Ulyssa's POV
"Keluarga William tak pernah suka dengan kehadiranku di rumah mereka. Pertamanya mereka masih menyambutku dengan hangat, memperlakukanku dengan baik. Tapi saat Mama William mengetahui tentang kehamilanku, sikapnya langsung berubah begitu saja. Dirinya memang sejak awal tak terlalu suka dengan ide dimana William membawa seorang wanita yang tidak jelas asal usulnya ke rumah Keluarga William."
"Namun karena diriku yang sudah cukup lama mengenal William membuat Mamanya William dengan terpaksa menampungku di rumahnya. Dan pada saat berita kehamilanku tersebar diseluruh Keluarga William dan mereka mulai mempertanyakan siapa ayah dari anak ini, Mamanya William yang tak mau nama baiknya harus tercoreng dengan aib yang aku bawa, diapun menghasut Papanya William untuk mengusirku dari rumahnya." jelasku.
"Kenapa bisa kau mengenal mereka dan kalau memang sejak lama Mamanya William tidak suka dengan dirimu terus mengapa dia tidak melarang anaknya untuk bergaul dengan dirimu?" tanya Tae Hyung penasaran.
"Aku mengenal mereka karena Papakulah yang telah mendonorkan jantungnya untuk Papanya Wiliam, Tae Hyung. Saat itu Papa sudah kritis dan keinginan terakhirnya dia ingin mendonorkan seluruh organ tubuhnya pada yang membutuhkan. Awalnya tentu saja aku dan Mama menolak hal itu, tetapi saat kami melihat Keluarga William yang pontar-pantir mencari donor jantung membuat hati Mamaku jadi ikut tergerak untuk membantu."
"Tetapi tentu saja menurut Mamanya William, urusan utang budi dan nama baik keluarga adalah dua hal yang berbeda. Meski dirinya merasa utang budi pada keluargaku tapi itu tidak berarti dia suka melihat William dekat-dekat dengan diriku. Maka dari itu, Mamanya memisahkan William dariku dengan membawanya pergi ke Pulau Jeju dan bersekolah disana. Sejak saat itu, aku dan William putus kontak dan tak pernah berhubungan lagi sampai aku pindah ke Jeju 8 tahun yang lalu." ungkapku.
"Lalu untuk apa William membawamu ke rumah mereka? Mengapa tidak sedari awal saja dia memberimu tempat tinggal tanpa sepengetahuan orangtuanya?" balas Ji Min.
"William tak pernah tahu soal fakta ini, Ji Min. Dalam pikirannya, Mamanya adalah wanita berhati malaikat yang dengan senang hati menerima orang yang sedang butuh pertolongan. Padahal pada kenyataannya, Mamanya tidak lebih dari iblis penyiksa fisik dan batinku. Aku seperti hidup di neraka saat itu. Setiap harinya aku menerima cacian dan makian karena diriku yang hamil di luar nikah."
"Walau begitu, akupun tidak bisa berbuat banyak. Aku tidak punya cukup uang untuk bisa membiayai hidupku. Terlebih aku hanya tamatan SMA membuat tidak banyak orang yang mau memperkerjakanku. Dengan bantuan William-lah akhirnya aku bisa mendapatkan perkerjaan di perusahaan Keluarganya Rebecca. Tapi pada saat itupun aku masih harus menerima ejekan dari anaknya yang mengatakan aku tidak becus bekerja, seorang pelacur yang menerima pekerjaan ini dengan bayaran menjual tubuhku." jawabku sedih saat mengingat saat-saat itu.
"Berarti saat kau melahirkan Alex kau masih tinggal di rumah mereka?" tanya Diego dengan raut wajah marah.
"Aku sudah tidak tinggal dengan mereka, Diego. Aku telah diusir dari rumah itu pada saat aku hamil 4 bulan. Tapi karena kesibukanku sebagai asisten pribadi Ibunya Rebecca yang mengharuskanku bolak-balik Seoul, akhirnya aku memutuskan untuk menitipkan Alex pada orangtuanya William. Aku berpikir meski mereka tak menyukaiku, tapi setidaknya mereka mau menerima Alex layaknya cucu mereka. Bukankah setiap orangtua sangat menyukai anak kecil? Dengan pemikiran yang begitu naif, aku memasukkan anakku sendiri ke lubang singa." balasku sambil mulai berurai air mata.
"Apa?! Kau membiarkan Alex dijaga oleh nenek lampir itu? Apa yang waktu itu kau pikirkan, Sya? Kau benar-benar ingin membunuh anak kita?" marah Diego yang sontak membuat diriku merasa semakin bersalah.
"Aku tidak pernah menyangka dirinya bisa sesadis itu pada anak kecil, Diego. Aku berpikir dengan aku menitipkan Alex di rumah Keluarganya William, Alex jadi ada yang jaga. Aku tidak tega meninggalkan sendiri di rumah, okay? Tapi aku juga punya tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan hidup diriku dan Alex. Kalau aku tidak bekerja, lalu aku makan apa? Aku pikir Mamanya William suka dengan anak kecil, terlebih dirinya selalu memaksa William untuk segera menikah dan mempunyai anak."
"Tapi ternyata dugaanku salah. Mamanya William malah melampiaskan seluruh kebenciannya pada Alex. Tak jarang juga aku menemukan bekas-bekas luka di tubuh Alex. Pertamanya aku berpikir mungkin kulit Alex yang terlalu tipis sehingga dirinya dengan mudah bisa terluka. Tapi semua pemikiran itu berubah saat Alex terbaring koma di rumah sakit karena benturan di kepalanya. Aku tahu Alex bukanlah anak yang hiperaktif sampai dirinya bisa terjatuh ditangga tanpa ada orang yang mendorongnya." kataku sambil terisak-isak.
"Makanya dengan sembunyi-sembunyi aku mencari kebenaran dari kejadian itu dan ternyata kebenarannya membuatku langsung shock dan tak bisa berkutik apa-apa. Mamanya William-lah yang mendorong Alex sampai dirinya jatuh ke tangga. Melihat hal itu, aku tanpa basa basi langsung memutuskan pindah ke Seoul dan tak bekerja lagi di perusahaan Rebbeca." lanjutku.
"Apa kau bukti dengan ucapanmu ini, Sya? Aku bukannya tidak percaya atau apa dengan ucapanmu tapi aku rasa ini sudah keterlaluan untuk dibiarkan. Apalagi sampai Mamanya William sudah berani untuk mencelakai Alex. Bukankah seharusnya pada saat itu kau melaporkannya daripada diam dan memendam semua ini sendiri?" ungkap Ji Min.
"Didalam USB ini ada video CCTV kejadian yang aku dapatkan dari bantuan security rumah William. Sebenarnya aku juga tidak mau diam saja dan bersikap pasif seperti ini, Ji Min. Tapi banyak hal yang harus aku pertimbangkan sebelum aku mengambil jalan itu." sanggahku.
"Pertimbangan apa, Sya?! Apa yang lebih penting dari nyawa anak kita?!" hardik Diego.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bound to Ex
Romance"Ditempat inilah aku menginginkan suatu permulaan hidup yang baru. Tanpa adanya masa lalu yang terus menghantuiku setiap malamnya. Namun sayangnya takdir menghendaki kita untuk kembali bersama. Disaat aku berusaha untuk pergi menghindar, aku malah d...