Youand He:-15

6 3 0
                                    

"Jangan keras kepala! Gue ada di sini. Gue bisa bantu lo apapun, tunggu ya!”

Laki-laki itu memasang wajahnya datar, kemudian berbalik melangkah ke arah luar, Zola terdiam di tempat, pandangannya menunduk menatap lantai.

“Kenapa masih disini? Duduk lagi!”
Esa menyentuh bahu perempuan di depannya yang masih menundukkan pandangan. “Kakak kenapa baik banget sama Zola?”

Cowok itu melepaskan sentuhan dari bahu Zola yang menatap fokus dan serius ke arahnya. Namun, Esa menggeleng pelan.

“Tidak masalah, kan? Sekedar hm, begitulah.”

Ia merangkul pundak Zola, membantu perempuan itu memutar tubuhnya kembali duduk di sofa.

Zola mengikuti arahan Esa untuk berbalik, berjalan perlahan dan duduk kembali di sofa, Esa yang masih berdiri, memutar arah pandangan mata ke arah kanan dan kiri, terlihat sedang mencari sesuatu.

“Kenapa, Kak? Cari apa?”

Esa beralih menatap perempuan itu. “Sekarang jam berapa ya? Gue gak bawak jam tangan.”

Zola melirik ruang sebelah, ada jam dinding terpampang di sana menunjukkan pukul 11 siang.
“Jam sebelas, Kak.”

Alisnya bertaut menatap Zola tak percaya. "Darimana lo tau?”

Jari telunjuk Zola mengarah ke arah jam dinding di ruangan sebelah yang kebetulan berada di belakang laki-laki itu. Esa berbalik mengikuti arah telunjuk Zola, kemudian mengangguk.

“Oh. Em gue mau ke WC, di mana ya?”

“Ada di belakang dekat samping dapur, kemungkinan bunda di belakang, kalau gak tau tanya aja sama Bunda.”

Esa mengangguk mengerti dan melangkah ke belakang. Zola mengitari arah matanya ke semua sudut rumah, duduk diam tanpa melakukan apa pun. Suara  motor Scoopy terdengar dekat di telinga Zola, merasa tidak asing dengan suara yang sering di dengarnya itu.

“Assalamualaikum, Ola!”

Zola menoleh ke arah pintu memperlihatkan laki-laki berjaket abu-abu dengan celana jeans hitam berdiri di sana dengan senyum melebar. “Waalaikumussalam, Van.”

Ervan membuka sepatu kets yang dipakai, kemudian melangkah masuk ke rumah. mengambil tempat di samping Zola, meletakkan kantong plastik hitam di atas meja.
“Apa tu, Van?”

Ervan seketika menoleh sekilas. "Bubur kacang hijau bikinan ibu Dian.”

Zola mengangguk menatap plastik itu dengan merenung, Bu Dian itu ibu kandung Ervan. “Kapan Zola terakhir ke rumah Ervan ya? Jadi kangen sama Bu Dian.”

Zola menatap plastik itu sendu, Ervan menundukkan pandangan, ia mencoba mengingat kapan terakhir Zola ke rumahnya.

“Sepertinya dua minggu yang lalu, itu pun cepat banget cuman makan siang bareng.”

Zola mengagguk mengingat itu, Ervan balas menatap Zola menepuk kedua bahu perempuan itu. "Gak apa-apa, kapan-kapan main ke rumah ya!”
Zola balas tersenyum tipis.

“Eh, ngomong ngomong motor ninja warna putih di depan rumah punya siapa? Ada tamu?” tanya Ervan dengan alis terangkat meminta penjelasan. “Zola ... maaf lama, tadi sekalian tutup pintu bangunan sebelah lewat pintu belakang.”

Arah pandang mata Ervan berubah menatap ke arah Esa, senyum di wajahnya memudar dengan tatapan tajam dan datar, Esa balas menatap Ervan menyeringai.

“Eh iya gak apa-apa, Kak. Duduk lagi sini!”

Ia menepuk-nepuk sofa di sebelahnya, melirik ke arah tatapan Esa. Cowok itu mengangguk lalu kembali duduk tanpa berniat mengeluarkan suara.

“Eh ada Ervan juga disini? Kebetulan ni.” Bunda Dysa muncul dari arah belakang sambil membawa sendok makan di tangan.

“Iya, ada apa Bunda?” tanya cowok itu.

Bunda mengangkat tangannya sebahu mencoba menjelaskan sesuatu.
"Bunda bisa minta tolong? Angkatin galon ke dispenser, bisa kan?”
"Biar Esa aja, Bun.”

Laki laki itu berdiri, Ervan balas menatap Esa sinis. “Ervan aja, Bun. Ervan kan udah biasa sama Bunda.”

Ervan juga ikut bangkit dari tempatnya merasa tak mau kalah, Bunda menoleh bergantian ke arah Esa dan Ervan. “Siapa aja lah, ayo ke belakang!”

Ia berjalan lebih dulu menyenggol bahu laki-laki yang juga ikut berjalan mengikuti bunda.

“Kalian kenapa? Bunda cuman butuh satu orang.”

Zola menggeleng-geleng, menatap kedua laki-laki itu datar.  Esa dan Ervan berhenti, berbalik menatap Zola.

“Gak apa-apa, ikut bantu,” sahut Esa.
Dengusan nafas keluar dari mulut Ervan. “Iya La, bantu Bunda.”

Bunda berhenti, berbalik memandang kedua laki-laki di belakangnya. "Ayo sini! Bantu nyiapin makan siang, kita makan sama-sama.”

Ketiga manusia itu menoleh bersamaan ke arah Bunda, Esa dan Ervan mengangguk kemudian kembali berjalan sambil sesekali menyenggol bahu lawan. Zola menggeleng, menghela nafas sambil bergumam pelan. “Mereka kenapa sih, pakai acara rebutan.”

Zola bangkit dari tempat duduknya, menata langkah kakinya pelan-pelan menuju dapur. Baru di depan pintu kamarnya, Zola merosot kan bahu, memutar bola mata dengan malas.
“Kok kantong plastik di depan bisa ketinggalan sih!”

Cewek itu balik melangkah ke ruang tamu, ia menunduk mengambil kantong plastik di meja, kemudian langkah kakinya berjalan lagi ke arah dapur. Kantong plastik pemberian Ervan di pegang dengan tangan kiri sambil bersusah payah membawa kruk.

"Eh Olaa. Ayo sini duduk di meja makan, gak perlu repot-repot,” ujar Ervan seraya membantu Zola melangkah ke arah meja, Zola melirik ke arah Esa yang sedang sibuk menyusun piring-piring di rak.

Mata Zola beralih ke arah Bunda yang sibuk memasak makanan, ia duduk di kursinya, menatap Ervan, kemudian mengangguk berterima kasih.

“Ya udah, aku bantu bunda lap-in lantai ya.” Ervan beranjak pergi meninggalkan Zola yang duduk sendiri di atas meja.

Zola membuka kantong plastik yang sudah berada di depannya, lalu menoleh ke arah Esa yang sedang menyusun piring. "Kak! Kak Esa! Boleh minta mangkuknya satu?”

Esa balas menoleh ke arah Zola, ia berdiri mengambil satu piring dan memberikannya ke arah Zola. "Ini. Mau dibukakan sekalian?”

Pandangan mata Esa menatap ke arah plastik berisikan bubur kacang hijau. “Eh gak apa-apa, Kak. Zola bisa sendiri kok, maaf ganggu.”

Zola beralih mengambil alih bubur kacang hijau dan mencoba membukanya sendiri dengan susah payah.

Laki laki yang tengah memakai baju kaos putih pendek dan celana jens abu-abu itu berbalik, kemudian menghela nafas mengingat sesuatu, tubuh tinggi Esa kembali berbalik, ia lantas mengambil plastik yang dipegang Zola tanpa persetujuan.

Cewek itu terdiam, kemudian tersenyum tipis melihat Esa menuangkan bubur kacang hijau di dalam mangkuk kemudian mengambil tempat duduk menghadap Zola.

“Kenapa, Kak? Udah selesai pekerjaannya?”

Esa menggeleng pelan, mengambil alih mangkuk ke hadapannya. "Ayo makan! Gue suapin, tangan lo masih sakit, kan?”

Zola tertegun balas menatap Esa penuh arti.

“Nah, kerjaan Ervan udah siap nih, biar Ervan yang suapin.”

Zola mengalihkan arah pandangan ke Ervan yang sudah duduk di sampingnya, ia meraih mangkuk di hadapan Esa kemudian mengukir senyum ke arah Zola. Esa memandang Ervan  datar, lalu memlih bangkit dari tempat duduk. “Yah oke. Gue  beresin dulu.”

Esa memutar tubuh, kembali berjalan menuju rak piring.

“Mumpung masih anget nih, buatan ibunya Epan ini khusus buat Tuan Putri.” Ervan terkekeh sambil menjawil hidung Zola, semburan merah di pipi cewek itu lantas tercipta. “Apa sih Epan, mulai deh ni.”
....

Hay, apa ya yang Ervan lakuin kalau tau itu motornya Esa? Muewhee

Yuk! Bersabar dan berdoa semoga Nyya bisa update revisi lagi!!!

Makasih, Readers...

Youand He [Proses Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang