Alis Zola bertaut, tak mengerti maksud Ervan yang sebenarnya. "Kok khawatir sih? Jangan terlalu khawatir, Zola baik-baik aja, okey."
Diambilnya kedua tangan Ervan, menggenggam tangan laki-laki itu erat lalu terangkat hingga sedada, Zola tersenyum hingga matanya menyipit. "Katanya Ervan punya feeling sama Zola, pasti tau saat bahagia atau saat Zola sedih, diri ini aja tak perlu khawatir karena ada Ervan."
Perlahan mata Ervan mendongak menatap Zola, membuat hatinya bergemuruh hebat, ia berusaha tersenyum agar perempuan itu tak perlu khawatir.
"Zola ke kelas ya, bay."
Cewek itu melepaskan genggaman tangan mereka, kemudian berbalik dan melangkahkan kaki tanpa berpaling lagi, Ervan masih setia meandangi punggung itu hingga menghilang dari pandangan mata.
♫♫♫
"Ayo Zya!"
Tangan Zola lincah bergerak di area mejanya, menyusun semua buku menjadi satu tumpukan. Setelah dirasa telah rapi, ia mengeluarkan bekal dari dalam tas, menoleh ke sebelah kiri dengan pelaku yang sudah lebih dulu berdiri. Tatapan Zola refleks melihat buku-buku yang terbuka dengan kertas terlipat di sudutnya, di antara buku-buku itu terdapat pena dan bekas coretan di meja warisan tahun 2011.
"Itu buku, gak diberesin?" tunjuknya dengan gelengan kepala.
Penyuka pentol itu mengedikkan bahu seraya menaik-turunkan alis. "Kalau untuk menemui Esa gak perlu."
Tangan Zola terlipat di dadanya, memandang Zya dengan helaan nafas. "Gimana Esa mau sama Zya, kalau nyusun buku aja gak mau."
"Udah, ayo!"
Tanpa mendengar ocehan lagi, ia langsung menarik lengan Zola keluar dari kelas. Langkah kaki Zya bergerak cepat dengan langkah kaki melebar disertai bibir yang melengkung indah. Zola bersusah payah mensejajarkan langkah kakinya, sampai melirik perempuan itu berkali-kali.
Dengan tangan yang masih setia menggenggam bekal berwarna biru yang berisikan roti panggang buatannya, akan ia berikan kepada pemain inti tim basket itu.
Tatapan Zola mengarah ke depan lorong anak kelas 12, beberapa di antaranya tersenyum ke arah mereka. Tak lama dari lorong, Zya berhenti berjalan di depan ruang kelas yang bertuliskan 12 IPS 1. Zya tersenyum ke arah laki-laki yang bersandar di samping pintu kelas. "Permisi Kak Tito ... Kak Esa, ada?"
Cowok dengan jidat lebar dengan rambut yang disisir rapi ke belakang itu, memindai dari atas sampai ke bawah penampilan mereka, Zola buru-buru menundukkan pandangan, sedangkan Zya, balas menatap dengan tatapan datar.
"Buat apa nyari Esa? Tapi ada tuh di dalam." Dahi Tito berkerut, menunggu penjelasan dua perempuan di depannya, Zya melirik ke arah Zola sebelum ia membuka suara.
"Ini ... Zola ... ada yang mau bicara sama Kak Esa."
Tito membulatkan mulut sambil mengangguk singkat. "Ooh, sebentar."
Laki laki itu masuk ke dalam kelas, membuat Zya mendekatkan diri ke Zola. "Sabar ya, prosesnya lama. Ini juga gak tau Kak Esa bakal keluar atau nggak."
Esa yang tengah menyalin catatan sejarah, meletakkan pena di atas meja saat penglihatannya terhalang.
"Esa, ada yang nyariin elu tuh."
"Siapa?" tanyanya sembari menyandarkan punggung di kursi.
Tito mendekat, menepuk pundak laki-laki itu pelan, ia berbisik tepat di samping telinga Esa. "Dua perempuan, yang satunya Zya, satu lagi gak tau siapa."
Esa memutar bola mata dengan malas, mengambil penanya lagi lalu menggeleng ke arah Tito. "Suruh dia balik ke kelasnya."
Tito kemudian berjalan ke arah luar menemui dua perempuan itu, meletakkan sebelah tangannya di pintu. "Esa gak mau ketemu, lagi sibuk."
KAMU SEDANG MEMBACA
Youand He [Proses Revisi]
Teen FictionRazola Pramisya, perempuan bermata sipit dan penyuka kucing serta cokelat ini, bersahabat sejak kecil dengan Ervan Rava Abiandra, pangeran masa kecilnya. Hubungan mereka terjalin amat baik, bahkan harus menyembunyikan rasa yang berlebih agar semuany...