BAB 33- Thank You

202 13 0
                                    


"Kau akan membawaku kemana, Sya? Kau tadi sudah lihat sendiri-kan aku masih punya kerjaan yang masih belum aku selesaikan. Aku juga ada meeting dengan klien nanti jam 1 siang. Jadi aku tidak bisa pergi begitu saja meninggalkan semua kerjaan pada Ji Min, Sya. Klienku bisa-bisa kehilangan kepercayaan kepada diriku karena aku pergi di jam kerja seperti ini." kataku sedikit marah karena Ulyssa tiba-tiba datang ke kantor dan menarikku untuk mengikutinya.

"Sudah kau diam saja, Diego. Aku sudah menelpon Ji Min kemarin untuk menganti jadwal meetingmu hari ini jadi minggu depan. Pokoknya kau tenang saja, untuk masalah kerjaanmu yang masih belum kelar itu, aku siap kok untuk membantumu menyelesaikannya nanti. Tapi untuk sekarang, aku ingin kau jangan membantah dan ikuti saja perintahku ini." tegasnya membuatku mendengus kesal.

"Maksudmu kau akan kembali menjadi asistenku?" tanyaku merajuk.

"Tentu saja tidak, Diego. Aku sudah bilang-kan aku tidak mau bekerja di perusahaan yang sama denganmu. Tapi bukan berarti aku tidak akan ada disampingmu untuk mendukungmu. Aku tahu kemampuanku tidak sebanding dengan dirimu, dan sebagai pacarmu, aku akan melakukan segala cara untuk membantu dirimu. Sebisa yang aku mampu." jawabnya.

"Cuihh.... Bilang saja kau tidak mau terus-terusan untuk melihat wajahku jadinya kau keluar dari perkerjaanmu sebagai sekertarisku." gumamku.

"Diego! Jangan berpikiran yang aneh-aneh lagi. Aku tidak seperti itu, okay? Aku juga mengharapkan kita bisa terus bersama. Tapi pastinya kau punya kerjaan yang kau urus sedangkan aku tidak bisa menjadi penyebab kau ter-distructed dengan keberadaan diriku di kantormu. Bisa-bisa nanti kau tidak kerja lagi malah asyik-asyikan berdua dengan diriku. Aku-sih mau-mau saja. Tapi kalau nanti kau bangkrut, kau akan beri aku dan Alex makan pakai apa? Pakai daun?" candanya sambil mencium pipiku namun tak kuhiraukan dan tetap merajuk.

"Diego! Kenapa marah-marah begitu-sih? Aku melakukan ini juga demi kebaikanmu. Ayolah.... Jangan seperti anak kecil begini. Tersenyumlah, hmm?" pinta Ulyssa namun tetap tak kuacuhkan.

"Kau maunya apa-sih supaya kau tidak marah lagi? Berbicaralah dengan diriku. Aku jadi serba salah disini. Aku minta maaf kalau misalnya aku telah mengganggu waktu kerjamu tapi sekarang kau juga harus mengikuti jadwal terapimu, okay? Kau tidak bisa bolos lagi. Aku dengar dari JI Min kau sudah bolos terapi selama 2 bulan. Benar, kan? Terus bagaimana dengan impian kita, Diego? Apa kau akan memupuskan semua harapan itu hanya karena keegoisanmu semata? Kau sudah pernah membuat janji untuk membiarkan aku menjadi alasanmu untuk bisa berjalan lagi, bukan? Maka mau tak mau, kau harus mengikuti permintaanku ini, Diego. AKu mau kau mengikuti terapi fisioterapimu bersama dengan diriku." tegas Ulyssa yang sontak membuatku merasa bersalah.

Aku sudah berjanji pada dirinya dan hampir saja akan kuingkari lagi. Aku benar-benar lupa dengan jadwal terapiku hari ini. Lebih tepatnya, aku tidak pernah ingat akan hal itu. Sejak keluar dari rumah sakit, aku sama sekali tidak pernah lagi mengikuti jadwal yang ditetapkan dokter untukku. Hanya setelah Ulyssa kembali ke dalam kehidupanku, aku sekali mengikuti terapi itu dan setelah itu tidak pernah lagi.

Aku sudah tidak peduli lagi, okay? Toh dokternya juga mengatakan sekalipun aku mengikuti terapi itu, tidak berarti aku bisa berjalan lagi. Daripada menghabiskan uuang untuk hal yang tidak penting seperti itu, lebih baik aku fokus mengumpulkan pundi-pundi uang untuk membahagiakan keluarga kecilku.

"Tidak ada gunanya juga kita melakukan itu, Sya. Biar aku mengikuti terapi sampai 1000 kali, dokter juga tidak bisa menjamin kakiku bisa dipakai untuk berjalan. Mending aku menghabiskan waktuku dengan kalian daripada untuk hal-hal yang tak penting seperti ini. Aku juga bisa mempergunakan sebagian waktuku untuk fokus mengurusi perusahaan." sanggahku.

"Kau itu selalu saja memikirkan perusahaan dan kami berdua tapi tidak pernah memikirkan dirimu sendiri, Diego. Bagimu mendapatkan kakimu menjadi hal yang tidak penting, kan? Tapi menurutku itu sangat penting, Diego. Kau boleh memusingkan perusahaanmu, karena memang banyak kehidupan bergantung pada kelangsungan perusahaanmu, tapi itu bukan berarti kesehatanmu tidak menjadi prioritas. Kau tetap harus sehat untuk bisa memimpin dengan baik. Diego. Jadi untuk saat sekarang, aku harap kerjaanmu bisa kau kesampingkan agar kau bisa fokus untuk mengikuti terapimu secara rutin." balas Ulyssa yang sontak membuatku terdiam.

"Tapi...." bantahku.

"Stop bertingkah childish seperti ini, Diego! Kau selalu membantah ucapanku saat diriku hanya menginginkan yang terbaik untuk dirimu. Kenapa-sih kau tidak mau sekali nurut dan mengikuti terapimu tanpa mencari-cari alasan terlebih dahulu? Apa kau tidak ada keinginan untuk sehat lagi, Diego?" marah Ulyssa yang membuatku semakin terenyuh dengan perhatiannya kepada kesehatanku.

Inilah yang mungkin dimaksud orang dengan enaknya punya seorang istri. Kau bisa memiliki seseorang yang memperhatikanmu, yang memberikanmu kasih sayang dan mencintaimu lebih dari dirinya sendiri. Aku sekarang merasakan itu. Saat aku berusaha untuk memperhatikannya selalu, dia juga melakukan hal yang sama kepada diriku. Itulah salah satu factor yang menjamin keromantisan kita berdua. Membuatku menjadi tidak sabar untuk mempersunting Ulyssa, memberikannya gelar yang pantas untuk dirinya. Sebagai Ny.Alvito, istri dari pengusaha terkaya di Korea.

"AKu juga ingin kembali sehat, Sya. Sudah pasti berjalan masih menjadi hal yang aku inginkan. Hanya saja aku tahu itu tidak mungkin terjadi, Sya. Aku tidak ingin menaruh harapanku terlalu tinggi untuk dihancurkan begitu saja dengan realita bahwa aku akan selamanya lumpuh. Untuk apa mencoba kalau hasilnya juga pasti sama, Sya. Lebih baik aku belajar untuk terbiasa dengan situasiku sekarang ini. Daripada aku terus berharap dan malah menyalahkan diriku atas ketidakmampuan untuk bisa berjalan lagi." kekehku.

"Kau itu terlalu pesimis, Diego. Bukankah dokter mengatakan masih ada kemungkinan kau bisa berjalan lagi? Dia tidak bilang kau akan lumpuh selamanya. Tapi hal itu akan menjadi kenyataan bila kau tidak mau berusaha untuk bangkit dari keterpurukanmu ini. Kau saja belum mencoba secara maksimal tapi sudah berbicara seperti itu, Diego. Apa dengan adanya aku masih belum bisa membuatmu terdorong untuk kembali berjalan, hah?" racaunya sedih.

"No, no, no, Sya! Jangan berbicara seperti itu. Dengan adanya kau, aku seperti menemukan tujuanku lagi. Kaulah yang akhirnya membuatku tidak jadi menyerah, Sya. Tapi aku sudah benar-benar kehilangan semangatku untuk bisa berjalan lagi, Sya. Aku capek, okay? Aku lelah untuk terus mencoba dan akhirnya gagal." sanggahku.

"Terus mencoba? Kau saja tidak pernah mencobanya, Diego dan kau mengatakan bahwa apapun yang kau lakukan untuk bisa berjalan itu tidak berhasil? Ya pastinya begitu karena kau tidak mengikuti anjuran dokter, Diego! Aku tidak mau untuk berdebat akan hal ini lagi, Diego. Pokoknya aku mau, mulai dari sekarang kau harus mengikuti jadwal terapimu tepat waktu." tegasnya dengan raut wajah serius membuatku mau tak mau harus mengangguk pasrah.

"Okay, aku akan lakukan demi dirimu, Sya. Because i love you." kataku yang langsung membuat Ulyssa tersenyum bahagia.

"Benarkah?" tanyanya tidak percaya aku akan menurutinya dengan begitu mudahnya yang Cuma aku angguki sambil mengelus kepalanya dengan lembut.

"Kalau begitu, ayo sekarang kita turun! Aku ingin cepat-cepat melihatmu terapi!" ajaknya antusias sambil bergerak keluar dari mobil.

"Aku benar-benar beruntung bisa mendapatkan seseorang yang bisa menyupportku sampai sebegininya. Thank you for always be my side, Sya. " ucapku dalam hati. 

Bound to ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang