Namjoon -18 Juli tahun 22

137 27 0
                                    


Jika aku tidak percaya mimpi Taehyung dan sesuatu memang terjadi, aku tidak akan bisa memaafkan diriku sendiri.

Taehyung menelepon saat siang. Hujan yang sudah turun selama 5 hari berturut-turut sudah mereda menyisakan gerimis. "Kau akan melakukannya hari ini, 'kan?"

Aku bertemu dengannya di halte bis Stasiun Songju pukul 7 lewat sedikit. Hujan akhirnya berhenti, dan sekarang hanya angin yang berhembus. Angin mendorong awan hitam menjauh dan menampakkan langit gelap dan biru. Kami memakan sandwich dan gimbap yang Taehyung bawa di halte. Tanggal kedaluarsanya hampir tiba dan bahkan sudah terlewat. Kereta yang berangkat dari Stasiun Songju menambah kecepatan dan menghilang dari pandangan.

Kami melewati City Hall dan turun di halte sebelah bioskop. Toserba yang kami bicarakan terletak 100 meter dari persimpangan jalan. Perasaan berharap dan takut yang aneh terlintas. Taehyung bilang dia melihat masa depan di mimpinya. Aku berkata bahwa mempercayai hal yang sulit dipercaya berarti kau mempercayainya, tapi aku adalah orang yang realistis. Di lain waktu, aku diliputi keraguan dan ketidakpercayaan. Dan aku menanyai diriku: Apakah aku percaya Taehyung? Dan jawabannya selalu sama.

"Lihat!" Taehyung berhenti dan menarik lengan bajuku, aku juga berhenti. Taehyung menunjuk logo clover berdaun empat. Dan di luarnya, orang-orang sedang mengganti baliho. Minuman energi diturunkan, dan sesuatu yang baru dipasang. Kopi kaleng.

Kami tak tahu siapa yang mulai berlari. Itu hanya berjarak sekitar 40 atau 50 meter, dan takkan membuat perubahan apapun jika kami sampai lebih cepat. Baliho kopi kaleng tidak akan diturunkan dan gedung di seberangnya takkan menghilang, tapi kami terburu-buru ke sana. Kami sampai di gedung berbaliho itu terengah-engah, melihat ke sekitar. Sudah larut, tapi tempat ini masih ramai.

Aku berkata, "Ayo naik. Kita tidak bisa melihat dari sini." Kami pergi ke gedung, masuk ke elevator, dan menuju ke rooftop. Kami sudah ke sini sebelumnya, tapi waktu itu pintu besi menuju rooftop terkunci dan yang bisa kami lakukan hanya mendongakkan leher ke jendela di tangga. Tapi sekarang, karena mereka sedang mengganti baliho, pintunya terbuka.

Ada suara dentingan besi yang besar saat kami melewati pintu. Terkejut, kami melihat satu sama lain. Para pekerja sedang memperbaiki baliho. Kami melihat gedung di seberang-City Hall di sebelah kiri dan rel kereta di kanan. Di belakang kami adalah sebuah mall, pusat kesejahteraan kabupaten, dan beberapa gedung komersial. Tidak ada yang terlihat lebih tinggi dari gedung tujuh lantai. "Pasti salah satu dari itu." Kami meneliti setiap gedung.

"Kalian di sana! Apa yang kalian lakukan?" Satpam gedung menghampiri kami. "Apakah kalian di sini karena baliho?" Tepat setelah aku akan mengatakan sesuatu, Taehyung menarikku ke sisinya. "Di sana! Lihat ke sana!"

Aku melihat ke arah yang ditunjuk Taehyung-sebuah gedung di kejauhan diantara mall dan garasi parkir. Kami tidak yakin tapi itu terlihat setinggi 5 lantai. Aku melihat Taehyung, dan kami mulai berlari menuruni rooftop.

Kami turun menggunakan elevator dan berlari  di udara. Kami berkeringat dan jantung kami berdebar-debar.

Kami berbalik saat sampai di gedung itu. Kami melihat ke bawah ke logo clover dan baliho kopi kaleng. Gedung ini hanya 5 lantai, tapi kami mendaki ke jalan menanjak tadi. Gedung ini terletak di puncak lereng. Jika kami masuk, kami pasti bisa melihat seluruh kota dari sana.

Kami melihat ke atas gedung itu. Lampu beberapa kantor menyala. Karena dekat dengan City Hall, ada beberapa CPA (Akuntan Publik) atau kantor hukum. Lampu di kantor paling tinggi di lantai lima menyala. Dan di sana ada nama familiar yang digantung di jendela. Kantor Anggota Dewan Nasional, Kim Changjun.

"Siapa itu?" tanya Taehyung. "Kau tak tahu?" Aku melihatnya. Taehyung melihatku dengan pandangan polos.

Dari waktu ke waktu, aku heran dengan Taehyung. Dia sangat tebal muka dengan hal-hal yang tidak dia ketahui, hal-hal yang tidak kupercaya dia tidak tahu. Kim Taehyung tidak punya keraguan untuk melihat hal-hal yang aku takuti bahkan hanya untuk mendekatinya. Saat tidak ada orang yang mau membantumu, Kim Taehyung tidak akan berpikir dua kali untuk menawarkannya. Aku menjawab, "Dia ayah Seokjin."

Kami menaiki tangga darurat ke lantai lima. Kami melihat ke lorong setelah keluar dari pintu. Ini bukan gedung yang besar. Cahaya memancar dari pintu kaca di salah satu sisi lorong.

Sebuah foto besar digantung di sebelah kiri pintu kaca itu, foto Kim Changjun tersenyum dan berjabat tangan dengan pemilihnya. Sebuah kalimat tertulis di atas kepalanya: Saat kau pergi sendiri, kau bisa pergi dengan cepat; saat kau pergi bersama-sama, kau bisa pergi lebih jauh.

Di sebelah kanan pintu ada papan pengumuman untuk petisi masyarakat. Petisi ditempel di bawah logo Partai Masa Depan Nasional dengan Politisi yang mendengarkan tertulis di sebelahnya. Mengubah Songju menjadi kota inovasi! Untuk Kesuksesan Gedung Area Teknologi. Aku sedang membaca yang lain saat mendengar suara dari dalam kantor. Terkejut, aku dan Taehyung menyembunyikan diri kami.

Dua orang pria dengan kemeja putih keluar merokok. Mereka pasti berkerja di kantor ini. Salah satu dari mereka membuka pintu lebar-lebar. "Kita tidak boleh ketahuan merokok oleh Pak Song." "Ajudan itu tidak akan ada berada di sini sekarang. Kita bisa merokok dan kembali dalam sekejap."

Saat mereka masuk ke elevator, kami mengendap-endap masuk ke kantor. Ada sebuah meja resepsionis dan sebuah meja bundar di belakangnya. Sebuah pintu di belakang kiri meja yang tertulis "Ruang Konferensi". Kami membukanya, apakah itu benar tempat yang dilihat Taehyung di mimpi? Aku berbalik dan melihat Taehyung.

BTS HYYH The Notes 2 [Indonesian ver.]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang