🍀 Prolog

1.4K 247 16
                                    

Suara air mancur, kelopak dedaunan berjatuhan, gesekan khas daun kering saat tertiup angin- Minho sangat familiar dengan suasana ini.

Pemuda dengan hidung bangir dan paras tampannya segera berjalan ke salah satu pohon cherry yang ada di sana, melepaskan ransel yang menyampir di pundak kanan sebelum akhirnya meletakkan benda tersebut di atas tanah berumput.

Suasana taman buatan belakang kampus memang yang terbaik. Tak heran jika Minho sering menghabiskan waktu di sini.

Beberapa rumah burung terpasang di tempat berbeda, membuat hewan kecil bersayap tersebut sibuk berlalu lalang sembari mengeluarkan kicauan merdu yang mampu membuat siapapun betah.

Cahaya jingga sang mentari terlihat menerangi taman, tanah yang biasanya berselimut rumput hijau kini tergantikan oleh tumpukan daun maple mengering yang gugur. Air mancur melingkar besar dengan pancuran tingginya berdiri gagah di tengah tengah taman, mengundang banyak mahasiswa juga mahasiswi untuk duduk di pinggirnya.

Suasana senja terasa lebih dingin dari biasa karena kini daerah mereka tengah memasuki musim gugur.

Siapapun yang datang pasti akan merasa seolah diri mereka tengah berada dalam kisah fiksi novel mengingat bagaimana nuansa nan tersaji di tempat ini.

Mengabaikan beberapa orang yang tengah berlalu lalang, Minho segera hembuskan nafas sebelum akhirnya duduk dengan punggung menyandar pada batang kayu kokoh di belakangnya. Padahal di sini terdapat banyak bangku bangku terbuat dari kayu yang telah dibelah lalu dibentuk sedemikian rupa supaya bisa diduduki, namun sayang sekali Minho lebih suka menempati spot favoritenya.

Pemuda Lee tersebut lantas menyumpal telingan menggunakan earphone yang sedari tadi telah bertengger manis di leher jenjang tersebut.

Minho mengeluarkan ipod putih dari dalam tas, mengutak atik benda pipih lebar miliknya guna menyelesaikan tugas dari dosen yang mengajar kelas barusan.

Hanya sedikit dan kebetulan Minho mempunyai waktu senggang, maka dari itu lelaki dengan mata tajam mempesonanya memilih untuk menyelesaikan sekarang meski deadline masih minggu depan.

Dalam hitungan detik, Minho telah tenggelam dalam artikel yang dia ketik pada kolom pencarian. Mata sibuk bergerak ke kiri dan ke kanan, membaca bait demi bait kalimat yang tertera di layar ipod. Sama seperti kebanyakan orang, Minho tentu akan menyalin materi dari beberapa artikel sebelum akhirnya ia gabungkan untuk membuat power point. Dan dengan begitu, tugasnya pun selesai.

Namun tentu semua tak berjalan dengan mudah, karena-

"Minho."

Yang mempunyai nama mencoba untuk abai, masih sibuk berkutat dengan tugas dari sang dosen.

"Lee Minho."

Panggilannya semakin keras, cukup mengganggu namun Minho masih bisa menjaga fokusnya.

"YAKKK LEE MINHO APA KAU TULI? AKU LELAH MEMANGGILMU DARI TADI!"

Baiklah, di detik ini rungu Minho berdengung sakit.

Teriakan nyaring dari sosok di hadapannya benar benar seolah mampu merusak sistem syaraf di kepala Minho, bahkan lagu yang terputar sedari tadi seolah tak ada apa apanya dibanding dengan suara pemuda manis di hadapannya.

Bisa dibayangkan betapa keras suara panggilan tersebut? Tapi tenang saja, selain Minho, tak ada yang merasa terganggu.

Pemuda Lee itu lantas mengangkat pandangan, menatap tajam lelaki yang kini menekuk wajahnya kesal dengan tangan bertengger di masing masing pinggang, menunjukkan dengan jelas jika dirinya tengah marah.

Minho berdecak kesal sembari putar bola mata malas, menggerakkan bibir guna mengeluarkan suara dengan volume kecil, Minho berujar,

"Ck kau sangat berisik, bisakah kau diam sebentar? Aku harus berkonsentrasi." Minho lalu menunjuk ipod yang ada di pangkuannya.

Sosok tersebut hentakkan kaki dengan cara yang lucu namun tentu tak terlihat demikian di mata Minho.

"Kau menyebalkan, aku pergi saja."

Ctakk...

Pandangan Minho teralihkan, menunduk dengan wajah terkejut begitu melihat ipodnya yang tiba tiba menampilkan layar berwarna hitam.

Sial, benda tersebut mati padahal Minho belum sempat menyimpan tugasnya.

Sungguh, tak ada yang lebih menyebalkan dari itu.

"Han Jisung sialan!"

Terbawa emosi, Minho secara tak sadar sudah mengeluarkan suara dengan cukup keras, membuat beberapa orang yang sedang berjalan di hadapan sontak berhenti, melempar pandangan keheranan ke arahnya.

Minho yang sadari hal itu seketika ulas senyum minta maaf sebelum akhirnya kembali tundukkan kepala guna berkutat dengan ipod yang secara ajaib mati dengan sendirinya, ah, atau itu semua ulah Jisung?

Peduli setan, lelaki dengan visual di atas rata rata itu harus mengulang tugasnya sejak awal lagi, tentu saja dengan gerutuan juga segala sumpah serapah yang ia lontarkan kepada sosok bernama Han Jisung,

Hantu tengil yang selalu mengganggu hari hari Minho.

Hantu tengil yang selalu mengganggu hari hari Minho

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

To Be Continue

Udah basi ya tema hantu hantuan begini? Huhuhu tapi lebah pengen bikin lagi.

Tertanda, 25/10/2020

Bee, tadi salah ngisi banner, juncak

Antologi; Flower Me [Minsung] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang