Esa menoleh ke arah Ervan dan Zola sekilas, kemudian menggeleng pelan, melanjutkan kembali pekerjaannya.
Sendok berisi bubur kacang hijau di tangan Ervan disuapkan pelan-pelan, Zola menguyah melumat bubur kacang hijau dengan serakah. “Wih, buatan Ibu memang enak banget ya, Zola jadi makin kangen.”Zola memandang ke arah langit-langit sembari mengkhayal.
“Ayo makan lagi!”
Zola mengangguk, kemudian melahap bubur yang telah disendoki Ervan ke mulutnya. Bubur kacang hijau lenyap dengan cepat, Esa mengacak rambut Zola sambil tertawa kecil. “Nah, anak pintar.”
Ervan bangkit dari tempat duduk, membawa mangkuk kotor bekas bubur di tempat cuci piring.
“Zola suka bubur kacang hijau ya?”
Zola menoleh ke arah Esa yang sudah berdiri di depan meja, lalu duduk di kursi.“Suka, kalau buatan Ibu Dian, hehe.” Zola terkekeh sedangkan Esa hanya terdiam sambil menganggukkan kepala.
Bunda berjalan ke arah meja makan dan meletakkan masakan capcay buatannya di meja. “Nah, ini nih udah siap, Esa bantuin ambil peralatan makan ya---eh eh duduk aja ngobrol sama Zola.”
Esa bangkit, memandang Bunda Dysa sambil menggeleng. “Gak apa-apa, Esa juga mau bantu Bunda, jangan sungkan Bun.”
Begitu Esa beranjak ke arah rak piring, Bunda dan Zola saling menoleh satu sama lain seakan memberi kode penuh rahasia. Bunda kemudian berbalik, kembali mengurusi perkakas memasaknya.
Ervan datang sambil membawa nampan gelas di tangan, meletakkannya di meja lalu menoleh ke arah Zola. “Mau makan lagi?”
Zola menggeleng seraya menatap Ervan. “Nggak, udah kenyang. Zola mau brownies cokelat di kulkas aja.”
Ia berdiri menggunakan kruk, tangan kokoh Ervan dengan cepat menahan pergelangan tangan Zola.
“Biar Epan ambilin, nanti kakinya malah tambah sakit, udah duduk aja selagi ada Ervan di sini.”Ervan membantu Zola kembali duduk di kursinya lalu dengan cepat berjalan mendekati kulkas.
“Zola mau minta diambilkan apa? Bisa gue ambil.” Esa mengalihkan piring di tangannya ke atas meja seraya menatap Zola. “Oh gak, Kak. Zola cuma pengen brownies cokelat di kulkas, tapi udah diambilin sama Ervan.”
Esa membulatkan mulutnya, ia kemudian melangkah ke arah dispenser, Zola belum mengalihkan perhatian ke arah lain, ia mengamati laki-laki yang sedang berkutik dengan dispenser itu.
"Ini Zola, iya kan? Biar sekalian Ervan potong.”
Zola spontan menoleh ke arah Ervan, kemudian mengangguk.
“Ini La, Kalau haus, tadi kayaknya belum dikasih minum.”
Pandangan mata Ervan dan Zola balas menatap ke arah Esa yang meletakkan gelas berisi air di atas meja, Ervan menyipitkan matanya seraya memasang wajah tak bersahabat.
Esa menoleh ke arah Ervan sekilas, kemudian berbalik melangkah kembali ke rak piring. Mata cowok itu merotasi sembari mengalihkan perhatiannya ke arah brownies cokelat, mengambil satu potong di tangannya, lalu menatap ke arah Zola.“Nih, mau suap?”
Ervan menjulurkan tangan membuat Zola mendongak, kemudian menggeleng pelan. “Nggak usah Ervan, Zola mau makan sendiri aja pakai tangan kiri sampai tangan kanan Zola sembuh.”
Ervan menarik nafas pasrah, memberikan kue di tangannya ke arah tangan kiri Zola, Zola menoleh sekilas ke arah Esa yang berdiri tepat di belakang Ervan, wajahnya datar dan dingin.
"Bunda Dysa mau dibantuin apa lagi?” tanya Ervan.
Ervan berbalik dan menemukan Esa yang berdiri di belakangnya sambil membawa nampan gelas dan teko. Mereka beradu tatap untuk sesaat dengan Zola yang memandang mereka berdua dengan jengah.
Esa segera beralih meletakkan nampan gelas dan teko di atas meja.
“Assalamualaikum, lagi ngapain nih?”Bapak Sutanto langsung berjalan masuk ke arah dapur, seluruh pandangan mata beralih menatap Pak Sutanto, beliau menghentikan langkahnya balik memandang seluruh manusia yang ada di dapur.
“Waalaikumussalam, Yah.”Bunda dan Zola menjawab bersamaan, sedangkan dua cowok itu saling berpandangan sebelum Ervan mendekat ke arah Pak Sutanto.
