Jisung berdiri di hadapan gedung sekolah dengan pagar menjulang tinggi yang terbuka lebar, masih senggang mengingat jam yang melingkar di tangannya kini menunjukkan pukul enam pagi.
Ia tak ingat pasti apa yang terjadi sebelumnya, namun Jisung tentu tahu apa yang harus dilakukan setelahnya.
Menghela nafas sekali, pemuda manis itu seketika menggenggam gendongan tas ransel yang menyampir di pundak, memantapkan diri untuk segera melangkah masuk ke dalam sana.
"Selamat pagi pak." Jisung menyapa ramah kepada satpam yang tengah berjaga, sosok dengan kumis tebal di bawah hidungnya mengulas senyum tipis kemudian menganggukkan kepala guna menjawab sapaan Jisung tadi.
Jisung membawa kaki kecilnya melangkah melewati koridor dengan lantai putih yang terlihat sangat bersih juga mengkilat, petugas kebersihan tentu bekerja ektra untuk itu. Kelas dan beberapa ruangan telah ia lewati, tak ayal matanya melirik plang yang terpasang di atas pintu kelas, hanya untuk memastikan jika dirinya tak salah memasuki ruang belajar.
Saat tulisan XII IPA 1 memasuki retina, Jisung segera membelokkan kaki kecil tersebut, menggeser ke samping pintu kaca dengan bingkai kayu di sisinya.
Beberapa bulan tak mendatangi tempat ini, Jisung tentu masih ingat dimana tempat seharusnya dia duduk. Baris nomor dua dari depan, dekat dengan tembok dan berhadapan langsung dengan meja guru.
Berbeda seperti sebelumnya, Jisung tentu tak akan kebingungan sekarang, dia sudah ingat masa yang sekarang ia datangi, menjelajahi waktu ternyata tak serumit adegan dalam science fiction.
Dua pekan lagi ujian kelulusan akan diadakan, dan dalam kurun waktu singkat tersebut Jisung harus bisa memperbaiki takdirnya untuk masa depan. Dia tentu tak ingin menyesal untuk ketiga kalinya.
Pemuda manis itu segera duduk di kursi kayu miliknya, meletakkan tas di atas meja lalu mengeluarkan sebuah buku beserta pulpen dari dalam sana.
Dagu ia tumpukan pada tangan yang tersangga di atas meja, sibuk mengamati langit di luar sana yang tengah bersinar cerah dengan beberapa awan menutupi di berbagai sisi. Pikiannya menerawang jauh, mencoba merangkai semua kejadian yang bisa ia kaitkan menjadi satu, menarik benang merah sebelum akhirnya menemukan jalan keluar yang selalu ia pertanyakan sejak lama.
Tangan dengan jari jari mungil itu bergerak menorehkan tinta di atas kertas putih, membuat catatan tentang pengalaman yang telah ia lewati.
Jisung mempunyai kendali dan kesadaran penuh atas keadaannya kini, ia kembali ke masa lalu karena permintaan pada sang dandelion, Jisung hanya tak ingin kehilangan sosok yang begitu ia cintai.
Dari takdir yang seharusnya, ia telah gagal. Keajaiban dandelion pertama pun berakhir dengan hasil yang sama, gagal.
Lalu kali ini, Jisung tak akan menyia nyiakan kesempatan. Keajaiban dandelion kembali berbaik hati dan membawanya ke sini untuk memperbaiki masa depan.
Semoga kali ini, Jisung bisa menyelamatkan sang terkasih, Lee Minho.
Sebercak rasa takut menodai hati, dia sudah dua kali gagal, lalu apakah sekarang dirinya bisa menghindarkan Minho dari kematian?
Gerakan tangan terhenti, Jisung dilingkupi rasa ragu.
Apapun yang ia pilih, pada akhirnya Minho tetap meninggal.
Apa yang harus Jisung lakukan?
━━━━━━━━━ ⚘ ━━━━━━━━━━
d a n d e l i o n
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━
KAMU SEDANG MEMBACA
Antologi; Flower Me [Minsung] ✔
Fanfiction⌗Antologi; Flower Me Menghadirkan antologi fanfiction dengan empat judul berbeda. •──────── f l o w e r m e ─────────• Yang bisa Jisung lakukan hanya berharap pada keajaiban dandelion. ↬dandelion. Minho belajar membuat origami kertas supaya pemuda...