Part 31

7.9K 424 11
                                    

Apa salahnya selesai membaca kalian luangkan jari kalian untuk menekan bintang. Kan saya jadi semangat up hehewww

Terima kasih. Love u all ❤

Jericko masih setia menunggu Sera untuk siuman. Sera dipindahkan dari 3 jam yang lalu dan ini sudah pukul 5 sore. Tangan besarnya terus menggengam tangan Sera yang bebas infus.
"Ay, please....wake up! Bangun dan tampar aku, caci aku, aku akan terima semuanya," bisiknya sambil mencium tangan wanita itu berulang kali.

Altar mengijinkan Jericko untuk bertemu adiknya sesuai permintaan pria itu sebelum dirinya pulang karena ada keperluan mendadak. Hal itu ditanggapi Jericko dengan perasaan lega.

Sudah sekitar tiga jam ini, Jericko hanya menggumamkan kata maaf disamping Sera hingga dirinya merasakan pusing yang luar biasa karena belum sempat makan siang ditambah tubuhnya yang sakit luar biasa. Saat Jericko akan meletakkan kepalanya dipinggir tempat tidur pria itu merasakan jari-jari kecil dalam genggemannya bergerak,  menjauhkan wajahnya untuk melihat apa yang terjadi.

"Hei, kamu bangun?" Tanya Jericko dengan perasaan lega bercampur bahagia, meskipun ada sedikit ketakutan jika wanita ini harus mengetahui satu fakta besar yang belum diketahuinya namun ia bersyukur karena akhirnya Sera bisa siuman dan dia orang pertama yang dilihat wanita itu.

Sera tidak menjawab, wanita itu terus menggerakan tangannya agar dilepaskan, Jericko pasrah dan melepaskan genggamannya pelan sambil tersenyum tipis.
"Mau minum?" Tanyanya pelan kepada Sera yang sedang memandangnya. Wanita itu cuma menganggukan kepalanya pelan. Sera memperhatikan penampilan Jericko dengan kemeja putih yang sudah kusut dan dipenuhi noda darah dimana-mana, wajahnya babak belur dan ada sobek diujung bibirnya.

Pasti ulah abangnya.

"Bang Al mana?" Tanya Sera saat dirinya menyadari bahwa abangnya tidak berada disini.

"Pulang, sebentar lagi balik kesini," jawab Jericko apa adanya, pria itu lantas mengambil air kemudian membantu Sera meminumnya.

"Kamu istirahat, aku panggil dokter sebentar," ucap Jericko setelah pria itu meletakkan gelas diatas nakas. Sera terdiam.

Setelah Jericko pergi keluar, barulah Sera mengingat kejadian siang tadi direstoran kakaknya. Saat itu ia seperti melihat Jericko yang berjalan melewatinya, entah mengapa dirinya tidak bisa berbohong jika dia sangat merindukan pria itu, hingga secara refleks buru-buru bangun untuk memastikan apakah benar yang berjalan melewatinya adalah Jericko atau bukan. Pada saat bersamaan terjadi benturan keras antara perutnya dengan ujung meja, rasanya sangat perih hingga dirinya terisak saat merasakan ada sesuatu yang mengalir keluar. Ingatan terakhirnya adalah Jericko yang berlari menghampirinya dan membawanya keluar dari restoran.

Tidak mau memikirkan yang macam-macam Sera cuma berdoa dalam hati semoga dugaannya salah, namun satu fakta mendukung dugaannya yaitu dia merasakan seperti ada sesuatu yang hilang dari dirinya.
"Nggak mungkin," gumamnya sambil geleng-geleng kepala. Entah mengapa dirinya ingin sekali menangis saat ini.

Pintu terbuka dan terlihat seorang dokter perempuan masuk bersama Jericko dibelakang. Sera memandang kedua orang itu dengan pikiran yang sudah tidak karuan.

"Selamat sore---"

"Anak saya baik-baik aja kan, Dok?" tanya Sera cepat. Tangannya beralih memegang perutnya yang tidak seperti biasa. Rasanya hampa, hatinya tidak lagi menghangat seperti biasanya, yang ada malah dirinya ingin menangis karena pikirannya sudah tidak tenang.
"Dokter, anak saya nggak kenapa-kenapa kan?" Desak Sera. Wanita itu butuh kepastian dari mulut sang dokter, dia akan mencoba berpikir positif meskipun pada kenyataan yang ada bahwa pikirannya sudah lain.

SERAYA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang