"Minta maaf hanya untuk orang yang bersalah, gue sama sekali nggak bersalah di sini. Jadi, buat apa minta maaf?"
-Alvarel Gioniel
Kyara menggeliat di kasur berusaha mengumpulkan nyawa. Gadis itu mengusap-usap matanya melirik pada jam dinding, masih pukul empat lewat tiga puluh pagi.
"Hooaaam." Kyara menguap.
Perlahan gadis itu membuka matanya lalu beranjak duduk. Setelah merasa nyawanya terkumpul batulah Kyara beranjak menuju kamar mandi untuk bersiap-siap pergi ke sekolah.
Sekitar dua puluh menit bersiap, Kyara sudah selesai dengan seragam sekolah lengkap. Riasan di wajahnya tidak berlebihan, hanya mengoleskan sedikit bedak di wajah dan sedikit liptint di bibirnya. Ia memasukkan satu-persatu buku catatannya yang ada di atas meja belajar.
Kyara keluar dari kamar, menuruni anak tangga, meletakkan ransel dan ponselnya di atas sofa yang ada di ruang tamu. Kemudian melangkah ke arah meja makan untuk sarapan terlebih dahulu sebelum berangkat sekolah. Di sana sudah ada Saras dan Mira menunggunya. Kedua wanita itu tersenyum, Kyara membalas dengan senyuman juga.
"Pagi, Bunda. Pagi, Nenek," sapanya lalu duduk di kursi sebelah Saras.
"Pagi."
"Pagi, Sayang."
Kyara tidak melihat kehadiran Handika disana. Tidak biasanya seperti itu, ayahnya selalu sarapan sebelum pergi ke kantor.
"Bun, Papa udah berangkat?" tanya Kyara pada Saras.
"U-udah sayang," jawab Saras berbohong. Handika belum sarapan bahkan laki-laki itu sendiri tidak pulang sejak tadi malam. Saras sendiri mengetahui apa alasannya dan ia terpaksa berbohong kepada Kyara.
Kyara hanya ber'ohria dan mengangguk.
"Udah gak usah dibahas, kamu sarapan dulu aja."
Kyara menoleh pada Mira, neneknya. Wanita itu menuangkan nasi goreng ke dalam piring lalu memberikannya kepada Kyara. Gadis itu tersenyum dan menerima nasi goreng dengan telur ceplok di atasnya.
"Makasih, Nek," ucap Kyara.
Gadis itu sangat bahagia karena masih punya dua orang yang sangat menyayanginya. Meskipun Papa yang ia anggap sebagai panutan dalam hidupnya tidak memperlakukan dirinya seperti itu.
Setelah selesai sarapan, Kyara beranjak lalu meraih ransel dan ponselnya yang terletak di sofa ruang tamu, kemudian kembali ke meja makan untuk berpamitan kepada Saras dan Mira.
Gadis dengan bandana merah itu mencium punggung tangan kedua wanita di depannya bergantian lalu melangkah keluar. Pasti Lija sudah menunggunya disana.
"Kyara pamit ya, Bunda. Assalamualaikum."
Kyara menutup pintu, setelah itu masuk ke dalam mobil berwarna merah milik Lija yang sudah terparkir di depan rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIANTARA DUA HATI: KYARA BUKAN KEYRA [END]
Teen Fiction[Selesai + Part Masih Lengkap] "𝐒𝐚𝐭𝐮 𝐫𝐚𝐬𝐚 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐫𝐚𝐠𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐛𝐞𝐫𝐛𝐞𝐝𝐚." "Ra, lo tadi ke taman?" "Nggak. Dari tadi gue sama Lija di rumah aja, nggak ke mana-mana." "Terus yang tadi gue ajak ngobrol siapa?" "Hah?" *** Kisah ini...