Hari ini Minho kembali berjaga di toko bersama sang nenek. Pemuda tampan itu memaksa untuk datang, dia tentu merasa tak enak karena jarang membantu neneknya yang sudah sangan renta di umurnya sekarang.
Memang Minho datang, namun yang ia lakukan sama sekali taik membantu. Sejak beberapa menit yang lalu Minho duduk diam sembari melamun, membuat perhatian sang nenek seketika tercuri.
Ia tentu merasa khawatir melihat cucunya yang kembali berubah pendiam, sama seperti saat kedua orang tuanya meninggal.
Wanita berkulit keriput itu lantas mengambil duduk pada kursi kayu di sebelah Minho, kebetulan sedang tak ada pelanggan yang datang jadi mereka mempunyai waktu untuk berbincang.
"Apa yang menganggumu?"
Lihat, Minho bahkan tersentak kaget karena suara pelan sang nenek.
Minho sejak kecil memanglah anak yang cukup terbuka, apalagi jika sudah berhadapan dengan keluarga, maka dari itu, tak memerlukan tenaga ekstra, Minho akan menceritakan masalahnya dengan mudah.
Bibir tipis itu cemberut, menampilkan ekspresi manja yang tertutupi oleh wajah tampannya. Inilah Minho, sosok pemuda yang suka ketika dirinya dimanja.
Tapi tenang saja, tak perlu meragukan statusnya sebagai dominan. Apabila berhadapan dengan orang lain, maka Minho tak akan menunjukkan sifat yang ini.
"Nek, aku berencana untuk menyatakan perasaan pada seseorang besok."
Minho beringsut dan memeluk tubuh ringkih sang nenek.
Yang lebih tua lantas mengelus surai cucunya dengan sayang.
"Nyatakan saja."
Minho sedikit menjauhkan tubuh guna menatap sang nenek yang terlihat cukup santai. Tak tahukan dia jika Minho tengah dilanda kebingungan sekarang?
"Tapi nek, aku tak tahu harus memberikan apa. Dia suka bunga namun alergi dengan serbuknya. Selain hal itu, aku tak mengetahui apa yang ia sukai." pemuda bermata tajam itu menjelaskan panjang lebar.
Sang nenek masih menaggapi dengan ringan, "Jika begitu maka bungkus saja."
Kening Minho menyerngit, tak terlalu mengerti dengan apa yang dimaksud.
"Maksud nenek?"
"Pikirkanlah sayang."
Setelah menempuh hidup selama puluhan tahun, tentu hal yang mudah untuk memberi saran kepada cucunya, namun ia ingin hal tersebut dipikirkan sendiri oleh Minho, karena hal itu akan terasa lebih spesial.
Sang nenek lantas bangkit lalu berjalan ke meja kasir, mendudukkan diri di sana, sengaja memberi ruang untuk Minho larut dalam pikiran.
Hampir satu menit memutar otak dengan keras, pada akhirnya Minho berseru senang, sangat senang bahkan membuatnya hampir memukul meja di depan sana.
"Aku mengerti nenek, terimakasihh~" Minho menolehkan kepala ke arah sang nenek yang tersenyum di belakang sana.
Wanita berumur 50 an tahun itu lantas membuka laci laci yang terletak cukup tersembunyi, mengeluarkan kotak kayu berukuran kecil dengan warna coklat dari dalam sana.
"Minho kemarilah."
Pemuda dengan tahi lalat di ujung hidungnya itu tentu menurut, dengan cepat Minho membawa langkahnya menghampiri sang nenek.
"Ada apa nek?"
"Jarang sekali nenek melihatmu tersenyum seperti ini, apa dia membuatmu begitu bahagia?"
Yang ditanya segera mengangguk mantap, "Iya nek, lebih dari yang kutahu."
Sang nenek mengulas senyum, ia tentu paham apa yang tengah Minho rasakan saat ini. Mungkin sama seperti perasaannya pada sosok pemuda puluhan tahun lalu yang kini sudah tenang di pangkuan Tuhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antologi; Flower Me [Minsung] ✔
Fanfiction⌗Antologi; Flower Me Menghadirkan antologi fanfiction dengan empat judul berbeda. •──────── f l o w e r m e ─────────• Yang bisa Jisung lakukan hanya berharap pada keajaiban dandelion. ↬dandelion. Minho belajar membuat origami kertas supaya pemuda...