BAB 29 - Forgive Me

345 20 0
                                    

"Maafkan atas kebodohanku ini, Diego. Bila saja aku tidak terlalu kege-eran, mungkin kau tidak akan sampai begini." ucapku sambil menyembunyikan wajahku di dadanya.

"Iya. Benar banget." ujarnya singkat yang semakin membuatku merasa bersalah.

"Aku tidak tahu, Diego. Aku pikir kau tidak mencintaiku. Pada saat aku mendengar ucapan itu keluar dari mulutmu, apalagi kau mengucapkan itu setelah kita menghabiskan malam bersama, aku langsung berpikiran yang tidak-tidak. Aku tahu aku salah, Diego. Tapi tolong maafkan aku dan jangan tinggalkan aku, Diego. Aku butuh kamu." sahutku sambil kembali menangis.

"Aku memang marah banget...." balasnya datar yang sontak membuatku berpikir dirinya pasti akan memutuskan hubungan kita setelah ini.

"Maka dari itu, aku minta maaf. Beribu-ribu maaf akan kuucapkan pada dirimu bahkan sampai memohon dihadapanmu jika kau mau, Diego. Tapi aku mohon jangan pergi dariku lagi. Kau boleh memusuhiku, ataupun mengganggapku seperti bayangan yang tak terlihat tapi biarkan aku tetap disisimu." racauku.

"Aku tidak butuh maaf darimu, Sya..." selanya.

"Jangan bilang seperti itu, Diego....." potongku.

"Dengarkan aku dulu, Sya!" hardiknya yang sontak membuatku menangis tersedu-sedu.

"Jangan menangis atau hubungan kita akan benar-benar berakhir disini!" ancamnya yang membuatku langsung menahan air mataku untuk keluar.

"Ulyssa, kelinci kecilku. Aku tidak butuh maaf darimu karena kau sama sekali tidak berbuat kesalahan apa-apa, sayang. Kau pergi itu juga karena kesalahanku. Aku yang tidak terbuka soal masalahnya Jessica. Secara tidak langsung, aku juga bersalah karena telah menyelingkuhimu. Tetapi disini aku tidak lagi ingin mengungkit masa lalu, Sya. Biarkan masa lalu itu berlalu dengan sendirinya. Selama 8 tahun kita berpisah dan terjebak pada masa lalu, Sya. Masa kita mau menghabiskan tahun-tahun kedepannya dengan mengingat masa lalu. Lebih baik kita mempergunakan waktu itu untuk mengukir kenangan indah bersama, bukan?" ungkap Diego.

"Tapi... Bukannya kau sedang marah sekarang?" tanyaku sambil sesenggukan.

"Ya aku memang marah. Tapi bukan dengan dirimu, Sya. Aku marah dengan Ji Min." jawabnya singkat yang membuatku sontak kebingungan.

"Ji Min? Apa hubungannya dengan dia, Diego?" tanyaku lagi.

"Karena semua ini terjadi karena dirinya. Dia yang punya mantan tapi hubungan kita harus jadi korbannya karena mantan murahannya itu. Dia juga telah membuatmu menangis tersedu-sedu. Aku tidak rela lelaki lain melihatmu menangis. Aku saja tidak pernah membuatmu menangis tapi Ji Min sudah melakukannya. Dia juga telah mengambil kesempatanku untuk menjelaskan semuanya pada dirimu. Pokoknya disini akar permasalahan itu dia. Dan dia harus aku basmi sekarang juga." tukas Diego yang membuatku berhenti menangis dan langsung tertawa.

"Memangnya dia kuman sampai harus dibasmi? Kau ini! Kupikir kau sedang marah sekarang pada diriku dan berpikir untuk meninggalkanku. Ternyata ini alasanmu." balasku.

"Sebenarnya aku sedikit kesal mendengar alasanmu barusan tapi aku berusaha untuk mengerti dari sudut pandangmu juga, Sya. Pastinya bila aku juga berada pada posisiku, akupun berpikiran hal yang sama. Tapi aku rasa seharusnya kau lebih baik melabrak saja aku pada waktu itu dan meminta putus, Sya. Daripada kau melarikan diri seperti ini dan akhirnya memperumit masalah yang sebenarnya tidak ada." ungkap Diego.

"Aku tahu. Seharusnya aku melakukan hal itu saja. Mungkin dengan begitu hubungan kita takkan jadi seperti ini. Tapi pada saat itu aku tidak punya keberanian untuk melakukannya, Diego. Aku takut kalau misalnya aku memutuskan melakukan hal itu aku malah mempermalukan diriku sendiri." paparku.

"Tidak apa-apa, Sya. Mending kita fokus untuk hubungan kita kedepannya, jangan terus malah melihat kebelakang dan merasa bersalah. Pokoknya setelah ini, kita tutup semua luka lama itu dan mulai dari awal, okay?" ajaknya yang langsung aku angguki setuju.

"Thank you karena kau tidak berpaling dariku, Diego. Membayangkanmu bersama dengan wanita lain saja aku tidak bisa. Apalagi..." cetusku.

"Shussh. Sudah stop memikirkan hal-hal yang seperti itu. You're stuck with me forever. Itulah janjiku pada dirimu. Biarpun kau bosan dan membenciku takkan pernah aku biarkan kau pergi dariku. Jadi siapkan hati dan pikiranmu untuk menghabiskan waktumu bersama dengan diriku sampai akhir hayat kita berdua." tegas Diego sambil tersenyum.

"Siap, Bos. Aku tidak akan pernah bosan dengan dirimu, Diego. Everday with you is like a new challenge that never can make feel tired of you. I love you." ucapku mencium bibirnya.

"WOW, ini pertama kalinya kau menciumku, Sya. Sekarang kau jadi lebih nakal ya. Dulu untuk mencium pipiku saja tidak berani, tapi sekarang kau sudah bisa main nyosor saja." paparnya yang sontak membuatku tersipu malu.

"Tidak usah menggodaku seperti itu, Diego. Aku jadi malu." pungkasku.

"Malu? Tadi kau menciumku dengan penuh percaya diri, kenapa sekarang malah berubah?" tanyanya lagi menggodaku hingga membuatku jadi merona merah.

"Diego!" bentakku yang lantas mendapatkan tertawaan dari Diego.

"Okay, okay. Aku berhenti." ledeknya.

"Kau tadi bawa makan siang untukku, kan? Mana? Aku ingin sekali mencicipi masakanmu lagi. Dulu hampir setiap hari memasakkan untuk diriku dan aku masih ingat betapa enaknya masakanmu itu." pujinya yang kembali membuatku semakin merasa malu.

"Stop doing that, Diego!" sahutku. 

Bound to ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang