CheongdamTiga minggu berselang
-Jennie POV-
Cahaya siang menerpa terik di luar. Aku dan Naeun duduk di meja makan. Kami sedang makan siang di rumah hari ini. Aku yang mengajaknya. Amarahku waktu itu, saat berpisah dengan Taeyong, kini sudah
berubah menjadi penyesalan.Mungkin aku terlalu gegabah mengucapkan kata itu. karena sudah berminggu-minggu berlalu, tapi aku masih belum bisa melupakan Taeyong.
Pepatah berkata, kita tidak pernah mensyukuri apa ang kita miliki hingga akhirnya apa atau siapa yang kita sayangi pergi meninggalkan kita. Begitulah yang kurasakan saat ini. Sesal luar biasa. Menyesal
karena terburu-buru emosional saat itu. seharusnya aku menunggu hingga emosiku redam dulu sebelum mengungkapkan keberatanku kepada Taeyong, apalagi mengucapkan kata pisah ranjang. Kini aku bisa
melihat permasalahan dengan lebih objektif, dan kusadari aku sudah bersikap egois.Kekanakan, bahkan. Kami memang pasangan yang sibuk dan Taeyong bahkan jauh lebih sibuk daripada aku.
Sebenarnya masalah itu bisa dibicarakan baik-baik.
Seandainya saja… Dan sekarang, Naeun kembali menegaskan hal itu.
“Kamu itu memang kekanakan ya. hanya karena tidak memberi komentar di Tweet, kamu pisah ranjang sama dia? Padahal, kalian itu serasi.”
Aku mengangguk acuh tak acuh meski sebenarnya tertohok mendengar ucapannya. “Aku lelah berusaha sendirian, eonni. Aku memberi dia perhatian penuh, terus apa balasan dia sama aku? Komentar di Twitter aja setahun sekali. Padahal kemarin itu aku baru dapat penghargaan. Penghargaan, eonni. And he doesn’t even care to give me a simple like. Coba kalau punya orang lain. Pasti dikomentari. Belum lagi di Instagram dan Path. Aku kan istrinya, kenapa orang lain yang diperhatikan,” ujarku kesal.
“Jennie..Jennie… hanya karena dia jarang memberi komentar di jejarin sosial, terus kamu marah sama dia?”
“Hei, tidak hanya itu. kalau ditelepon juga kadang susah.” Ujarku membela diri.
“ya iyalah ditelepon susah. Kamu nelepon dia pas jam kerja. Posisi Taeyong sekarang di kantor itu
lumayan. dia orang kepercayaan kakakmu. masa dia mau main-main di sana? telponan sama kamu
sesuka hati, tidak kenal waktu?"“Oke, kalau dia tidak bisa diganggu saat jam kerja. Terus bagaimana dengan akhir pekan? Bahkan pas akhir pekan dia pakai di rumah untuk kerjaannya. Lalu, kapan waktu aku sama dia berduaan?” kini
dududkku menjadi tegak.Kekesalan yang dulu kembali muncul.
“Kamu perhatikan ya, kan baru belakangan ini dia sibuk seperti itu, Jennie. Dulu kan kalian juga suka jalan. Lagian pria itu beda sama wanita, dia bukannya tidak perhatian sama kamu. Buktinya malamnya dia ke kantor Yoona eonni untuk jemput kamu, kan? Jennie, pria itu memang tidak mudah berkata-kata. Tidak mudah menyampaikan perasaannya. They show you their love, we say it out loud,” kata Naeun sambil menyeruput minumannya.
“Maksudnya?” alisku mengernyit bingung.
“Coba kamu ingat-ingat lagi. kamu sendiri pernah bilang, Taeyong memang pernah minta kamu supaya foto kalian berdua jangan diunggah ke Instagram. Mungkin memang dia risih dengan hal-hal seperti itu. semua orang itu beda-beda. Dan dia bukannya tidak perhatian sama kamu, hanya saja cara menunjukkannya lewat perbuatan. Kamu pernah cerita waktu kalian jalan ke Jeju, terus kamu lupa bawa
cemilan, terus Taeyong sudah menyiapkan biskuit untuk bekal kamu, karena dia tahu kamu sakit lambung. Belum lagi waktu kamu sedang dikejar deadline padahal hari itu ulang tahun kamu, dia bawakan semua makanan favorit kamu, bahkan dia memijat kaki kamu pas betis kamu keram di depan semua keluarga.
