Brum ... Brum
Suara motor ninja terdengar jelas di telinga. “Siapa ya?”Zola berdiri menggunakan kruk yang baru dibeli Pak Sutanto kemarin sore, ia melangkahkan kaki ke arah pintu depan. Matanya membulat, menatap motor ninja yang berwarna putih mengkilap dengan seorang cowok yang tengah melepaskan helm.
Melirik sekilas ke arah Zola, ia turun dari motor, menggandeng satu keranjang buah di tangan. Esa mendekat, menipiskan jarak di antara mereka, “Kak ... Esa?”
Esa berhenti di hadapan Zola, memasang wajah datar seperti biasa. "Bunda Dysa di mana?”Cewek itu terkesiap, menatap manik mata Esa gelagapan. “Emm, ada di belakang.”
Tersenyum tipis saat Zola menoleh ke arah lain, menatap dengan sepenuh hati.
“Hm, kenapa Kak?”
Mata Esa teralihkan ke arah lain, kemudian menggeleng kukuh. “Tidak kenapa-kenapa.”
Jawaban dari Esa membuat Zola mengangguk-anggukkan kepalanya beberapa kali. “Oh ya udah masuk dulu, Kak. Duduk di rumah.”
Zola mempersilakan Esa masuk, ia melangkah pelan-pelan.
“Aw.” Zola meringis, kakinya masih tak kuat memijak lantai, satu tangan kekar meraih tangannya lembut, merangkul bahu Zola dalam diam.
“Makasih untuk banyak makasih, Kak.”
Esa mengangguk, membawa Zola ke arah kursi dan mendudukkannya lalu, Meletakkan keranjang buah di atas meja, tidak ada yang saling bicara di antara mereka.
“Eh ... ada Esa ya, mau minum apa biar bunda buat dulu?”Mereka lantas menoleh ke arah bunda yang baru saja datang dari belakang, Esa menggeleng kan kepalanya. “Em, nggak usah Bunda, gak haus.”
Bunda Dysa mengukir senyum di wajahnya. “Ya udah, Bunda pergi ke belakang lagi ya,” pamitnya sebelum beranjak pergi.
Saat mata Zola teralih dari tatapan ke Bunda, pandangannya langsung terserobok dengan mata milik Esa, ia menggeleng dengan cepat, mengalihkan pandangan matanya lagi.
“Zola kenapa?’
Balik menatap mata laki-laki di sampingnya. “Nggak kok, Kak. Kakak sebenarnya mau ngapain? Zola jadi gak enak.”
Esa menyandarkan punggung di kursi, menarik nafas pelan, kemudian kembali berbicara. “Hanya menghabiskan waktu weekend, tidak masalah, kan?”
Mulut Zola membulat seraya mengukir senyuman tipis. “Tidak masalah, Kak.”
Perhatian Esa teralihkan menatap ke arah luar, ke arah dedaunan yang bergoyang-goyang di dahan.
‘Hm, gue belum liat papa lo, kalau kerja pulangnya kapan?”
Pandangan mata Esa masih menatap daun-daun berguguran. “Kalau hari sabtu, biasanya gak kerja, Kak. Karena ada pertemuan sama kliennya, jadi disuruh masuk bentar.””Oh gitu ya. Sepi nih, saudara yang lain ke mana?” tanyanya lagi.
Zola terdiam sesaat, balas menatap mata Esa sejenak. "Zola anak tunggal, Kak."
“Oh.” Esa bangkit dari tempat duduknya melihat ke arah luar, ia berjalan ke arah pintu rumah membuat Zola menatap punggung laki-laki itu dengan wajah berkerut.“Mau ke mana?”
Esa terdiam, ia tetap melangkahkan kakinya ke luar rumah menuju motor ninja putihnya. Zola mengambil kruk yang terletak di samping kursi, bangkit dan berjalan melihat laki-laki itu. Dahinya semakin mengernyit bingung saat Esa berbalik menenteng tas belanja bermotif batik di tangannya.
Laki-laki itu semakin mendekat ke arah Zola, mengulurkan tas belanja itu. "Nih, sepatu lo.”Zola menerima tas belanja dengan ragu-ragu, menatap Esa penuh tanya.
"Tapi kenapa di bungkus gini, Kak?"
Esa memasukkan tangan ke saku celana, ia menaikkan bahunya sambil menaikkan alis. “Gak apa-apa, nanti aja liatnya.”
Zola mengangguk menentang tas belanja di tangan kiri, kemudian meletakkannya di sudut dinding sebelah sofa.
“Eh, itu tempat apa?”Mata Esa mengarah ke arah bangunan di samping rumah, Zola mengikuti arah pandang Esa setelah ia meletakkan tas belanjanya.
“Oh itu, Kakak mau liat? Ayo main kesana!”
Mata Zola berbinar, Esa mengangguk menanggapi kemudian mengikuti Zola yang lebih dulu berjalan, Begitu pintu ruangan itu dibuka, kucing yang sudah dianggap anak kesayangan Zola mendekat, mengeong di bawah kaki sambil menggesek-gesekan tubuhnya.
Esa membelalakkan matanya kaget, ia berhenti di pintu dengan debaran jantung yang berdetak lebih cepat.
“Ngapain berdiri di pintu, Kak? Sini, gendong Pupy yuk!”
Zola menunduk mengelus kepala Pupy dengan sayang, ia ingin menggendong tapi tangannya tak mampu membuat ia mengurungkan niatnya, Esa masih diam di tempatnya dengan dada yang naik turun dengan cepat.
“Kak, ini Pupy-nya, anak kesayangan Zola, coba gendong deh!”
Zola kemudian menoleh, dahinya mengerut menatap Esa yang tampak ketakutan. Pupy mengeong berjalan mendekati Esa, cowok itu lantas membelalakkan matanya dan meloncat ke arah luar. "Hush! Jangan dekat.”
Tangannya terkibas-kibas bermaksud menghentikan kucing kesayangan Zola itu mendekat, Pupy mengeong sekali lagi kembali berjalan ke arah Esa. Zola yang masih di dalam ruangan menganga mulutnya melihat ekspresi Esa, ia berulang kali berusaha menahan tawa.
"Zola! Tolong ambil kucingnya, cepat!”
Cewek itu dengan cepat merespon, mengambil kucing kesayangannya itu dengan susah payah.
Brak
Tongkat Zola jatuh bersamaan dengan tubuhnya yang ambruk, Zola meringis sampai menutup matanya menahan sakit.
“Aw... Kak.”
Esa dengan cepat berlari menghiraukan rasa gelinya pada kucing, mengangkat tubuh Zola menuju rumah di samping bangunan itu. Ia meletakkan tubuh Zola di sofa dengan alis melengkung.“Kakinya masih sakit? Atau mau dibawa ke klinik?”
Zola menutup matanya dengan tangan kiri di kepala, tak memperdulikan pertanyaan Esa yang terlontar untuknya.
“Maaf,” Lirih Esa dengan pandangan tertunduk, Zola membuka mata perlahan memandang laki-laki yang duduk di kursi sebelahnya.
"Iya, Kak? Kenapa minta maaf?”
Esa spontan menoleh, mengalihkan pembicaraannya. “Zola nggak apa-apa?”Zola menggeleng pelan, menggerakkan sebelah kakinya yang baik-baik saja, Esa bangkit, berjalan ke arah luar rumah.
Cewek itu tetap diam, menatap punggung laki-laki itu sembari membenarkan posisinya menjadi duduk, menurunkan kakinya perlahan lalu meraba-raba di sekitar tempat duduk. “Dimana kruk Zola?”
“Ini!” Tangan itu terulur memberikan kruk, Zola mendongak menatap Esa yang berdiri dihadapannya. Ia mengambil kruk itu, kemudian mencoba bangkit sendiri.Zola memandang Esa sekilas saat cowok itu membantunya berdiri.
“Makasih, Kak.”Esa mengangguk, kemudian menakutkan alis saat melihat Zola yang berjalan keluar. “Mau kemana, Zola? Kakinya udah nggak sakit?”
Zola berhenti melangkah, menatap Esa sejenak. “Tadi pintu bangunan sebelah udah ditutup lagi gak, Kak? Nanti kucingnya hilang.”Esa tersenyum tipis, ia berjalan mendekati Zola. "Zola duduk aja, biar gue yang tutup!”
Zola menggeleng cepat tanpa menoleh ke arah Esa, ia menggenggam erat kruk di tangannya. “Jangan, Kak. Biar Zola aja.”
Ia kembali berjalan menuju luar rumah, Esa dengan cepat menghadang, membuat perempuan itu mau tak mau berhenti berjalan.
....Haeyoo balik lagi bersama Nyya, yey!
Terima kasih yang udah baca sampai akhir.
Sampai jumpa di lain waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Youand He [Proses Revisi]
Teen FictionRazola Pramisya, perempuan bermata sipit dan penyuka kucing serta cokelat ini, bersahabat sejak kecil dengan Ervan Rava Abiandra, pangeran masa kecilnya. Hubungan mereka terjalin amat baik, bahkan harus menyembunyikan rasa yang berlebih agar semuany...