"Kalau iya, apa yang akan Mama lakukan?" tanyaku sambil menaikkan salah satu alisku. Reaksi Mama selajutnya langsung membuat amarahku naik ke ubun-ubun. Aku benar-benar marah sekarang. Dan aku tidak bisa mentolerir lagi sikap Mama ini.
"Kau benar-benar wanita yang tidak tahu diri! Mengikat anakku dengan anak harammu itu! Aku memang selalu tidak menyukai wanita rendahan sepertimu mendekati anak-anakku. Karena pada akhirnya kalian akan berusaha untuk panjat social dengan meminta mereka menikahimu sebagai sebuah tanggung jawab karena telah menghamilimu." marah Mama.
"Pergi Mama dari sini, Ma! Sebelum aku benar-benar naik darah dan tidak bisa mengontrol emosiku. Aku tidak lagi bisa mentolerir sikap Mama yang menghina dan memukul Ulyssa seperti ini. Aku pertamanya berpikir semua ini bisa berakhir dengan adu mulut. Tapi ternyata, Mama memang keras kepala. Mama tidak mau membuka mata Mama itu yang sudah tertutup oleh kekayaan dan reputasi. Tidak selamanya orang miskin itu jahat, Ma. Begitupun sebaliknya. Ulyssa sama sekali tidak ada niatan untuk mengincar hartaku."
"Malah karena uang hasil kerja kerasnya-lah yang akhirnya menjadi penolongku untuk mempertahankan perusahaanku yang sudah hampir Mama hancurkan. Kalau memang Mama tidak ada niatan untuk berbaikan dan minta maaf kepada kita berdua, lebih baik aku sarankan jangan tunjukan wajah Mama lagi dihadapanku, Ma. Anggap saja aku sudah mati. Toh penerus Papa juga masih ada. Tidak perlu harus aku-kan? Akupun akan menganggap kedua orangtuaku telah membuangku dan tak lagi menganggapku anak. Jadi mending Mama sekarang pergi dari rumahku dan jangan pernah menginjakkan kaki kemari." geramku mengusir Mamaku sendiri.
"Hanya karena dirimu ingin membela wanita ini, kau sampai rela memutuskan hubungan kekeluargaan Mama yang melahirkanmu, Diego?" tanya Mamaku.
"Masihkah ada keinginan dalam diriku untuk mempertahankan hubungan dengan orang yang hanya menginginkan kehancuran dalam hidupku? Kurasa Mama bisa memikirkan sendiri jawabannya, Ma." jawabku.
"Apa selama ini apa yang Mama perbuat pada dirimu masih tidak cukup, Diego? Kami tahu kami bukanlah orangtua yang terbaik, tapi itu bukan berarti kami tidak menyayangimu. Kami hanya punya cara tersendiri untuk mendidikmu menjadi kuat." sanggah Mamaku.
"Memang tidak ada orangtua yang sempurna, Ma. Diego-pun juga tidak mengharapkan kesempurnaan dari Mama ataupun Papa. Tapi Mama coba refleksi diri dulu sebelum berkata-kata. Apa tindakan Mama selama ini benar-benar menunjukkan bahwa Mama menyayangi Diego? Apa kasih sayang yang Mama bilang Mama cukup berikan pada Diego itu memang benar-benar cukup bagi Diego? Pernahkah Mama intropeksi diri bagaimana sikap Mama terhadap Diego sampai Diego bisa diabaikan dan terasingkan dari keluarga sendiri? Apa kasih sayang yang Mama katakan itu adalah kasih sayang seorang ibu? Atau hanyalah seorang tuan pada anjingnya?" sarkasku.
"Itu semua Papa dan Mama lakukan untuk mendidikmu, Diego." Mamaku sekali lagi membela sikapnya selama ini.
"Mendidik? Mendidik bagaimana maksud Mama?"
"Jangan membuat lelucon disini, Ma. Karena gurauan Mama itu tidak lucu. Aku beritahu disini ya, Ma. Sikap Mama dan Papa selama ini pada Diego bukanlah menjadi cara untuk mendidik Diego menjadi kuat tapi memang sedari awal kalian tidak pernah menganggap Diego sebagai anak. Atau mungkin menurut kalian Diego itu adalah anak yang tidak diinginkan? Kurasa hanya Mama dan Papa yang tahu jawabannya. Mama sendiri coba hitung saja berapa banyak pembicaraan panjang yang pernah terjadi di antara kita selama 28 tahun Diego hidup."
"100 atau 1000? Bukankah itu terdengar terlalu sedikit dibandingkan dengan beribu-ribu hari yang telah kuhabiskan dengan kalian? Itukah yang Mama sebut didikan orangtua? Dengan membiarkan anaknya tumbuh tanpa merasa dekat pada orangtuanya. Aku tidak ingin mengungkit sampai sebegininya, Ma. Tapi karena Mama yang memaksa, mau tak mau disini Diego ungkap semuanya. Jadi Diego mempersilahkan untuk terakhir kalinya, Mama untuk jangan temui Diego lagi sampai Mama benar-benar tahu bagaimana cara yang tepat untuk berperan menjadi ibu yang baik untuk Diego." jelasku.
"Aku tidak tahu kau bisa sejahat ini pada Mamamu sendiri, Diego." lirih Mamaku.
"Bukankah itu yang harus aku katakan pada Mama? Aku tidak tahu apakah masih ada orangtua yang bisa lebih jahat daripada Mama dan Papa." racauku.
"Kau selalu melihat dari sisi negatifnya, Diego. Tapi coba kau lihat dari sisi positifnya, bila Papa dan Mama tidak mendidikmu sekeras itu, maka kau tidak akan bisa sampai pada posisi ini." Mamaku membela dirinya.
"Mama saja tidak bisa melakukannya. Malah sekarang Mama menyuruhku untuk melakukan hal itu. Tidak salah?" sarkasku.
"Mama tidak pernah melihat sisi baik seseorang, termasuk Ulyssa. Dia membela Mama tadi saat aku bersikap kasar pada Mama. Tapi apa balasan Mama padanya? Tamparan, hinaan? Apakah balasan itu pantas untuknya? Tidak-kan. Jadi jangan memaksa seseorang untuk bersikap pengertian pada Mama, kalau misalnya Mama juga tidak melakukan hal itu terlebih dahulu, Ma. Tunjukkan dulu baru bicara. Jangan asal meminta seseorang untuk mengerti, tapi diri juga tidak mau mengerti orang lain." imbuhku.
"Aku tidak menyangka wanita itu bisa mengubahmu menjadi anak pembangkang seperti ini, Diego." sindir Mamaku.
"Jangan salahkan Ulyssa untuk kesalahan Mama sendiri, Ma! Aku seperti ini juga karena Mama, bukan Ulyssa. Sudahlah, aku tidak ingin memperpanjang masalah ini. Jadi aku mohon dengan sangat, mending Mama pergi dari tempat ini sekarang juga. Hubungan kita sudah terlalu rusak untuk bisa diperbaiki lagi. Dan akupun juga sudah tidak berniat untuk kembali menjalin silahturahmi dengan kalian. Maka dari itu, biarkan aku menjalani kehidupanku sendiri, dan Mama menjalani kehidupan Mama sendiri dengan keluarga kecil Mama." putusku sambil menunjukkan arah untuk keluar.
"Mama akan pulang untuk saat ini, Diego. Tapi jangan berpikir kalau urusan kita sekarang sudah selesai. Karena masalah ini masih jauh dari kata selesai. Mama pergi dulu, bye." ucap Mama.
"Urusan kita telah selesai 8 tahun yang lalu saat kalian memutuskan untuk membuangku, Ma. Sehingga kurasa tidak ada lagi yang perlu kita bahas. Kita hanya perlu berusaha untuk menerima dan menjalaninya." bantahku sambil melihat Mama yang sudah berjalan mengarah keluar.
"Aku pastikan, kita akan bertemu lagi Diego. Cepat atau lambat." gumam Mamaku sebelum menutup pintu rumahku.
"Apakah kau baik-baik saja, Diego?" tanya Ulyssa sambil menatapku dalam saat setelah suasana sudah jauh lebih tenang.
"Aku baik-baik saja." bohongku.
"Jangan berbohong, Diego. Aku tahu kapan kau sedang berbohong atau tidak." sanggahnya.
"Jika kukatakan aku sedang tidak baik-baik saja, apakah kau punya cara yang ampuh untuk memperbaiki segalanya, Sya?" racauku.
"Aku tidak tahu." jujur Ulyssa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bound to Ex
Romansa"Ditempat inilah aku menginginkan suatu permulaan hidup yang baru. Tanpa adanya masa lalu yang terus menghantuiku setiap malamnya. Namun sayangnya takdir menghendaki kita untuk kembali bersama. Disaat aku berusaha untuk pergi menghindar, aku malah d...