Zola menenteng tasnya sambil tersenyum di kaca cermin, lalu beralih ke luar kamar. Begitu tiba di depan ruang tamu, tangannya naik dengan bibir yang melengkung tipis, kemudian berjalan mendekat ke arah seseorang yang tengah menatapnya.“Hai udah sarapan?”
Anggukan singkat dari Zola membuat Ervan mengukir senyum lalu mengambil helm dan memasangnya di atas kepala cewek itu.
"Ngomong-ngomong minggu ini mau weekend kemana lagi?" Ervan menaiki motornya, ia bertanya tanpa melihat ke arah orang yang ditanya, Zola diam sejenak lalu menaiki motor itu.
“Gak tau deh, Van. Tiap minggu kita kayaknya bareng terus ya.”
Bibirnya manyun dengan tarikan nafas pelan, Ervan menatap Zola di kaca spion,melihat ekspresi perempuan itu membuatnya tertunduk. Ia menghela nafas pasrah kemudian menjalankan motor munuju sekolah mereka.
Selama perjalanan tak ada yang membuka pembicaraan, membuat suasana di antara mereka menjadi canggung, hingga Ervan membuka mulut.
"Hmm ... Zola bosan sama aku? Kalau mau weekend ini kita libur ketemuan dulu, gak apa-apa deh."
Motor yang dibawa Ervan berhenti di parkiran sekolah mereka, Zola tetap membungkam mulut, tak ingin membalas. Ia melepaskan helmnya sendiri tanpa menatap Ervan, berniat meninggalkan cowok itu, tapi tangannya keburu dicekal.
“Kenapa diam aja sih, Laa? Bete banget kelihatannya.”
Zola malah membelakangi laki-laki itu, melepaskan tangan Ervan dari lengannya. “Maaf ya Van, Zola ... Zola lagi pengen sendiri dulu. Zola bingung, udah ya Zola mau ke kelas.”
Perempuan itu kian menjauh membuat jantung Ervan berdetak tak beraturan, tatapannya turun perlahan. Zola tetap berjalan dengan perasaan yang menjadi tak karuan, entah kenapa ia merasa bosan dengan ini semua, bosan dengan rutinitas ini setiap hari.
Tatapan Zola menunduk, lebih tertarik memandang jalan.
“Eh, Zola ngapain?”Langkah itu terhenti, kemudian berbalik menatap orang yang menyapanya. “Eh Kak Esa, Zola lagi gak ngapa-ngapain.”
Tatapannya kembali tertunduk. Namun, dengan senyuman kecil, Esa menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Oh, hm mau tungguin sebentar gak? Gue mau ke toko depan, nanti balik lagi, ya?”
Zola mendongak menatap Esa tanpa ekspresi, ia terdiam beberapa saat kemudian menurunkan tatapan.
“Gimana ya kak, Zola gak bisa lama-lama.” Ujung jari kakinya ia mainkan."Gw gak lama kok. Bentar, jangan pergi dulu ya.”
Esa langsung berlari tanpa menunggu jawaban, Zola menatap cowok itu dengan jengah, kemudian berdiri di sana menuruti perintah.
“Zola, kenapa masih disini? Tunggu siapa?”
Cewek itu terkesiap, ia tidak langsung menoleh ke arah sumber suara. Zola menggeleng pelan. “Cuman lagi ... nungguin kak Esa.”
Ervan membulatkan mulutnya. “Oh Kak Esa lagi, kayaknya dekat banget sama Kak Esa ya.”
Laki-laki itu tampak membuang nafas nya kasar, tatapan Zola naik menatap Ervan sesaat kemudian mengalihkan perhatiannya ke arah lain.
"Ervan gak perlu tau kalau Zola lagi dekat sama Kak Esa atau gak, setidaknya Zola pengen dekat sama yang lain, Zola bete. Maaf Van.”
Ia hendak berlari meninggalkan Ervan. Namun, helaan nafas terdengar saat lengannya ditahan.
"Kenapa menghindar gini dari aku?" Ervan menahan napas sejenak, memandang perempuan itu sendu.
"Zola!”Mereka berdua sama-sama berbalik menatap Esa yang hadir di antara percakapan mereka. Ervan menyipitkan matanya tajam ke arah Esa, sedangkan Zola melepaskan dengan paksa cekalan tangan Ervan di lengan lalu mengambil jarak.
Tangan Zola diambil Esa, meletakkan satu es krim yang berada di tangannya sejak ia datang.
"Ambil! Semoga nggak bete lagi, jangan dibalikkan, khusus buat Zola.”
Mata Zola melebar, diangkatnya es krim itu ke atas. “Beneran?”
Esa mengangguk singkat, memasukkan tangan ke kantong celana.
Zola memandang dua cowok itu bergantian, kemudian mengambil kesempatan pergi dari tempat itu menuju kelas. “Makasih, Kak!” ujarnya sebelum memilih pergi.
Tinggallah dua cowok itu yang berdiri berhadapan, Ervan memandang Esa dengan tatapan menyipit dengan rahang yang mengeras, kemudian beranjak dari tempatnya tanpa mengatakan apapun. Esa mengedikkan bahu, tak tahu harus berbuat apa.
....
Zola menyandarkan kepala di atas tangan, merenung memikirkan kedua laki-laki tadi, sedangkan di atas mejanya, es krim pemberian Esa dibiarkan tergeletak begitu saja.“Ngapa sih, Mbak? Masih pagi udah menung aja.”
Cewek itu menurunkan tangan meletakkannya di atas meja. Ia menatap lurus ke arah papan tulis.
"Itu es krim, kau beli pagi-pagi? Tumben,” sahut Zya sembari mengambil tempat duduk di samping Zola.
Menoleh sekilas ke arah es krim di depannya, ia menghela nafas. “Bukan Zola yang beli, tapi Kak Esa yang kasih.”
Zya terdiam, kemudian menoleh sembari mengerjap-ngerjapkan mata. “Kayaknya tiap hari dia kasih kau makanan.”
"Kalau mau ambil aja, Zola lagi gak mood,” ujarnya seraya menelungkupkan kepala.
Alis Zya terangkat, lalu menyentuh bahu Zola pelan. "Gak kok, Zya gak mau es krim, kau kenapa? Apa ada masalah?” Ia menoleh sepintas ke arah es krim matcha yang baru dibeli Kak Esa.
"La, Zya tau kenapa kak Esa beliin es krim matcha buat kau.”
Mata Zola tertoleh ke arah Zya dengan spontan, alisnya terangkat sarat akan penuh tanya. “Kenapa?”
Bukannya menjawab, Zya malah terkekeh pelan. “Aduh La, kau udah punya perasaan sama Kak Esa?”
Kening Zola berkerut, menatap perempuan di depannya menyelidik. Zya kembali terkekeh membuat Zola melipat kedua tangannya di depan dada. “Huh, kenapa sih. Perasaan apa juga, mana ada!”
Membicarakan laki-laki itu membuat tangan Zola panas dingin, ia berusaha menahan senyum agar tak tercipta.
"Gak apa-apa deh Zya gak nge-fans Kak Esa.”
Zola melirik ke arah perempuan yang memegang wajahnya sendiri dengan senyuman lebar itu.
"Zola mau tau tentang, Kak Esa. Boleh?” Menatap mata cewek itu dengan berbinar. Senyuman Zya memudar dengan mata yang berubah sayu, merasa ada yang salah, Zola menaikkan alisnya. "Kenapa?”
Tarikan nafas Zya terdengar kemudian menggeleng. "Gak ada, kapan-kapan aja ya. Lagian, gak enak juga.”
“Gak enak sama siapa?”
Bibir Zya mengerucut, kemudian menyandarkan kepala di kursi. “Udah ih, Kak Esa baik kok, sama kau. kak Esa juga sebanding sama kau. Udah.”
Zya membuka sedikit mulutnya, menghadapkan Zola secara paksa tepat ke arahnya. "Demi apa, kau punya perasaan sama Kak Esa, kan? Iya!”
Zola tergagap-gagap seraya menggigit bibir, kemudian menutup wajahnya yang kian merona menggunakan tangan.
“Kau tenang aja, selama itu masih hal yang baik, Zya akan bantuin.”
Bibir Zya melengkung sesaat, kemudian arah mata cewek itu beralih ke arah es yang kian mencair.“La, itu es pemberian Kak Esa habisin, sayang banget cair begitu.”
Mata Zola menoleh ke arah es krim matcha yang sudah hampir mencair di wadahnya. Tangannya terulur ke arah es krim itu, mengambil sendok di atas wadah, kemudian menatap es krim itu agak lama.
....
Hay, ini update revisi ya, selamat membaca ...
Nantikan update-an revisi selanjutnya ...
Terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Youand He [Proses Revisi]
Teen FictionRazola Pramisya, perempuan bermata sipit dan penyuka kucing serta cokelat ini, bersahabat sejak kecil dengan Ervan Rava Abiandra, pangeran masa kecilnya. Hubungan mereka terjalin amat baik, bahkan harus menyembunyikan rasa yang berlebih agar semuany...