BAB 25 - Knowing The Truth

350 18 0
                                    


"Oh My Lord! Kenapa aku baru sadar sekarang? Ulyssa dan Sya. Kau juga sering dipanggil Sya. Ya ampun, aku bodoh sekali. Dan aku hampir menceritakan semuanya pada kamu?" tanyanya tidak percaya.

"Memang kau bodoh, baru tahu?" ledekku.

"Jahat! Kau jahat sama semua orang. Terlebih sama Diego. Dia sangat menderita selama ditinggal olehmu, Sya. Kenapa kau harus pergi dari hidupnya?" tanyanya kesal.

"Aku juga punya alasan kenapa aku melakukan itu, Ji Min. Aku harus meninggalkannya agar aku tidak lebih terluka. Hatiku hancur saat itu, dan bila aku memutuskan untuk bertahan, mungkin hatiku sudah tidak terbentuk sekarang. Aku juga tidak ingin pergi, Ji Min. Karena saat aku memutuskan untuk menghilang, jiwaku juga ikut terhilang dari ragaku. Jiwaku ada pada Diego, dan saat aku tidak lagi bisa bertemu dengannya, aku juga sudah sama seperti mayat hidup. Tak ada lagi senyuman yang bisa kupancarkan begitupun dengan rasa sedih, Ji Min. Air mataku sudah tak lagi bisa keluar karena sudah terlalu banyak menangis." jelasku.

"Aku tidak mengerti, kalian sama-sama terluka. Tapi aku seperti tidak mengerti dengan masalah kalian. Aku rasa kalian sama-sama saling mencintai, Jadi apa lagi yang menyebabkan kalian seperti ini?" tukasnya.

"Ji Min, masalah dalam suatu hubungan bukanlah berputar hanya karena kita tidak lagi saling mencintai. Banyak factor, baik dari luar ataupun dari dalam, yang membuat kita kehilangan kepercayaan pada pasangan. Itulah yang akhirnya membuatku seringkali mencurigai Diego. Begitupun dengan dirinya. Sikapnya yang terlalu dingin adalah satu dari banyaknya alasan mengapa aku selalu mempertanyakan akan perasaannya. Cinta juga perlu pembuktian, Ji Min. Dan saat itu aku sama sekali tidak merasakan pembuktian cinta Diego." ujarku.

"Jadi itu alasannya kau pergi? Hanya karena kau berpikir bahwa Diego tidak mencintaimu dengan tulus?" tanyanya.

"Ada alasan lain yang tidak bisa aku jelaskan pada dirimu, Ji Min. Karena tanpa kau sadari, kau juga terlibat dalam hal itu. Aku tidak menyalahkanmu, okay? Hanya saja aku tidak bisa mempercayaimu untuk mengetahui alasan dibalik tindakanku itu. Maafkan aku, Ji Min. Disini aku menyesal karena membuat teman kalian menderita. Tapi aku harap kau juga mengerti bahwa aku punya alasanku sendiri kenapa aku pergi." jelasku.

"Dan kurasa pembicaraan kita sudah melenceng dari topik utama kita tadi, Ji Min. Sekarang jelaskan pada diriku, apa maksudmu yang mengatakan bahwa akulah alasan kenapa Diego sampai lumpuh seperti ini?" tanyaku.

"Kau tidak tahu bahwa dirinya sudah mengetahui keberadaaanmu bahkan sebelum kau bekerja disini?" tanyanya bingung.

"Hah? Aku hanya tahu kita pernah berjumpa saat dirinya di rumah sakit dan aku juga tahu kalau dia telah mengirimkan beberapa detektif untuk mencariku. Namun aku tidak tahu kalau dirinya sudah menemukan tempat tinggalku sampai dimana dia tiba-tiba mendatangi apartemenku sambil bertanya perihal Alex." jawabku dengan jujur.

"Alex? Siapa itu?" tanya Ji Min.

"Anakku." jawabku singkat.

"Jangan bilang....." timpalnya.

"Yes. Alex adalah anakku dengan Diego yang sekarang sudah berumur 7 tahun." sahutku santai.

"Jadi itu alasannya kenapa kau melarikan diri dari Diego? Takut dirinya tidak bisa menerima keberadaan anak ini dan memintamu mengugurkannya?" tanyanya.

"Bukan, perkiraanmu salah, Ji Min. Aku baru tahu bahwa aku hamil saat aku telah meghilang selama 2 bulan. Aku tidak bisa bilang kepada Diego karena aku takut dia takkan mau menyerah sampai dirinya tahu dimana keberadaanku. Bukan karena diriku berpikir dia akan menyuruhku untuk mengugurkan Alex. Aku tahu, Ji Min. Diego tidak mungkin memintaku melakukan hal yang sekejam itu. Mungkin memang terbesit dipikiranku bahwa dia mungkin saja menolak anak ini, tapi aku sadar dia bukanlah laki-laki yang tidak bertanggung jawab." jawabku.

"Maka dari itu kau menyembunyikan anak itu dari Diego selama ini? Apa dia sudah tahu sekarang?" balasnya.

"Dia sudah tahu bahwa Alex adalah anaknya saat pertama kali dia datang ke apartemenku, Ji Min. Aku berusaha untuk menyembunyikan fakta itu agar tidak membuatnya memaksaku kembali bersamanya. Namun aku rasa, ikatan batin yang terjalin di antara mereka terlalu kuat untuk kututupi dengan satu kebohongan." kataku menghela nafas.

"Aku tidak pernah bisa mengerti wanita, Sya. Kau mencintai Diego tapi kenapa kau bersikeras untuk menghindarinya? Mengapa kau tidak menurunkan ego-mu itu dan membuka matamu, Sya? Diego itu membutuhkanmu. Kau itu seperti asupan oksigen untuk dirinya, Sya. Saat kau pergi, kau seperti memaksa jantungnya untuk bekerja tanpa oksigen. Tidak bisa dan tidak akan pernah bisa. Kau mementingkan sakit hatimu sendiri, tapi kau juga tidak tahu-kan perbuatanmu sangat berdampak bagi Diego." sungut Ji Min.

"Aku mengerti kau peduli dengan Diego, Ji Min. Tapi aku rasa kau tidak punya hak untuk menghinaku seperti ini. Aku tahu aku tidak seharusnya lari dari masalah. Dan terima kasih untuk kamu yang sudah menyadarkanku, Ji Min. Tetapi aku tidak bisa terima kau menjudge buruk diriku. Aku tidak pergi tanpa alasan, okay?"

"I have my own reason and i'm sorry that I cann't tell you that. Jika perbuatanku ini kau bilang adalah tindakan egois, maka dengan senang hati aku katakan pada dirimu, Ji Min. Aku egois karena aku hanya ingin menjaga hatiku. Dan aku rasa kau tidak bisa melimpahkan semua kesalahan itu pada diriku. Memangnya kau pikir aku Tuhan? Yang bisa tetap setia pada satu orang saat cemoohan dan hinaan kalian lontarkan dengan seenak perut. Kau saja tidak bisa tahan diperlakukan tidak adil apalagi aku, Ji Min. Jangan kau anggap dirimu begitu sempurna sehingga kau bisa menyudutku seperti ini." hardikku sambil memukul meja karena tidak tahan dengan tuduhannya yang tidak berdasar ini.

Dia saja hanya orang luar tapi bertingkah seperti dia sangat tahu akan masalah ini. Aku akui aku adalah orang yang keras kepala. Dan aku juga cukup susah untuk diberitahu bahwa aku itu salah. Itulah yang akhirnya membuat aku dan Diego jadi sering cekcok karena tidak ada yang mau mengalah. Tapi bila aku sadar akan kesalahanku, maka aku juga tidak segan untuk minta maaf. Dan aku rasa dalam masalah ini, aku juga tidak salah.

Aku korban dalam permainan mereka, okay? Tetapi sekarang mereka malah menyalahkanku karena pergi meninggalkan temannya. Plot twist macam apa ini? Orang yang seharusnya bersalah kini terlihat seperti korban dan begitupun sebaliknya. Aku juga tidak terima untuk membuatku terus diam dan bersikap seolah-olah aku memang bersalah dalam hal ini.

"Sabar, Sya. Aku tidak bermaksud untuk membuatmu marah. Aku hanya terbawa emosi dan secara tidak sadar malah menyudutkanmu padahal aku tidak benar-benar tahu masalah kalian." tukasnya. 

Bound to ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang