"Mik," panggil Prima membuat gadis yang sedang masak mie instan itu menoleh.
"Apa?" sahut Mika sambil mengaduk mie dalam panci.
"Gue pengin cerita, gue lagi naksir orang," kata Prima sambil senyum-senyum mencurigakan.
"Eh bentar! Lo baru aja menghianati gue, terus sekarang lo mau cerita sama gue? Asem lo ye!"
"Ha?" Prima mengerutkan kening tidak mengerti.
"Lo habis nyalon sama Esa kan tadi siang! Punya voucher diskon bukannya dibagi sama gue malah sama Esa. Penghianat lo dasar!"
Felix duduk di sofa ruang tengah mendengarkan ocehan mereka berdua. Ia mengangkat kaki kanan dan memotongi kukunya.
"Hadeeeh perkara voucher diskon doang," gerutu Prima mengerucutkan bibir merasa hal kecil itu tak perlu dipermasalahkan. "Gue traktir nyalon deh bulan depan kalau udah dapet transferan."
Mika memutar bola matanya. "Sekarang aja belum tanggal sepuluh, lama bener."
"Berisik lo ah! Gue kan mau cerita!" protes Prima memukul meja saking kesalnya.
"Yaudah buruan," jawab Mika akhirnya mau mendengar.
"Assalamualaikum!"
Prima baru saja tarik napas saat sebuah salam terdengar dari pintu masuk.
"Bukain Lix, lo yang paling gabut." Prima memerintah.
"Enak aja, gue sibuk! Kaki kiri gue kukunya belum dipotongin," tolak Felix mengangkat kaki kiri, berniat pamer kukunya yang masih panjang.
"Gue aja!" sahut Mika sebelum Prima mengoceh menyuruh Felix untuk mmbukakan pintu lagi.
"Assalamualaikum!"
"WAALAIKUMSALAM, SABAR!" balas Mika dari dalam sambil menambah kecepatan langkahnya. Dengan wajah agak masam Mika membukakan pintu. "Iya mau nyari siap—"
Mika mengerjapkan mata melihat siapa yang sedang berdiri di hadapannya. Entah mengapa tubuhnya menjadi kaku seketika.
Orang yang berdiri di depan Mika itu adalah seorang lelaki berwajah tampan dengan pakaian rumahan biasa tapi masih terlihat keren. Kedua tangannya membawa dua kantong plastik. Kini pemuda itu tersenyum manis.
"Bentar ya, Bang," ucap Mika sambil berjalan mundur.
Gadis itu merutuk dalam hati karena tadi sudah berteriak tak sabaran sebelum membuka pintu. Tahu yang datang Adimas, pasti Mika akan tampil lebih rapi. Satidaknya rambut itu lebih tertata, tidak seperti singa baru bangun tidur begini.
"Lix tolong dong, di depan ada Bang Dimas," kata Mika menggerakkan pundak cowok itu brutal.
"Eh gue lagi potong kuku nih, ntar kena dagingnya!" protes Felix menyingkirkan tangan gadis itu dari pundaknya. "Emang kenapa sih kalau ada Bang Dimas?"
"Deg-degan gue Nyet!"
"Halah biasanya juga lo ngemis ke Babeh buat dijadiin calon mantu. Sekarang ketemu Bang Dimas jiper, aneh lo!" sahut Prima sambil mengangkat mie instan Mika yang sudah matang.
"Sumpah tolongin. Gue nggak tau Bang Dimas maksudnya apaan ke sini."
"Yang pasti bukan mau nemuin lo sih. Kurang kerjaan amat," jawab Felix langsung mendapatkan pukulan di belakang kepalanya.
"Buruan elah! Kasihan itu nunggu di depan!!" perintah Mika pada Felix.
"Ngapain sih malu-malu segala? Biasanya juga malu-maluin."
"YAUDAH GUE AJA!"
Prima gedeg sendiri lihat teman-temannya malah ribut. Ia berjalan ke pintu dan menemui Adimas. Tidak banyak obrolan yang terjadi karena tujuan Adimas ke sini hanya memberi makanan ke anak-anak rumah, baru dapat rezeki katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Housemates
Roman pour AdolescentsRumah itu bukan rumah biasa. Tersimpan banyak kisah dari para penghuninya. Disclaimer : semuanya hanya fiksi yang tidak ada hubungannya dengan realita sama sekali. Started : 10 Oktober 2020 End : 14 Januari 2021