43

64 17 0
                                    

[Buang aja cinta aku ini ke rawa-rawa, Bang,] ujar Ryhana saat vidio call dengan Gama.

Sedari tadi Gama sibuk dengan lembaran-lembaran yang ada di hadapannya. Karena pemilihan OSIS baru akan segera di adakan oleh karena itu Gama super sibuk banget. "Maaf, dek." Gama menghentikan aktifitasnya, mungkin tidak ada salahnya meluangkan waktu sebentar untuk Ryhana. "Kamu kenapa? Ada masalah?"

[Hana mau pindah sekolah.]

Bukannya kaget, ekspresi Gama tetap santai. "Bukannya Abang nggak suka jika kamu pindah. Coba Adek kasih tau Abang penyebab Adek pengen pindah."

[Kak Gama tau sendiri, jika sekarang kita berdua jarang banget untuk komunikasi. Sekali lagi komunikasi malah sibuk sendiri.]

"Coba kamu pikirkan, Dek. Abang bentar lagi mau tamat, pasti bakalan kuliah. Kamu tau sendiri kalau Abang pengen kuliah ke China. Dan pastinya kita bakalan LDR juga."

[Kak Gama nggak suka jika aku pindah, ya? Apa karena ada yang baru?]

"Kamu tau rubik, Dek? Jika kamu tidak mengerti, bukannya tersusun rapi sesuai warna malah akan semakin acak. Tapi jika kamu mengerti, maka akan tersusun rapi sesuai warna. Abang bukannya menyalahkan, bahkan Abang sendiri belum tau apa tujuan hidup ini."

[Tapi Hana tau, tujuan hidup Hana untuk bahagia bersama Kak Gama.]

"Sekarang kamu udah tau jawabannya. Bagaimana mungkin Abang menghancurkan tujuan hidup kamu, Dek. Percaya atau tidak, salah satu tujuan Abang saat ini adalah kamu, Dek."

[Terus bagaimana dengan cewek yang lagi dekat dengan Kak Gama? Hana tidak tau kenapa akhir-akhir ini Hana sering dengar dengan cewek lain. Iya Hana tau Kak Gama ganteng banget banyak yang suka. Tapi bukan berarti Abang bisa selingkuhkan?]

Gama menyandarikan tubuhnya di kursi belajar, terus saja menatap Ryhana dengan tersenyum. "Tiga tahun, Dek. Itu bukanlah waktu yang lama, mana mungkin Abang bisa berpaling kepada seseorang yang baru dikenal kemaren?"

[Udahlah, nggak usah bohong lagi.]

"Ngapain Abang bohong?" Gama berdiri, mengambil sesuatu di dalam lemarinya. "Buktinya, abang udah kumpulin untuk modal nikah kita," ujar Gama sambil memperlihatkan kepada Ryhana celengan ayam yang berukuran besar dengan bertuliskan modal nikahi Adek Hana.

[Kak Gama?]

"Apalagi, Dek? Abang juga lagi usaha buat ngumpulin modal buat anak kita."

[Bukan itu.] Ryhana menatap Gama dengan mata yang berkaca-kaca. [Terima kasih. Udah mau menerima Ryhana yang cemburuan ini.]

"Wajar, Dek. Itu tandanya kamu sayang. Sekarang kamu tidur tenangin pikiran, tugas Abang juga masih banyak."

Ryhana mengangguk sambil menghapus air mata yang mengalir. [Iya, semangat dan selamat malam.]

Panggilan terputus, yang menyisahkan kesunyian di dalam kamar Gama. Tugas yang menumpuk itu kembali dikerjarkan oleh Gama, namun saat mengerjakan itu seseorang mengetuk pintu kamarnya. "Siapa?" Gama membuka pintu kamarnya, mendapati Sandra yang sedang menatapnya. "Sandra? Ada apa?"

"Bisa bicara sebentar?"

"Tentu." Gama keluar dari dalam kamarnya. Memilih berbicara dengan Sandra di luar rumah. "Lo mau bicara apa?"

"Gue udah berapa minggu di sini, sih? Gue pikir lo terlalu baik kepada gue."

"Wajar, Ndra. Lo calon anak Paman Beni. Seperti yang gue bilang kalau Paman Beni itu sering belikan gue cilok," ujar Gama disertai dengan candaan. Gama kalau diajak serius sangat sulit.

"Jangan terlalu baik, Gam. Gue takut banyak yang suka sama lo."

"Gue itu ganteng banget jadi nggak heran banyak yang suka," ujar Gama di sertai dengan tersenyum, namun senyum itu memudar saat Gama melihat ekspresi serius dari Sandra. Entah kenapa tatapan mata itu beda dari biasanya, tatapan seakan berharap kepada sesuatu. "Lo suka gue?"

Mendengar itu, Sandra mengalihkan tatapannya ke arah lain, tidak ingin menatap wajah Gama takut jika dirinya akan semakin masuk ke dalam jurang itu. "Sayangnya beberapa detik yang lalu lo bilang tidak akan terpikat dengan cewek yang baru lo temui kemaren. Sorry, gue menguping pembicaraan lo."

"Sandra."

"Gue terlalu cepat untuk menafsirkan kebaikan lo kepada gue. Seharusnya gue nggak perlu minta bantuan lo atau gue yang terlalu berharap?"

"Maaf, Ndra. Mungkin kebaikan gue terlalu membuat lo berharap. Gue nggak bermaksud buat lo kecewa atau apalah itu. Tapi kita bisa menjadi teman, kan?"

Sandra tertunduk, menatap ujung roknya setelah itu kembali menatap Gama. "Bagaimana kalau lo terima gue? Tinggalkan pacar lo, lagian kita nggak tau apa yang dia lakukan di sana."

Tidak menyangka jika Sandra akan mengatakan hal itu. "Misalkan gue tinggalkan Ryhana, dan berpacaran dengan lo. Apa gue bisa jatuh cinta sama lo? Bagaimana jika gue kembali teringat dengan masa lalu gue bersama Ryhana? Apa lo akan tetap bertahan? Bagaimana kalau gue selalu menyebut nama Ryhana? Apa lo akan tetap mendengarkan? Bagaimana jika gue meminta lo bersikap seperti Ryhana? Apa lo bisa lakukan."

Cukup lama Sandra mencerna semua perkataan Gama, hingga satu kesimpulan yang ada. "Secara halus, lo menolak gue."

"Ndra, hampir satu tahun gue dan Ryhana menjalankan LDR. Mungkin banyak yang jauh lebih memikat dari pada dia, tapi nyatanya gue tetap bersama dia. Lo tau kenapa? Karena dia telah menganggap gue sebagai salah satu tujuannya. Dan maaf, gue nggak bisa membuat dia kecewa. Jika kami berdua tidak jodoh, setidaknya gue pernah memperjuangkan dia."

Air mata yang mengalirk dipipi Sandra segera di hapusnya, kenapa dia mengatakan hal bodoh tadi kepada Gama? "Gue minta maaf. Mama akan segera menikah, dan gue akan pergi dari sini. Gue berterima kasih kepada lo yang telah berlaku baik kepada gue." Sandra berdiri dari tempat duduknya hendak pergi dari sana, namun tangannya di genggam oleh Gama.

"Lo dan gue masih bisa berteman, kan?"

Genggaman Gama dilepaskan oleh Sandra secara pelahan, tersenyum kepada cowok itu. "Tentu."

📷

Terima kasih sudah membaca cerita aku, jangan lupa vote dan komen. Bagi yang belum follow harap follow akun aku terlebih dahulu agar tidak ketinggalan cerita ❤️

Distance Between Us ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang