Diego's POV
"I will always love you." itulah kata terakhir yang kau ucapkan dan tuliskan dalam surat ini. Surat yang tak pernah kuperkirakan akan kuterima secepat ini. Tak pernah kubayangkan, kebahagiaan yang kau berikan, memori indah yang kau ukir begitu sempurna, seketika berubah membawa kehampaan dan rasa sakit yang dalam. Waktu tidak lagi memberikanku kesempatan untuk mengatakan bahwa aku mencintaimu dan sekarang aku benar benar telah kehilanganmu.
------------
Tak pernah kupikirkan bahwa akan ada seseorang yang bisa membuatku mengatakan bahwa aku mencintai dirinya dengan tulus jauh dari lubuk hatiku yang terdalam. Hatiku seperti terdesain hanya untuk dirinya seorang sejak pertama kali kita berjumpa.
Senyumnya yang manis, matanya yang berbinar-binar, semua itu terus terngiang-ngiang di otakku layaknya kaset yang sedang rusak. Jauh dari lubuk hatiku aku berharap dialah yang menghampiriku, menyinariku dengan senyumnya.
Namun, aku sadar aku tidak pantas untuk menjadi laki-laki yang mendapatkannya. Diriku yang penuh kekurangan ini takkan bisa bersanding dengan dirinya.
Tetapi saat aku semakin mencoba untuk mengelak dan menolak perasaan ini, semakin takdir mencoba mempermainkanku dengan terus mempertemukan kita berdua. Pada akhirnya aku harus menerima kenyataan bahwa kesempurnaannya harus dirusak dengan ketidaksempurnaan yang kumiliki.
Keserakaankulah yang akhirnya membawanya ke dalam kekelaman hidupku. Dan pada saat aku sudah memantapkan diri untuk memberikannya seluruh kendali atas perasaaanku, aku malah harus kembali kehilangan orang yang aku sayangi. Kehilangan waktu dan kesempatan untuk bisa mencurahkan seluruh perasaan cinta dan kasih sayang pada dirinya.
Aku berdiri didepan kaca jendelaku memandang kota Seoul dari lantai atas markas besar Seoul yang kumiliki. Tanganku berada di saku celana setelanku yang dirancang sempurna sambil menyaksikan matahari terbenam.
Hari telah berganti malam namun aku tetap tidak bisa menemukan jejaknya. 8 tahun telah berlalu sejak hari itu, hari dimana aku tidak bisa lagi melihatnya, dimana waktu tidak memberikanku pilihan apapun selain berusaha untuk melupakannya. 8 tahun berlalu, begitu pula waktu yang kuhabiskan berusaha untuk mencarinya, namun tak ada hasil yang kudapat.
Harapanku untuk dapat melihatnya perlahan-lahan mulai sirna, Namun, sebagian dari diriku percaya bahwa aku akan bertemu dengannya lagi. Aku masih ingat dengan jelas ketika dirinya yang tersipu malu setelah diriku mencium pipi merahnya dan dengan senyum indahnya, dia mengantarku ke depan pintu rumah miliknya. Itulah ingatan terakhirku tentang dia.
Semua memori itu masih terasa baru bagiku walaupun 8 tahun telah berlalu. Kuhabiskan waktuku mengingat hari-hari dimana dia masih berada disisiku.
Dia yang memberikanku kasih sayang yang tak pernah kurasakan sebelumnya, dia juga yang memelukku dengan erat saat aku merasa dunia ini begitu kejam kepadaku. Dan hanya dialah yang selalu mengisi hari-hariku dengan kebahagiaan yang takkan pernah bisa dijelaskan dengan kata-kata. Tetapi aku dengan bodohnya tak pernah menghargai kehadirannya dihidupku.
Jika saja aku menghargai keberadaannya, bila diriku memperdulikanya, memanjakannya dan memberinya kasih sayang, akankah dia masih akan berada disisiku sekarang? Aku mengetahui bahwa aku takkan pernah pantas untuk menerima cinta, apalagi cinta yang kudapatkan darinya, tetapi keegoisan didalam diriku ini tak ingin untuk melepaskannya, tak ingin untuk melupakannya, aku menginginkannya, aku sangat mencintainya lebih dari diriku sendiri.
Aku tidak tau apakah aku masih pantas untuk mendapatkan kesempatan kedua darinya. Tetapi aku siap untuk melakukan apapun agar bisa mendapatkannya lagi saat kita dipertemukan kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bound to Ex
Romance"Ditempat inilah aku menginginkan suatu permulaan hidup yang baru. Tanpa adanya masa lalu yang terus menghantuiku setiap malamnya. Namun sayangnya takdir menghendaki kita untuk kembali bersama. Disaat aku berusaha untuk pergi menghindar, aku malah d...