Part 25

64 6 1
                                    


Cheongdam

-Krystal POV-

“Ini indah, Krystal,” bisik Tae Hee imo dengan suara sarat tangis. Jemarinya yang gemetar membelai kertas HVS pemberianku. Tinta tulisan tanganku di kertas itu menyebar dan memudar di beberapa bagian karena air mata Tae Hee imo menetes tanpa tercegah selama membacanya. “Boleh… untuk
imo?”

Aku memeluk bibi sahabatku, ibuku yang kedua, dengan tubuh terguncang hebat karena berusaha keras menahan ledakan tangis yang minta dibebaskan dari paru-paru. Aku tidak bisa, aku tidak boleh menangis. Aku harus kuat untuk Tae Hee imo, setidaknya saat ini, menjelang misa arwah memperingati empat belas hari kepergian Naeun. nanti, setelah pulang ke rumah, aku boleh menangis atau menjerit sekuat keinginanku tanpa harus mengkhawatirkan perasaan siapa pun sementara perasaanku hancur berkeping-keping.

Aku berdeham untuk menghalau gumpalan pahit di kerongkonganku dan bisa mendengar suaraku yang
kering dan parau ketika menjawab, “Aku menulis itu… rangkap tiga. Satu untuk imo, satu untuk Naeun.”
tepatnya, satu sudah kumasukkan ke peti jenazah Naeun dua minggu yang lalu, untuk di abaca setelah tiba
di surge untuk sahabat sebaik Naeun, tentu saja aku mengharapkan surga untuknya.

Satu lagi ada di sakuku sekarang. “Aku minta izin membacakannya setelah misa selesai nanti.”

Aku merasakan Tae Hee imo mengangguk di bahuku. Aku tidak sanggup menahan kepedihan ketika tubuhnya berguncang hebat meskipun aku hanya mendengar isakan pelan.

Hanya dalam waktu dua minggu ini, Tae Hee imo sekering tanaman pada musim kemarau.

Aku tidak bisa membayangkan
kepedihan yang harus ditanggung bibi sahabatku ini. Setelah kedua orang Naeun meninggal, Tae Hee
imo hanya memiliki Naeun. sekarang setelah Naeun tiada… aku memejam rapat-rapat, merasakan air mataku menetes deras di pipi, tapi menahan sesenggukan.

Pertemuan terakhirku dengan Naeun… dengan dada nyeri aku membenamkan wajah di lekuk leher Tae Hee imo. Andai saat itu aku lebih peka dan langsung mengiyakan, mungkin aku sempat bertemu dengannya, sahabatku, untuk terakhir kali dalam keadaan dia hidup.

Aku bahkan tidak sempat
mengatakan pada Naeun bahwa dia selamanya tidak terganti. Aku hanya sempat berkata, “Maafkan aku, Naeun-ah,”

Tangisku akhirnya pecah ketika Tae Hee imo mengelus rambutku di antara sedu sedannya yang meledak.

Sepanjang misa aku duduk di antara ibunya taemin dan Tae Hee imo, tepat di depan meja berkaki rendah yang memajang foto Naeun tersenyum ceria, dia cantik, seperti yang kuingat ketika terakhir kali
beertemu di awal kelas sebelas. Di ruang memoriku selamanya aku mengingat Naeun yang memancarkan denyut kehidupan.

 Di ruang memoriku selamanya aku mengingat Naeun yang memancarkan denyut kehidupan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jemariku bergetar memegang kertas berisi curahan penyesalanku untuk Naeun. setelah menemukan suaraku, aku membacakannya di depan puluhan orang yang hadir.

Remember Me As A Time of Day✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang