12. Kenyataan Pahit

537 100 7
                                    

“Terkadang, kamu butuh teman untuk berbagi cerita. Atau bahkan sekedar pengalihan untuk melupakan masalah yang sedang kamu hadapi.”

—Kyara Zahira

Tanpa terasa malam hari sudah tiba, Kyara sudah sampai di rumah dengan seragam yang masih menempel di badannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tanpa terasa malam hari sudah tiba, Kyara sudah sampai di rumah dengan seragam yang masih menempel di badannya. Gadis itu membaringkan tubuh di sofa kamar. Setelah seharian bersama anak Panti tadi rasanya lelah juga.

Kyara memejamkan mata untuk beristirahat sebentar. Tetapi belum lama ia memejamkan matanya, terdengar suara ribut dari kamar sebelah. Membuat Kyara penasaran lalu beranjak keluar untuk memastikan keributan itu.

Gadis itu berhenti di depan pintu kamar yang bersebelahan dengan kamarnya. Meraih knock pintu berniat untuk membukanya, tetapi ia mengurungkannya karena mendengar sekilas percakapan dari dalam kamar tersebut.

“Kyara bukan anak saya!”

Deg.

Kyara mematung di tempat, seketika suasana berubah hening dan sedikit mencekam, aneh. Dadanya sesak, sesaat ia berhenti bernapas, menahan sakit saat mendengar kalimat itu keluar dari mulut orang yang ia sayangi. Butiran bening menetes begitu saja di pipinya. Itu adalah suara Handika--ayahnya.

Apa maksud perkataan itu? Kyara bukan anak dari Handika?

Kyara terus saja bertanya pada dirinya sendiri hingga sesaat kemudian gadis itu langsung masuk ke dalam kamar dengan air mata yang sudah membasahi wajahnya.

Cklekk.

Pintu terbuka dengan decitan yang terdengar menyayat, mewakili perasaan Kyara yang terluka. Kedua orang yang tengah berdiri di dalam sana menoleh, terkejut dengan kehadiran gadis itu. Dengan langkah lunglai, Kyara menghampiri ibunya.

“Maksudnya apa, Bunda?” tanya Kyara disertai isakan.

Gadis itu ingin menanyakan langsung kepada ayahnya, tetapi ia tidak punya keberanian untuk itu. Menatap mata Handika saja sudah membuat nyalinya ciut. Saras terdiam saat Kyara bertanya, ia tidak tahu harus menjawab apa, lalu detik berikutnya, ia mendekat pada putrinya.

“Kakak kok di sini? B-belum tidur?” tanya Saras terbata, mengalihkan pembicaraan.

“Gak usah mengalihkan pembicaraan, Bunda. Kyara udah dengar semuanya!” Nada bicara Kyara meninggi. Sesak di dalam hatinya membuat dia lupa bahwa wanita di depannya itu adalah ibunya.

Saras hanya bisa menangis, mungkin sudah saatnya untuk Kyara mengetahui semua ini. Tidak ada yang harus di tutup-tutupi lagi sekarang. Saras mendekat lalu memeluk Kyara.

“Semua yang kamu dengar itu benar!”

Suara itu bukan dari Saras, melainkan Handika yang sedari tadi diam. Saras melepaskan pelukannya begitu juga dengan Kyara.

DIANTARA DUA HATI: KYARA BUKAN KEYRA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang