"Apa kaki suami saya masih bisa disembuhkan, Dok?" tanya Ulyssa saat setelah aku telah melakukan jadwal terapiku hari ini.
Suami? Apakah ini nyata? Mendengarnya memanggilku seperti itu langsung membuat hati langsung berdegup dengan sangat kencang. Aku tidak menyangka dia bisa sepercaya diri itu menyebutku sebagai suaminya. Dirinya masih merasa aku sangat pantas untuk menjadi kekasih dan pendampingnya.
Aku kok juga jadi seperti ini ya saat setelah mendengar dirinya berbicara seperti itu? Aku seperti tersipu malu dan aku bisa merasakan pipiku terasa panas dan memerah layaknya kepiting rebus. Ulyssa memang paling bisa untuk membuatku merasa seperti ini hanya dengan satu ucapan yang keluar dari mulutnya. Apa ini yang dinamakan "Blushing"? Apa biasanya Ulyssa juga merasa seperti ini saat aku menggoda dan menggombalnya?
Ahh.... Aku benar-benar ingin mendengarnya dirinya memanggilku dengan sebutan itu selamanya. Apa aku harus melamarnya setelah ini ya? Atau haruskah aku langsung menikahinya sekarang juga? Aku rasa kedua ide itu sangat bagus. Tapi apakah dirinya mau menerima lamaranku atau tidak? Aku takut dia menolakku karena masih belum siap.
AKu rasa aku masih harus bersabar sedikit lagi sebelum aku benar-benar akan berencana melamarnya. Karena sebenarnya aku tidak masalah dengan melangkahkan hubungan kita ketahap selanjutnya. Tapi aku rasa Ulyssa masih belum siap walau kita telah memiliki buah hati bersama. Apa mungkin dengan menghamilinya lagi bisa membuatnya tak lagi berpaling dariku ya? Apa boleh aku menggunakan cara itu untuk mengikatnya?
Walau aku ingin sekali melakukan hal itu pada Ulyssa tapi satu sisi diriku langsung menyadarkanku bahwa aku tidak boleh seperti itu. Aku harus bisa bermain adil disini. Aku tidak mau karena kehamilan keduanya menyebabkan dia merasa terpaksa untuk menikah dengan diriku. Lebih baik aku sedikit bersabar dan mengambil selangkah demi selangkah agar semuanya bisa terjadi sesuai harapanku.
"Sama seperti yang saya katakan sebelumnya, ada kemungkinan suaminya Miss bisa berjalan lagi, namun saya tidak bisa menjamin sepenuhnya, Miss. Karena semua kembali lagi pada Yang Diatas. Saya hanyalah dokter yang berusaha untuk mengobati pasien yang sedang sakit, Miss."
"Kalau menurut perkiraan saya-sih, mungkin saja suami anda bisa berjalan lagi dengan semua pengobatan yang saya anjurkan pada Mr. Alvito. Tapi saya perhatikan, selama ini Mr. Alvito tidak pernah rutin melakukan terapinya dan hal itu membuat kakinya semakin susah untuk digerakkan, Miss." jelas dokter yang langsung menyebabkan raut wajah Ulyssa berubah sedih dan kecewa.
"Apa sekarang sudah terlalu terlambat bagi suami saya untuk bisa berjalan lagi, Dok?" tanya Ulyssa sedih.
"Tidak ada kata terlambat untuk kita mencoba lagi, Miss. Tapi berhasil atau tidaknya terapi ini tergantung konsistensi dari Mr. Alvito untuk mau terus berusaha. Saya tidak bisa membantu banyak bila sikap Mr. Alvito selalu berusaha bolos untuk mengikuti jadwal yang saya tetapkan. Dengan cara Mr. Alvito yang seperti ini-sih, mungkin hanya mujizat dari Tuhan saja yang bisa menjadi harapan kita, Miss." jawab dokter itu.
"Kalau untuk hal itu Dokter tidak perlu ambil pusing. Saya pastikan suami saya akan mengikuti semua prosedur pengobatannya dengan rutin. Tidak akan saya biarkan dirinya bolos lagi, Dok." tegas Ulyssa dengan mantap.
"Baguslah kalau begitu. Saya rasa untuk terapi hari ini sudah cukup. Sampai bertemu 1 minggu lagi ya, Mr. Alvito. Ohh ya.... Vitamin yang kemarin saya berikan juga tetap diminum secara rutin sehari sekali ya. Itu akan sangat membantu pembentukan jaringan sendi-sendi di kaki anda." ungkap Dokter itu.
"Baik, Dok. Terima kasih. Kami permisi dulu." pamit Ulyssa sambil mendorong keluar diriku dari ruang dokter itu dan berjalan menuju mobil.
"Dengar itu! Karena kau yang terlalu keras kepala seperti ini, kau jadinya hampir menghilangkan semua kesempatanmu untuk bisa berjalan lagi. Kalau misalnya saja kau rutin mengikuti fisioterapimu, mungkin sekarang kau sudah bisa menggerakkan kakimu. Tapi pada kenyataannya sekarang, kakimu masih kaku begitu karena tidak pernah kau latih. Dan kau malah tidak mau berusaha." marah Ulyssa saat kita sudah berada didalam mobil.
"Maaf, Sya. Aku tahu aku salah. Jangan marah-marah lagi. Aku tidak suka melihatmu merajuk seperti begini." ucapku sambil memegang tangannya namun dihempas begitu saja.
"Tidak usah berbicara begitu kalau kau sama sekali tidak mau berubah, Diego. Kau tahu saat aku melihatmu kesusahan seperti tadi, hatiku terasa teriris-iris tetapi aku selalu mencoba untuk bertahan demi dirimu. Aku tidak bisa ikut lemah disaat kau berada didalam kondisi terendahmu. Aku harus bisa menjadi penopangmu untuk bertahan. Tapi kau yang seperti tak pernah memusingkan kesehatanmu, Diego. Aku hanya minta satu yaitu kau mau berusaha. Jangan membantah seperti tadi pagi. Aku memaksamu melakukan ini juga demi kebaikanmu, okay?" balas Ulyssa marah.
"Iya, iya. Aku mengerti, Sya. Aku janji akan berubah. Toh juga sudah ada kau yang akan menjadi pengawasku. Aku tidak mungkin bisa lari dari pengawasanmu. Aku siap untuk melakukan apapun yang kau minta asalkan kau tidak lagi memarahiku. Bagaimana? Jangan marah lagi ya. Aku ingin melihatmu tersenyum. Masa sudah diikuti maunya, masih merajuk." ledekku bermaksud untuk menggodanya.
"Aku tidakakan marah kalau misalnya kau tidak sebandel ini, Diego. Kau tahu tidak saat dokter tadi mengatakan kakiku sudah semakin susah untuk digerakkan, saat itu juga aku merasa sudah tidak harapan. Aku tidak ingin membuang kesempatan yang masih diberikan Tuhan untuk dirimu, Diego. Jadi aku mohon, ikutilah semua jadwal tanpa mengeluh dan menggerutu, hmm?" ajaknya dengan muka memelas yang membuatku Cuma bisa mengangguk pasrah.
"Aku akan melakukannya jika kau mau berjanji untuk menemaniku di setiap sesi terapiku, bagaimana?" tawarku.
"Itu tidak usah ditanya lagi, Diego. Aku akan memastikan kau akan mengikuti setiap sesimu dengan sangat baik dan aku yakin cepat atau lambat kau pasti bisa berjalan lagi." balas Ulyssa.
"Okay." anggukku sambil tersenyum dan mencium keningnya.
"Sya, aku ingin bertanya padamu. Maukah kau pergi kencan denganku lagi malam ini?" ajakku.
"Aku tidak akan mau untuk pergi bersama dengan dirimu sampai kau bisa berjalan lagi, Diego." jawabnya yang membuatku langsung memayunkan wajahku.
"Jahat!" kesalku.
"Biarlah! Biar kamu tahu rasa. Makanya jangan mencoba membantah apa yang aku katakan lagi." sahutnya yang sontak membuatku tersenyum.
"Kalau misalnya aku tidak pernah membantah ucapanmu, nanti apa yang dikatakan orang diluaran sana, Sya? Bisa-bisa mereka memanggilku suami-suami takut istri lagi." ledekku.
"Diego!" bentaknya yang langsung kutanggapi dengan senyuman mesum.
"Sudah daripada marah terus, mending kita melakukan sesuatu yang lebih bermanfaat." tawarku.
"Misalnya?" tanyanya bingung sambil berbalik kearahku dan menatapku dengan wajah penasaran.
"Mungkin dengan melakukan hal-hal yang bisa membawa kehidupan baru ke dunia ini." ujarku ambigu yang semakin menyebabkan Ulyssa semakin kebingungan.
"Maksudmu? Aku tidak mengerti maksud dari ucapanmu itu, Diego." katanya.
"Masa begitu saja kamu tidak mengerti, Sya? Aku bilang kita bisa memberikan adik lagi buat Alex. Aku rasa Alex sudah ingin sekali untuk disebut sebagai seorang kakak." ucapku mesum.
"What?! No! Aku...." tolaknya bingung yang sontak membuatku langsung tertawa.
"Aku rasa kau sudah tidak sepolos dulu lagi, Sya." ledekku yang semakin menyebabkan telinga Ulyssa memerah karena malu.
"Diego mesum!" ejeknya yang sontak membuat diriku langsung memeluknya sambil berkata, "Just kidding, Sya. Aku akan menunggu sampai kau siap kok. Aku hanya ingin kau merasa nyaman didekatku." lalu aku mencium keningnya.
"I love you, Diego." ujarnya sambil menciumku sekilas.
"I love you too, mi amor." bisikku.
![](https://img.wattpad.com/cover/239096232-288-k53803.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bound to Ex
Romance"Ditempat inilah aku menginginkan suatu permulaan hidup yang baru. Tanpa adanya masa lalu yang terus menghantuiku setiap malamnya. Namun sayangnya takdir menghendaki kita untuk kembali bersama. Disaat aku berusaha untuk pergi menghindar, aku malah d...