39

63 15 0
                                    

Semua barang yang ada di dalam kamar di masukan ke dalam koper, barang pemberian Gama juga tidak ketinggalan. Perkataan Bara di sekolah tadi terus saja teringat di pikiran Ryhana. Bara yang meminta Ryhana untuk pergi, dan gadis itu menepati janjinya.

Di perhatikan seluruh kamar, memastikan tidak ada barang yang tertinggal. Ryhana berlari menuju meja belajar, di mana di sana ada pakain dalamnya. Lagi, baju dalamnya yang pernah di lihat oleh Bara yang hampir tertinggal itu.

Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal, Ryhana keluar dari dalam kamar. Tepat di luar kamar, Ryhana berpapasan dengan Bara. "Sesuai keinginan lo, gue pergi dari sini."

"Sekarang?"

"Ya? Bukannya lo beneran pengen gue keluar dari rumah ini. Dan ingat satu hal, gue nggak akan terpangaruh jika lo nyuruh gue agar tidak pergi dari rumah ini. Karena gue udah muak dengan sikap lo."

Bara mengangkat bahu, berjalan melewati Ryhana. "Gue nggak melarang, gue cuma kasih tau kalau di luar hujan." Bara berbalik badan sambil menatap Ryhana. "Kalau mau pergi silahkan." Kemudian pergi menuju dapur.

Ryhana tidak tau jika hari sedang hujan, soalnya tadi Ryhana sibuk membereskan barang dengan mendengarkan music. Ryhana kembali memasukan koper ke dalam kamarnya, kemudian menuju dapur. "Karena hujan, gue tunda untuk pergi."

"Masakin gue mie, gue lapar."

"Ha?"

"Gue lapar, masakin mie."

Ryhana menarik nafas panjang, mencari mie di dalam kulkas, namun makanan cepat saji itu tidak ada di sana. Ryhana beralih mencarinya ke lemari gantung namun juga tidak ada. "Nggak ada mie. Lo beli aja di luar."

"Hujan, telor aja masakin."

"Juga nggak ada. Lo kalau makan mie instan pakai empat telor, gimana nggak cepat habis?"

"Yang lain nggak ada?"

"Cuma ada bawang goreng dan daun seledri. Lo mau makan nasi goreng, nggak?"

Bara berdiri dari tempat duduknya. "Nggak, lo nggak bisa masak." Lalu berjalan menuju kamarnya.

Ryhana mengerang keras melihat sikap Bara yang sudah kelewat batas. "Walaupun gue kayak gini, tapi gue masih jago masak."

📱

Sudah setengah jam lebih Bara memperhatikan Ryhana yang sedang duduk di atas koper di depan rumah. Sejak tadi malam gadis itu sudah berniat untuk pergi dari rumah Bara.

Bara keluar dari dalam rumah, memukul pundak Ryhana dengan pelan. "Oii."

Ryhana yang kaget hampir jatuh ke belakang jika Bara tidak memeganginya. Cukup lama mereka berdua berada di posisi itu, hingga akhirnya Ryhana tersadar. "Lo bisa nggak bikin gue kaget? Kalau gue jatuh dan kepala gue terbentur aspal gimana?"

"Palingan cuma pendarahan."

Ryhana menggerutu kesal, diangkatnya koper yang sudah terlentang di aspal. "Mau apa lo ke sini? Kalau lo minta gue nggak pergi dari sini, jangan harap. Keputusan gue sudah bulat, walaupun hujan dan badai menerpang gue akan pergi dari sini."

"Kalau lo mau pergi, pergi aja. Nggak usah ngomong seakan masih ada keinginan berada di sini."

"Sikap lo kayak gini yang membuat gue pengen cepat pergi dari sini."

Bara memperhatikan Ryhana dari kepala sampai kaki, kemudian mengangguk tidak jelas. "Bagus, jadi nggak ada yang perlu di cemaskan?"

Kening Ryhana berkerut, tidak mengerti dengan apa yang di bilang Bara. Namun, sebelum dia bertanya taxi yang dia pesan telah datang. "Gue nggak akan kasih tau di mana gue tinggal, biar lo nggak cariin gue."

"Nggak berminat juga."

"Bagus." Ryhana menyuruh supir taxi untuk mengangkat kopernya, kalaupun menyuruh Bara tidak akan ada gunanya. Ryhana masuk ke dalam mobil. "Eh satu lagi. Kalau ada barang gue yang ketinggalan lo bisa kasih ke gue saat di sekolah."

Tidak ada respon dari Bara, malahan cowok itu lebih memilih masuk ke dalam rumah. Dari sekarang sampai selanjutnya, hidup Bara akan lebih aman dengan ketidakadaan Ryhana.

📱

Terima kasih sudah baca cerita aku, jangan lupa untuk vote dan komen. Bagi yang belum follow harap follow akun aku terlebih dahulu agar tidak ketinggalan cerita. ❤️

Distance Between Us ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang