Part 45

49 4 1
                                    


-Naeun/Lena POV-

Aku tidak ingat bagaimana aku bisa sampai di tempat tidur. Kepalaku sakit sewaktu aku terbangun di pagi hari. Aku mengalihkan pandangan ke sisi tempat tidur dan melihat sebuah kursi yang ditempati Taemin.

Taemin tertidur, kepalanya terkulai di kaki tempat tidurku. Aku berusaha mengulang saat-saat terakhir
dimana aku masih sadar lalu teringat bahwa aku terjatuh dalam perjalanan ke kamarku kemarin malam.

Aku menegakkan diri, bersandar pada bantal, tanpa sengaja membuat Taemin terbangun. Aku tidak
berani memandangnya. Aku menoleh ke arah lain dan menatap kosonng ke depan dalam diam.

“Kau sudah bangun? Dokter datang memeriksamu tadi malam. Mau sarapan?” tanyanya.

Melihatku bertekad tidak ingin berbicara dan memandangku, ia melanjutkan.

“Maafkan aku. Tidak seharusnya aku membuatmu tertekan. Sebenarnya.. aku tidak percaya. Tapi, sudahlah kita lupakan masalah itu dulu, yang terpenting sekarang adalah kesehatanmu.”

Aku menoleh ke arahnya. Taemin berbicara formal. Tidak seperti Taemin yang biasanya.

“Kau tidak marah padaku?” tanyaku takut-takut.

“Untuk apa aku marah, aku sudah menjelaskan semuanya kemarin malam, jika kau masih mengingatnya. Kau tidak seharusnya mengalami semua ini.”

Aku terdiam. Aku tidak tahu harus berbuat apa sekarang.

“Sudahlah, aku tidak apa-apa,” jawabku jujur.

Tiba-tiba aku teringat pengakuanku semalam dan merasa mukaku merah padam.

Aku melirik Taemin hati-hati, melihat dengan tatapan ingin tahu bagaimana reaksi Taemin terhadap kejadian semalam.

Aku pasti tampak bodoh tadi malam, berteriak dan menangis tak terkendali. Belum lagi pingsan tanpa direncanakan dan pada saat yang tidak tepat pula. Begitu aku melihat Taemin sedang menatapku juga, aku cepat-cepat memalingkan wajah.

“Kenapa?” tanyanya khawatir.

“Oh tidak.. maksudku yang ‘itu’ tadi malam lupakan saja. Aku agak emosi,” kataku cepat lalu pura-pura memandang jendela. Entah Taemin mengerti ucapanku atau tidak.

“Oh yang ‘itu’” kata Taemin paham sambil menahan tawa.

“Sayangnya tidak sempat kurekam agar bisa
kudengarkan berkali-kali.”
Aku langsung menoleh memandangnya, wajahku memerah malu namun aku berusaha tampak santai.

“Apa maksudmu?” tanyaku menuduh

Senyum di wajah Taemin langsung lenyap. Taemin kembali menguasai diri lalu menatapku lekat-lekat,
tampak serius.

“Ke.. napa?” tanyaku takut-takut melihat ekspresi Taemin.

Taemin masih menatapku dalam diam, membuatku salah tingkah, aku berpura-pura tidak melihatnya tapi aku tidak bisa mengabaikannya lama-lama.

“Kenapa?!” seruku tidak nyaman, sekarang benar-benar gelisah melihat tatapan Taemin kepadaku.

Taemin perlahan bangkit dari kursinya lalu duduk di tempat tidurku. Pelan-pelan Taemin
mencondongkan wajah kearahku, membuatku mendorong kepala ke belakang. Pasti Taemin sedang menggodaku. Dasar menyebalkan! Kami sudah dekat sekali sekarang. Mata kami seakan mengandung aliran listrik. Tiba-tiba… ‘PLAK’.

Aku memukul pelan dahi Taemin, membuatnya mundur ke belakang.

“Oops, sorry tadi ada nyamuk,” kataku tidak berdosa seraya mengibas-ibaskan tangan.

“Mana nyamuknya?” tanya Taemin sebal, memegang dahinya.

“Tidak kena,” sahutku singkat, pura-pura kecewa lalu memandang Taemin santai.

“Mana sarapanku?”

“Iya-iya,” jawab Taemin menurut, memandangku dengan pandangan penuh selidik.

“Taemin-ssi,” cegahku tiba-tiba yang teringat sesuatu yang penting, ekspresi wajahku tampak serius.

“Apa?” tanya Taemin

“Ng… tolong jangan ceritakan apapun dulu kepada anggota keluarga lainnya mengenai aku… terutama, Mommy dan anak-anak. Bagaimana?” tanyaku gelisah.

Taemin tampak berpikir sejenak lalu menjawab, “Baiklah.”

***

Ding Dong~

Suara bel membangunkanku dari tidur, kulihat jam weker yang berada tak jauh dari tempatku terbangun, pukul 11.20. sudah siang rupanya, pasti Taemin sudah pergi ke kantor.

Ding Dong~

Sebaiknya aku bangun, dan menyambut tamu yang datang, karena sepertinya pelayan sedang sibuk di dapur. Dengan langkah yang masih sedikit tertatih, aku berjalan keluar kamar dan menuju pintu utama.

Saat aku sudah membukakan pintu, mataku langsung tebelalak melihat siapa yang datang.

“SEULGI!” pekikku tertahan.

Bagaimana mungkin? Bagaimana mungkin Seulgi bisa sampai ke sini?

“Sedang… sedang apa kau disini?” tanyaku gugup
Tetapi sepertinya Seulgi tidak merasa perlu menjawab pertanyaanku.

“Ayo, ikut aku!” katanya dingin.

Dia merenggut lenganku dan menyeretku keluar.

Aku berusaha bertahan. Tetapi Seulgi terlalu kuat. Apalagi dalam keadaan gusar.

“Izinkan aku bicara dengan Taemin, sebentar saja,” pintaku menahan tangis.

“Tidak perlu!”

Dia menyeretku dengan kasar. Membuka pintu mobil yang diparkir di depan rumah. Dan mendorongku ke dalam.

“Apa ini Seulgi-ssi? Aku tahu, aku telah melakukan kesalahan dengan membongkar semua rencanamu. Tapi beri aku kesempatan untuk menjelaskan semuanya,” pintaku getir.

“Kau tidak perlu menjelaskan apa-apa.”

“Tapi kenapa? Dan mau kemana kita?”

“Aku akan membawamu berobat.”

“Ke mana?”

“Ke tempat seharusnya kau berada.”

“Kau tidak bisa memenjarakanku!”

“Aku hanya akan mengobatimu. Menjernihkan pikiranmu yang kalut!”

“Tidak! Aku tidak percaya padamu! kau pasti sedang merencanakan sesuatu.”

Seulgi mengatupkan rahangnya. Wajahnya berubah.

***

Aku memekik histeris ketika Seulgi memasukkanku ke sanatorium penyakit jiwa.

“Kau tidak bisa mengurungku di sini!” teriakku panik ketika dua orang perawat membawaku ke salah satu kaamar perawatan.

“Kenapa tidak? Tugasmu sebagai Naeun sudah selesai, kau harus kembali menjadi dirimu yang sebelumnya, sebelum kehadiranmu semakin membahayakan semua rencanaku.”

“Tapi aku tidak gila!”
Kedua perawat itu saling pandang dengan bingung.

“Kata siapa?” desah Seulgi dengan suara tertekan. “Sebentar lagi kau akan mengalaminya.”

“Kau harus melepaskanku!” aku meronta-ronta sekuat tenaga.

Tetapi kedua perawat yang memegangiku terlalu kuat. Mereka memaksaku berbaring di tempat tidur sementara Seulgi menyiapkan jarum suntik.

“Kau tidak bisa membiusku!” protesku marah.

“Aku hanya memberimu obat penenang. Supaya kau bisa tidur. Bisa istirahat.”

“Jangan suntik aku dengan obat itu, Seulgi! Aku tahu obat apa itu, aku tidak gila!!”

“Kau memang tidak gila. Tapi mentalmu terganggu, kau di vonis Amnesia kan? Oleh Dokter Hyesun? Kau bodoh, kau memang bodoh Son Naeun!”

“Naeun?” tanganku melemah ketika Seulgi memanggilku dengan nama itu.

“Iya, kau memang Naeun, Naeun yang sama yang telah merenggut impianku 2 tahun yang lalu, hidup bahagia bersama Taemin? Coba ingatlah masa-masa indah kalian berdua, karena sebentar lagi kenangan itu hanya akan menjadi mimpi buruk bagimu.”

“Tidak mungkin, aku harus bertemu Dokter Hyesun dulu, Seulgi! Aku ingin membuktikan semua perkataanmu.”

“Itu tidak diperlukan.”

“Bawa dia kemari!”

“Aku tidak bisa.”

“Kenapa? Kenapa kau bisa sejahat ini padaku? Aku bukan Naeun! aku ingin membuktikan semua itu!”

“Aku tidak bisa membawa Dokter Hyesun kemari.”

“Kenapa?” jeritku histeris.

“Karena dia sudah tidak ada.”

TBC

Remember Me As A Time of Day✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang