Rumah itu bukan rumah biasa.
Tersimpan banyak kisah dari para penghuninya.
Disclaimer : semuanya hanya fiksi yang tidak ada hubungannya dengan realita sama sekali.
Started : 10 Oktober 2020
End : 14 Januari 2021
Mampir ke Ruang cuy kalau mau tau cerita lengkap tentang 'misterius'nya Rino.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
(visualisasi bonyoknya begini tapi lebih parah)
"Mas Rino kenapa mukanya bonyok gitu?!"
"Biasalah, namanya juga cowok. Berantem dikit kayak jagoan."
Mika memicing curiga kemudian melirik Calvin yang diam saja acuh tak acuh pada muka bonyok temannya. Ya mungkin cowok itu mengerti jika yang namanya laki-laki, berantem adu otot itu sudah umum.
"Mas temen lo tuh, bisa-bisanya lo diem aja."
Calvin melirik sekilas. "Namanya juga cowok. Udah biarin aja."
Mika mendengus sebal karena respon cuek Calvin. Cewek itu langsung mengambil kotak P3K yang ada di laci di ruang tengah.
"Mas, dibersihin dulu!" ujar Mika yang membuat Rino meletakkan tasnya di meja belajar kemudian menghampiri cowok itu.
Dengan sabar Mika mulai merawat luka di wajah Rino. Tidak ada percakapan di antara mereka berdua. Rino diam saja tanpa berminat mengatakan apapun.
Mika dan Rino tidak terlalu dekat di rumah ini, intraksi merekapun terbatas mengingat Rino lebih suka menghabiskan waktu di dalam kamar sendirian sambil bekerja—jadi joki skripsi. Namun bukan berarti Mika tidak sadar ada yang berbeda dari Rino sore ini.
"Mas," panggil Mika dengan suara lirih.
Rino melirik saja tidak bersuara sama sekali.
"Ada apa?"
Rino menggeleng kemudian menundukkan kepala.
"Jangan nunduk, kan gue nggak bisa bersihinnya," kata Mika menarik dagu cowok itu agar wajahnya kembali terangkat.
Prima yang berjalan dari arah dapur mendadak berhenti saat melihat wajah menyedihkan Rino.
"Ya ampun Mas, lo abis nyungsep dimana?" tanya Prima urung kembali ke kamar dan malah memilih duduk di belakang Mika. "Ih parah banget loh itu. Ditonjok ya?"
"Hm, gitulah," jawab Rino diiringi kekehan kecil.
"Kok bisa sih, Mas?"
"Gue... gue salah sih tadi, jadi gue nggak banyak ngelawan."
"Masalahnya apa?" tanya Mika yang telah menyelesaikan perawatannya pada wajah Rino. "Emang nggak bisa diomongin baik-baik? Harus banget pakai otot gitu?"
Rino lagi-lagi menunduk sambil memainkan jari-jari tangannya yang tampak juga terluka. Mungkin karena jatuh saat ditonjok, bisa jadi. "Salah gue besar banget soalnya. Gue pantes dapet ini, bahkan dapet lebih dari ini."
Prima dan Mika saling memandang karena tidak mengerti apa maksud dari omongan cowok ini. Kesalahan besar macam apa sampai mampu membuatnya pantas mendapatkan pukulan separah ini, bahkan lebih.