BAB 23 - Guilty

256 16 0
                                    


Ulyssa's POV

Kenapa jadinya seperti ini? Aku yang bermaksud baik tidak ingin menyakiti hatinya William, tapi malah mengakibatkan rusaknya hubunganku dengan Diego. Kenapa juga dia cemburu sekali dengan William? Bukankah sudah selalu kuperjelas bahwa aku tidak ada hubungan apa-apa dengan Wiliam? Tapi selalu saja, Diego mencurigaiku punya suatu hubungan dengan William. Padahal-kan itu sama sekali tidak benar.

Aku bingung caranya untuk menghandle seorang pria yang berubah-berubah seperti Diego ini. Dulu dia memohon-mohon pada diriku untuk diberikan kesempatan lagi. Kesempatan untuk membuktikan tapi sekarang malah dirinya yang duluan menjauh. Meminta kepadaku untuk memberikannya ruang untuk berpikir. Bilangnya untuk diriku. Tapi kurasa, dia melakukan itu karena dia sudah tidak bisa percaya lagi dengan diriku. Maunya cowok itu apa?

Kita benar-benar seperti diciptakan sangat bertolak belakang. Disaat diriku berusaha untuk pergi, dia malah mendorong diriku untuk kembali dengan dirinya. Disaat aku memutuskan untuk bersamanya lagi, dia malah bersikap seperti ini. Apa memang cinta itu dibuat serumit ini. Terlalu banyak kesalahpahaman yang tercipta diantara kita dan salah satu dari kita tak pernah mencoba untuk menyelesaikan salah paham itu. Kita selalu mencoba untuk tidak lagi menyakiti satu sama lain, tapi secara tidak langsung ucapan dan tindakan kitalah yang akhirnya melukai kita berdua.

Aku tak tahu penyebab semua ini berubah menjadi sesuatu yang terlalu sulit untuk kita selesaikan dengan kepala dingin. Setiap pertengkaran serasa tak pernah menemukan penyelesaiannya sehingga permasalahan yang belum selesai itulah yang akhirnya menjadi akar dari pertengkaran kita selanjutnya. Begitu seterusnya sampai membuat kita berdua sama-sama capek dan ingin menyerah.

Aku tidak bilang bahwa pertengkaran ini tidak pernah membuatku jenuh dan mempertanyakan apakah hubungan ini masih pantas untuk dipertahankan atau tidak. Tapi setiap kali aku ingin mengeluarkan kata menyerah, aku kembali teringat dengan Alex. Anak itulah yang secara tidak sadar akan kembali menguatkanku untuk terus mencoba. Sudah pasti kisah cinta tidak pernah akan sama dengan dongeng sebelum tidur. Dimana sang pangeran menemukan tambatan hatinya dan merekapun hidup bahagia. Hidup tak pernah dirancang semudah itu, okay?

Bila cinta memang tercipta seindah itu tanpa ada masalah, maka cerita cinta satu orang dengan yang lain-pun pastinya akan sama. Masalah akan selalu diberikan untuk menguji seberapa kuat hubungan kita. Namun itu tidak berarti masalah yang dilimpahkan Tuhan pada kita juga tidak keterlauan. Belum selesai satu masalah, timbul lagi satu masalah yang memicu pertengkaran sampai membuatku bosan dengan rutinitas itu. Sampai kapan siklus itu akan terus berlanjut? Seakan dalam 24 jam, hanya 2 jam saja kita dapat akur, sisanya kita selalu saja berkelahi. Serasa badai tak pernah usai tergantikan oleh Matahari.

Apa ini yang dinamakan hubungan yang sehat? Saat dirinya mengatakan untuk kita perlu memberikan jarak untuk mengintropeksi diri kita masing-masing, saat itu aku ingin berkata tidak dan menolak keras permintaannya. Namun hal itu tidak jadi aku lakukan karena aku merasa perkataan Diego juga ada benarnya. Mungkin saja kita seperti ini karena akulah penyebabnya. Aku yang masih belum terbiasa dengan semua pengaturan hidupku yang baru. Selama 8 tahun aku hidup tanpa siapapun bisa mengaturku, aku hidup dari semua pilihanku sendiri.

Dan kini, stelah Diego kembali ke dalam hidupku, dia secara tidak langsung menjadi seseorang yang seringkali mempertanyakan penilaianku pada suatu hal tertentu yang terkadang membuatku merasa tidak nyaman dan marah. Diego juga sering mengambil tindakan impulsive tanpa memikirkan perasaanku. Hal itulah yang jugalah yang akhirnya menyebabkan hubungan kita merenggang. Karena aku masih belum bisa untuk terbiasa membiarkan orang lain mengambilkan beberapa keputusan penting yang akan sangat berdampak bagi kehidupanku. Maka dari itu, kurasa berpisah untuk sementara waktu bukanlah hal yang buruk. Ini juga bisa membantuku untuk memastikan perasaanku itu masih benar-benar ada atau tidak.

Tapi aku tidak menyangka bahwa ucapannya kemarin serius dia lakukan dengan cara yang sampai seextreme ini. Selama beberapa hari ini, aku bahkan sama sekali tak melihat dirinya. Berjumpa saja tidak, apalagi berbicara. Diego tidak pernah mengunjungi atau menanyakan langsung kabar. Dia hanya mengirimkan orang suruhannya untuk menyiapkan semua kebutuhan kita lalu pergi begitu saja.

Hal itu terus berulang setiap harinya, yang tentu membuatku meresahkan kesehatannya. Apakah dia tidur dengan cukup? Apa dia makan makanan yang sehat? Pertanyaan itu selalu aku tanyakan pada bodyguard suruhannya namun hasilnya tetap saja aku tidak mengetahui kabarnya sama sekali. Bahkan untuk menelponnya saja aku sungkan, takut dianggap menganggu, takut juga dianggap terlalu clingy. Jadi bisa dikatakan sekarang, kita hampir tidak ada komunikasi sama sekali.

Sama seperti hari ini, aku telah mendatangi rumahnya sekitar jam 4 pagi untuk sekedar menanyakan kabar dan memasakannya sarapan. Tapi bukannya mendapat apresiasi bahagia dari dirinya, dia malah tak menengok sedikitpun diriku dan bergegas pergi begitu saja dari rumah tanpa memakan sedikitpun masakan buatanku. Saat aku berusaha untuk menghalangi dirinya dan bertanya alasan mengapa dia harus bersikap seperti ini, dia hanya menjawab bahwa belakangan ini dia sedang sibuk dengan urusan kantor dan tidak punya waktu untuk menghubungiku.

Hmm.... Alasan yang memang cukup masuk akal, terlihat dari kantong matanya yang semakin menghitam. Tapi jauh dalam relung hatiku, aku merasa ada kejanggalan dengan sikapnya itu. Serasa ia memang sengaja melakukan itu demi untuk menghindariku. Inikah yang disebut orang dengan firasat seorang istri? Atau mungkin ini hanya naluriahku saja yang merasa dirinya sedang berbohong? 

Bound to ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang