya menggeleng lagi, "terserah lo aja, asal jangan sampai masalah pribadi terbawa ke organisasi. Gue nggak mau itu terjadi."
Setelah selesai Lian dan Zafar mengangkat tongkat yang sudah disambung dan menjadikannya sebagai gapura panggung.
Naya yang melihat Lian membantu Resha itu tersenyum kecut, ternyata Lian tidaklah sedingin yang ia kira. Mungkin dia hanya malas ngomong atau nggak mau ngomong kalau nggak penting.
Api cemburu menguasai hati Naya, padahal kemarin dia kesemsem karena dapat mengobrol dengan ketua OSIS-nya sekarang harapan itu seperti telah hancur lebur.
Naya telah melanggar sebuah prasasti hatinya agar tidak mencintai anggota OSIS, jika dia cemburu bukankah itu tanda cinta?!
Naya menancapkan bunga plastik ke styrofoam dengan emosi, bisa-bisanya dia terjebak dengan rasa semu ini.
Perempuan berkerudung almamater itu mengembuskan napas kasar, ketika melihat Lian bersama Belva berbincang-bincang di sudut panggung sesekali mereka tertawa riah, mereka juga memasang beberapa pernak-pernik panggung.
"Kak Jen sama Setya belum dateng, Kak?" tanya Dito pada Naya, sontak lamunannya buyar. "Nggak tau, cari aja sendiri!" ketus Naya beranjak pergi.
"Etdah apa salah gue. Ketus amat! Apa Kak Naya lagi dapet, ya?" tebak Dito bermonolog sendiri. "Kak Bian, Setya sama Kak Jen belum datang."
"Kita pasang backgroundnya dulu, entar kalau bannernya udah dateng baru kita pasang." Bian meminta bantuan kepada beberapa orang.
Naya melihat Dara, adik kelas tomboy itu asyik-asyikan ngobrol sama Andin di pojok ruangan padahal yang lain masih kerja.
Niat hati ingin menghampiri dan menegurnya, tapi ia urungkan karena Lian lebih dulu ke sana.
"Kalau mau bikin masalah bukan kayak gini caranya, mereka kerja lo pada diem. Mau lo apa?" Nada suara Lian cukup standart, tapi mampu mengguncang ketenangan hati mereka. Sorot mata yang tajam seakan menambah kesan wibawanya. "Maaf, Kak. Kami capek."
"Kalau capek istirahat di ruang OSIS, bisa? Nggak pantes diliatnya ... apalagi kalau ada anak selain OSIS dateng."
"Iya, Kak."
Naya cengo, tadi sama Belva dan Resha saja baik lha kenapa kalau sama adik kelas seakan ingin marah sungguhan.
"Nay, bantuin gue pasang bunga buat pot depan panggung!" teriak Belva membuatnya menoleh, Naya mengangguk.
"Bagus kombinasi warna ijo sama merah apa merah sama kuning?" tanya Belva meminta pendapat.
"Merah sama oren," jawabnya asal, sontak membuat Belva berpikir. "Tapi entar warnanya mati, Nay."
"Kalau lo udah tahu ngapain minta pendapat gue!" kesal Naya, tanpa mereka sadari seseorang mengamati mereka dari jauh.
"Ya, 'kan ...."
"Dahlah."
"Naya ikut gue!" seru seorang cowok mendapat gelengan dari sang empu nama.
"Anaya Bestari, saya tunggu di ruang OSIS segera!" tekan Lian meninggalkan ruangan, dengan kesal gadis itu mengekori Lian yang berjalan duluan.
"Ada apa?" tanya Naya tanpa basa-basi, Lian tersenyum miring. "Kenapa lo bersikap begitu ke Belva?!"
"Apa masalah lo? Ini masalah pribadi gue, nggak perlu dibawa ke sini." Naya bersedekap, api cemburu masih menguasai hati gadis itu.
"Baiklah terserah lo, gue cuman mau ngomong bulan depan akan ada lomba masak kita mau ikut apa enggak? Lo kan ketua menteri bidang bakat dan minat, entar rembukin sama koord. Tata boga kalau iya kita ajukan ke pembina OSIS."
"Iya, entar gue bicarin ke anak bakat dan minat dulu," sahut Naya mengiyakan.
"Bersikaplah lebih dewasa."
.
.
.
Cmiiw^^Naya mulai cemburu!
Naya mulai melanggar!
-Next-
KAMU SEDANG MEMBACA
AULIANAYA [END]
Novela JuvenilJudul awal : Prasasti Hati Anak Organisasi "Gue nggak akan jatuh cinta sama anggota OSIS." Ucapan bisa saja menyimpang, tidak dengan hati yang tidak bisa mengingkari siapa yang ia cintai. Kisah Anaya Bestari, anggota OSIS yang pendiam. Diam-diam men...