Kamu tidak ingat semua itu?”Dan aku terenyak. Ya Tuhan. Aku benar-benar mengabaikan semua itu. selama ini Taeyong sudah perhatian padaku, hanya saja dengan cara lain. Dengan caranya sendiri. Dan aku terlalu bodoh dan buta
untuk menyadari hal itu. terlalu dibutakan kecemburuan dan keegoisanku sendiri yang haus perhatian pria itu, tanpa menyadari bahwa perhatianku sendiri pada Taeyong sekedar ucapan belaka. Sementara Taeyong, dia tulus memedulikanku. Dia tahu apa yang aku suka, dan berusaha memenuhi semuanya,
tanpa perlu banyak mengumbar kata. Langsung dijalani, tanpa banyak kata.“Hey, honey, guess what, hei… kamu mau kemana Jennie?”
seruan Naeun tak kuhiraukan.Aku sudah bangkit dari kursiku, bergegas keluar dari rumah, menuruni tangga dan mengejar taksi yang melintas
“Taksi!” tanganku melambai, dan sebuah taksi biru melambat kemudian berhenti di hadapanku. Begitu sudah duduk di dalam, aku berkata, “Tolong antar saya ke perumahan gangnam, yang cepat ya, saya buru-buru…” saat ini, aku hanya ingin bertemu dengan Taeyong. Dan meminta maaf. Jika memang
masih sempat.***
Kring… kring…. Sudah lebih dari lima menit aku memencet bel, tapi tak ada jawaban.
pintu rumah tetap bergeming.Kucoba menelpon di ke HP, tapi malah masuk ke mailbox.
Di mana kamu, sayang?
Setelah hampir setengah jam menunggu tanpa hasil, dengan lunglai aku akhirnya beranjak pergi.Mungkin aku sudah terlambat.
mungkin inilah balasan untukku karena bersikap egois. Dan air mataku
mengalir perlahan. Penyesalan memang selalu datang belakangan. Ya tuhan, aku memang tidak pandai
bersyukur…Kakiku gontai menapaki taman di luar rumah. Angin berembus kencang, sebentar lagi hujan sepertinya.
Perfect. Cuacanya memang pas dengan suasana hatiku sekarang. Dan aku terus berjalan..
“Jennie… Jennie…”
Taeyong! Suara Taeyong langsung menyentakku dari lamunan. Aku sontak berbalik dan langsung berhadapan dengan sepasang mata tajam yang memandangku dengan mengernyit. “Kamu sedang apa
di sini? Barusan kamu ke rumah? Aku tadi ke minimarket sebentar, telur dan susu di kulkas sudah habis. Hei, matamu kenapa? Kamu habis nangis ya?” dan sebelum aku tahu apa yang terjadi, Taeyong sudah menarikku ke pelukan dan mendekapku erat. “Mencariku ya, sayang? Kamu kangen ya sama aku? Sama,
aku juga…”Dan aku sempat diam, kaget dengan gerakannya barusan.
Tapi hanya sedetik aku diam, detik berikutnya aku balas memeluknya erat.
“Maafin aku, sayang. Aku…”
“Sudah… sudah. Tidak perlu diungkit lagi. aku yang salah. Kurang perhatian sama kamu, ya? Maaf ya. Kemarin memang aku benar-benar sibuk. Proyekku dan Taemin sudah di ambang finish, jadi aku harus konsentrasi penuh….” Lalu hening, sementara kami terus berpelukan, menuntaskan rindu, membiarkan
relung-relung yang sempat kosong kembali terisi.
Sesaat kemudian, Taeyong berkata, “Apakah akan membuatmu senang ketika seisi dunia tahu aku begitu perhatian dan romantis padamu?” dia mendorongku sedikit, kemudian menatapku lekat-lekat.
“Karena jika itu memang akan membuatmu bahagia, aku akan melakukannya.”
Ditanya begitu, senyumku terkulum dan aku menjawab, “Tidak. Cukup aku dan Tuhan saja yang tahu, sayang. Tak perlu semua orang tahu…”
Benar. Tak perlu cintanya diumbar, dipamerkan di ruang public dan diketahui seluruh dunia. Cukup aku saja yang tahu. Aku saja sudah cukup.TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Remember Me As A Time of Day✅
FanfictionTidakkah kau rasakan waktu berlalu begitu cepat? Ia hampir saja membuatku melupakan satu hal yang paling menyakitkan tentang dirimu. Tentang kau yang tiba-tiba hilang seakan ditelan bumi. Tentang lenyapnya impian yang pernah kita rangkai bersama. Hi...