"Minho, aku mencintaimu."
Srett...
Gesekan pada senar gitar itu terhenti seketika. Minho langsung menolehkan pandangannya ke arah Jisung dengan raut keheranan.
Oh ayolah, padahal tadi mereka tengah duduk di samping jendela sembari menyanyi bersama dengan atmosfir nyaman yang melingkupi, lalu kenapa sekarang keadaan mampu berubah dengan cepat hanya karena pernyataan Jisung tadi?
Jisung menatap Minho lekat, menandakan jika dirinya tak main main dengan ucapan barusan. Sesuatu yang membuat dada Minho berdetak lebih cepat dari yang seharusnya.
"Ji, kau gila? Hantu dan manusia tidak akan bisa bersama, selamanya!" hanya itu lontaran kata sebagai jawaban atas pernyataan Jisung.
Si manis mengulas senyum simpul, ia tentu sudah memprediksi jawaban seperti ini, bahkan jika boleh jujur, Jisung sempat memikirkan jawaban lebih buruk dari itu.
Suatu harapan kecil yang coba ia bangun hancur seketika. Pikiran negatifnya menang.
Mereka terjebak dalam keheningan malam, ditemani suara jangkrik dari bawah sana juga desiran angin yang menggerakkan dedaunan.
Tidak, sebenarnya bukan itu maksud Minho.
Pemuda dengan tatapan tajamnya itu hanya- entahlah bagaimana cara menjelaskannya. Tapi yang pasti minho tak ingin Jisung mendesaknya sehingga Minho sampai kelepasan turut menyampaikan isi hati yang kini semakin bergejolak di dalam sana.
Tidak, ini tidak benar.
Kalimat yang terus coba Minho lontarkan dalam hati, memaksa ideologi itu masuk ke dalam sel sel pada syaraf otaknya.
Tolong jangan buat Minho menyatakannya karena hal itu akan membuat semua jauh lebih rumit.
Hal ini terlalu mustahil. Mereka berbeda alam, Jisung sudah meninggal dan tak mungkin bisa hidup kembali.
Ritual ritual gila yang ada dalam buku tua pun terdengar sangat konyol untuk dilakukan.
Tak ada cara.
Semua buntu.
Game over adalah kata yang sudah mengiringi langkah mereka selama ini. Sejak awal, sejak pertama kali mereka bertemu.
Hantu manis itu lantas menganggukkan kepala, mengiyakan ucapan yang lebih tua.
"Kau benar, aku sudah gila." kekehan miris terlontar begitu saja, tentu terdengar menyakitkan di telinga Minho. Tapi, inilah jalan yang terbaik.
Mulut tipis itu masih bungkam, memberi kesempatan untuk Jisung melanjutkan sesuatu yang sepertinya masih mengganjal.
"Maafkan aku Minho. Aku mengatakan hal tersebut supaya aku bisa mengambil langkah selanjutnya dengan benar."
Dan tentu saja supaya ia bisa mengeksekusi perasaannya dengan baik.
Tak tahu kenapa, Minho justru merasa tengah ditampar secara halus saat ini.
Tatapan tanpa jiwa itu terlihat teduh, memandangi Minho dengan cara paling lembut yang ia bisa. Membuat sudut hati yang lebih tua serasa diremas seketika.
Tak kuat, Minho mengalihkan pandangannya ke gelapnya langit malam.
"Jadi Minho, aku akan tetap di sisimu jika kau mengizinkan dan aku akan pergi jika kau menginginkannya."
Mendengar ucapan lemah tersebut, Minho seketika tertegun. Ingin rasanya menoleh guna membalas pandangan Jisung –yang Minho yakini masih mengarah padanya- namun sepertinya Minho tak punya cukup kekuatan untuk melakukan hal tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antologi; Flower Me [Minsung] ✔
Fanfic⌗Antologi; Flower Me Menghadirkan antologi fanfiction dengan empat judul berbeda. •──────── f l o w e r m e ─────────• Yang bisa Jisung lakukan hanya berharap pada keajaiban dandelion. ↬dandelion. Minho belajar membuat origami kertas supaya pemuda...