"Nek, aku berangkat."
Pemuda berhidung bangir itu berujar cukup keras dari halaman rumah, Minho kenakan sebelah sepatu dengan cara melompat lompat kecil, tangannya sibuk menarik alas tersebut supaya terpasang dengan benar pada kaki kiri.
Sang nenek muncul dari pintu rumah sederhana yang kini mereka tempati, menggeleng pelan melihat kelakuan sang cucu yang tak pernah berubah dari dulu.
Setelah melambai sekilas dari luar gerbang, Minho seketika berlari menjauhi rumah, menjelajahi trotoar supaya sampai ke halte bis terdekat.
Lee Minho, pemuda malang yang harus kehilangan kedua orang tua pada kecelakaan mobil di umurnya yang ke tujuh belas. Minho tak mempunyai keluarga lain selain sang nenek yang kini mengasuhnya dengan senang hati. Beruntung sosok itu begitu baik pada dirinya, memperlakukan Minho layaknya anak sendiri.
Pemuda tampan tersebut lantas pindah dan menetap bersama neneknya, yang mana artinya dia akan menempuh kehidupan baru, sekolah baru dan tentu saja bertemu sosok yang baru.
Pada awalnya sang nenek merasa khawatir dengan keadaan Minho, selama dua hari cucunya hanya diam saja serta mogok makan, sibuk meratapi nasib yang begitu tak adil padanya. Wanita tua itu berpikir jika Minho akan lama terlarut dalam kesedihan, namun siapa sangka, di hari ketiga mereka tinggal bersama, Minho menunjukkan perubahan yang begitu signifikan.
Sang nenek merasa bersyukur telah mengajak Minho ke toko di hari itu, karena sepulang dari tempat dengan banyak bunga di dalamnya, Minho mampu mengulas senyum yang selama beberapa hari telah hilang dari bibir.
Namun Minho tetap tak ingin menceritakan apa yang membuatnya tersenyum senang seperti itu, pemuda tersebut bahkan dengan mengejutkan menawarkan diri untuk ikut berjaga di toko bunga milik neneknya.
Haha...tentu Minho tak melakukannya dengan cuma cuma nek, semua tak lepas dari sosok lelaki manis yang ia temui tempo hari lalu. Cucumu sedang jatuh cinta.
"Ah aku ingin melewati jalan lain."
Pada persimpangan, Minho membelokkan langkahnya ke kanan, mengabaikan jalur lurus yang seharusnya ia ambil.
Tentu, tinggal dalam kurun waktu kurang dari seminggu membuat Minho tak begitu mengenal daerah daerah di sini, terlebih beberapa hari belakangan yang ia lakukan hanya mendekam di toko bunga, membuat dirinya benar benar buta arah.
Tak salah memang jika Minho ingin mengexplor kawasan ini, hanya saja, ya jangan dilakukan saat akan berangkat ke sekolah juga, bodoh.
Lima belas menit berjalan lalu Minho berhenti sejenak.
"Ah sial."
Dan begitulah, Minho terancam terlambat di hari pertamanya sekolah.
Dengan panik, kepalanya mengedar ke berbagai arah guna mencari halte bis terdekat, jika kembali pun rasanya sudah tak cukup waktu, Minho sudah berjalan sangat jauh dari persimpangan tadi.
Terlebih lagi fakta jika dirinya tersesat membuat Minho makin merutuki diri sendiri yang dengan seenaknya mengambil jalan lain.
Bodoh, Minho bodoh.
Di tengah kebingungan dan keputusasaan, netra kelam Minho menangkap sesosok pemuda yang berjalan dari arah berlawanan darinya. Postur tubuh itu, terlihat tak asing.
Si hidung bangir lantas menyipitkan mata, mencoba mengamati objek lebih jelas.
Benar saja, Minho sudah yakin jika ini adalah takdir.
"Hey, pemuda senja!"
Sosok manis yang semula berjalan dengan kepala tertunduk seketika mendongkakkan kepala begitu mendengar seruan Minho.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antologi; Flower Me [Minsung] ✔
Fanfiction⌗Antologi; Flower Me Menghadirkan antologi fanfiction dengan empat judul berbeda. •──────── f l o w e r m e ─────────• Yang bisa Jisung lakukan hanya berharap pada keajaiban dandelion. ↬dandelion. Minho belajar membuat origami kertas supaya pemuda...