“Waalaikumussalam, Pak Sutanto.”
Ia menyalami tangan pria itu dengan hormat dan sopan, Esa kemudian berjalan menyambut salam dan menyalami tangan Pak Sutanto.
"Waalaikumussalam, Pak.”
Dahi pak Sutanto mengernyit menatap Esa bingung. “Lah, ini siapa?”“Saya Esa Pak, temannya Zola,” jawabnya dengan kedua tangan berpegangan.
Pak Sutanto mengangguk beberapa kali, Bunda Dysa mendekat merangkul pundak pria itu dengan bersemangat. "Ayo Yah! Makan siang bareng.”
Pak Sutanto balik menatap mata istrinya penuh cinta. Zola tersenyum menggoda, menoleh ke arah Ervan dan Esa sekilas, lalu bangkit dari tempat duduknya, ikut bergabung dengan mereka.
“Ayah, ini nih kakak kelas Zola yang bawain kue kemarin.”
Pak Sutanto mengalihkan perhatiannya ke arah Zola, lalu bergumam pelan.
"Ayo kita makan bersama!”
Bunda menarik tangan suaminya ke arah meja makan, Ervan menoleh ke arah Zola, menggenggam tangan Zola membantunya berjalan ke arah meja, sedangkan Esa berjalan di belakang.
Pak Sutanto mengambil tempat duluan, duduk di tempat paling ujung dengan Bunda Dysa di sampingnya, Ervan mendudukkan Zola di sebelah Bunda, dengan ia di sampingnya.
Esa mengambil tempat di samping Pak Sutanto, dan duduk dengan tenang.Bunda berdiri dari tempat duduknya mengambil bakul nasi menyodorkannya di atas meja. "Ayo silakan!”
Bunda duduk kembali di tempatnya, beralih mengambil sendok nasi dan menuangkannya di atas piring milik Pak Sutanto, kemudian lantas tersenyum kecil ke arah suaminya.
Wanita itu kembali menyendok nasi, mengarahkannya ke arah piring Zola. “Nggak Bun, Zola udah kenyang makan bubur kacang hijau dari Ervan, kasih ke piring Ervan aja.”
Tangan Bunda terulur ke arah Ervan dan menuangkan nasi di atasnya.
"Makasih bunda.” Bunda Mengangguk menanggapi kalimat Ervan, mata Bunda berputar ke arah Esa di hadapannya. "Esa mau bunda ambilin juga?”Esa menggeleng. “Biar Esa ambil sendiri”
Zola mengambil alih gelas minuman dari Esa beberapa menit yang lalu, meneguknya separuh, kemudian bangkit dari tempat duduknya. "Zola permisi mau ke depan aja.”
Ia mengambil beberapa brownies cokelat dari atas meja, lalu berjalan dengan hati-hati.
“Mau Ervan bantu?” tawar Ervan hendak berdiri, namun Zola menggeleng pelan. "Gak usah, makan aja.”
Zola segera beranjak dari dapur menuju ruang tamu, Zola berhenti sejenak saat tiba di ruang temgah.
"lu kepikiran gak sih kalau suatu hari nanti lu kehilangan orang kesayangan lu.”Tiba-tiba pikirannya melayang ke arah pembicaraannya dengan Zya beberapa hari yang telah lalu, Zola terdiam sejenak lalu bergumam sangat pelan. “Iya ya, Zola gak pernah berpikir Ervan bakalan ninggalin Zola atau Zola yang ninggalin Ervan?”
Zola menggeleng kuat mengabaikan kemungkinan yang terjadi, kembali melangkahkan kakinya ke arah luar rumah, Hari cukup terik membuatnya sungkan untuk melangkahkan kakinya lagi. “Panas banget.”Pandangan matanya betumpu di sebuah rumah kecil dari kayu dengan atap rumbai, tempat kesukaan Ervan dan Zola sewaktu mereka kecil hingga sekarang. Ia berjalan ke arah tempat itu, mengistirahatkan kepalanya dengan suguhan pemandangan padang rumput dan pepohonan yang rindang.
Tempat adem dan nyaman. Zola duduk, meletakkan kruk lalu melahap satu persatu brownies cokelat di tangan.Mata cewek itu perlahan terpejam, hembusan angin sepoi-sepoi membelai rambut sepinggangnya indah, Zola menguap beberapa kali hingga akhirnya tertidur dengan pulas.
....Update sesuai janji!! Yeay gimana? Udah mulai terjadi pengibaran bendera peperangan nih.
Tunggu ya update-an selanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Youand He [Proses Revisi]
Teen FictionRazola Pramisya, perempuan bermata sipit dan penyuka kucing serta cokelat ini, bersahabat sejak kecil dengan Ervan Rava Abiandra, pangeran masa kecilnya. Hubungan mereka terjalin amat baik, bahkan harus menyembunyikan rasa yang berlebih agar semuany...