BAB 66 - Berbaikan

257 6 0
                                    

Diego's POV

"Diego, ada masalah di restaurant yang membutuhkanku disana. Tolong kau antar Alex ke sekolah, okay? Aku pergi dulu." ucap Ulyssa membangunkanku dari tidur.

"Jangan pergi. I need you here." cegahku sambil memegang tangannya.

Padahal hari ini aku ingin bersantai ria dengan Ulyssa di rumah makanya aku beberapa hari ini kerja lembur supaya aku bisa mendapatkan hari libur. Sedari kemarin, aku sudah membayangkan apa saja hal yang ingin aku lakukan berdua dengan dirinya saat Alex pergi ke sekolah. Pergi date berdua atau mungkin movie date bersama sambil berpelukan.

Tapi semua rencana itu harus musnah karena hari ini restaurant perlu keberadaan Ulyssa disana. Memang Ulyssa tidak setiap hari kesana, mungkin hanya satu sampai 2 hari saja dalam seminggu dia ke restaurant miliknya untuk memeriksa keuangan dan sebagainya. Namun aku tidak menyangka bahwa hari ini dirinya tidak bisa berada di rumah bersamaku. "Kalau jadinya seperti ini, aku tidak akan susah-susah untuk mendapatkan hari libur." pikirku kecewa.

"Aku tidak bisa, Diego. Aku harus kesana sekarang. Tadi pagi Tony menelponku bahwa ada masalah pada restaurant milik kita. Jadi mereka memerlukanku disana. Setelah semuanya beres aku janji akan pulang, lalu kita bisa bersantai bersama." balas Ulyssa sambil melepaskan tanganku.

"Tapi aku-kan sudah susah payah untuk bisa mendapatkan hari libur ini agar kita bisa pergi bersama." sanggahku.

"Iya aku tahu, Diego. Akupun juga ingin bersamamu, tapi aku masih punya tanggungjawab untuk mengurus restaurant yang sudah kau percayakan untuk diriku. Dan ini semua juga diluar dugaanku. Aku pergi dulu sekarang. I love you." ujar Ulyssa sambil mencium keningku sebelum berjalan pergi.

Setelah dirinya pergi, akupun hanya bisa menghela nafas sambil terduduk di tempat tidurku. "Sendiri lagi." rengekku dalam hati. Rencananya hari ini aku bisa bemesraan dengan Ulyssa, tapi semuanya jadi gagal karena dirinya yang harus ke resto hari ini. Kenapa aku sial sekali-sih? Baru juga mau beristirahat, menikmati waktu bersama dengan orang yang kucintai, sambil bersantai, namun aku harus menerima kenyataan bahwa hari ini aku hanya bisa beristirahat sendiri tanpa keberadaan pasangan.

Daripada aku merengek terus lebih baik aku bersiap untuk mengantar Alex ke sekolah, akupun beranjak turun secara perlahan dari tempat tidur menuju kamar mandi. Semuanya harus kulakukan secara pelan-pelan karena kakiku yang tak boleh digerakkan secara tiba-tiba. Memasuki kamar mandi, aku lalu mulai dengan cuci muka, sikat gigi, lalu mandi. Setelah itu akupun segera memakai baju dan bergegas turun menyambut Alex yang sudah menungguku untuk sarapan bersama.

Belum sempat aku sampai ke ruang makan, tiba-tiba saja bel rumahku berbunyi menandakan seseorang telah datang. Aku yang tidak tahu siapa yang datang di pagi hari ini, lantas dengan segera berjalan kearah pintu rumah dan membukakan pintu untuk orang tersebut. Namun saat aku melihat identitas dari orang tersebut, aku terkejut sampai tak tahu harus berbicara apa.

"Tujuan Mama kesini lagi untuk apa?" tanyaku ketus.

"Mama hanya ingin berbicara sesuatu pada dirimu, Diego. Lagipula tidak ada salahnya juga bila orangtua berkeinginan untuk sering menjenguk anaknya." jawab Mamaku.

"Tidak usah sok baik seperti itu, Ma. Aku tahu bila Mama sampai bela-belain menemuiku, pasti karena Mama punya keinginan untuk aku turuti, kan?" sarkasku.

"Apakah dalam ingatanmu, hubungan kita memang hanya berdasar pada kepentingan dan bukan darah, Diego?" lirih Mamaku.

"Bukankah Mama yang mengajarkanku bahwa semua ini orang tidak ada yang bisa dipercaya? Bahwa tidak ada satupun orang yang benar-benar menyayangiku dengan tulus. Aku hanya disayang bila ada perlunya saja dan buang layaknya kotoran saat tidak ada gunanya lagi. Itu-kan yang selama ini Mama lakukan pada diriku?" balasku datar.

"Maksud kedatangan Mama kemari ingin meminta maaf pada dirimu, Diego. Mama sadar Mama telah banyak berbuat salah pada dirimu. Mama pikir dengan omelan dan pukulan dapat membentukmu menjadi anak yang bermental kuat, tapi Mama lupa bahwa kau juga membutuhkan kasih sayang seperti anak lainnya. Kau tidak ada bedanya dari Charlie. Kalian sama-sama memerlukan cinta dan perhatian dari orangtua. Namun Mama terlalu fokus untuk menjadikanmu penerus yang pantas untuk bisnis keluarga kita sampai-sampai pernah terlintas dipikiran Mama bahwa kau hanyalah robot yang tak punya perasaan. Maafkan Mama." racaunya yang sontak membuatku bingung.

Mamaku benar-benar meminta maaf saat ini? Apa aku tidak sedang bermimpi? Mama sama sekali tidak pernah mengucapkan hal itu kepadaku sebelumnya. Meski dirinya habis memukul dan menghina, dia sama sekali tidak merasa menyesal saat diriku menangis dihadapannya. Dia hanya mengatakan bahwa aku pantas untuk mendapatkannya karena kesalahan yang aku perbuat. Bahkan saat aku mendapatkan nilai yang cukup bagus,

Mama tidak pernah memuji diriku. Mengatakan bahwa aku telah bekerja keras, ataupun mengatakan kata-kata motivasi yang biasa diucapkan seorang ibu pada anaknya. Dan kini dia mengucapkan kata maaf itu dengan kesadarannya sendiri dan tanpa paksaan orang lain. Apa Mama sedang sakit? Sehingga otaknya melupakan bahwa aku bukanlah anak kesayangannya yang harus dia berikan kasih sayang dan ucapan maaf bila dirinya melakukan kesalahan.

"Apa Mama tidak salah? Mama mengucapkan kata 'Maaf' pada Diego? Apa tujuan Mama sampai Mama mau dengan rela hati meminta maaf pada diriku?" tanyaku curiga.

"Mama tahu Mama memang pantas untuk kau curigai, Diego. Terlebih sikap Mama dulu yang selalu baik pada dirimu kalau ada maunya saja. Tapi untuk kali ini, Mama ingin berubah. Mungkin Mama tidak pernah mengatakan hal ini sebelumnya, namun Mama menyayangimu sebanyak Mama menyayangi Charlie, Diego. Sebagaimanapun kasarnya perlakuan Mama terhadapmu, tidak bisa dipungkiri bahwa kau tetap anak Mama dan Mama sayang kamu Diego." jawab Mamaku yang sontak membuat hatiku tersentuh.

Benarkah Mama ingin berubah? Atau ini hanyalah tipu muslihatnya untuk bisa kembali memperdayaku? Aku tidak boleh langsung percaya, lagipula bila memang Mama datang kesini untuk berbaikan dengan diriku, maka pastinya dia juga siap untuk menerima tuduhan dan penolakan dariku. Bukan karena aku membenci dirinya atau aku ingin menjadi anak yang durhaka tapi aku hanya berusaha memproteksi diriku agar tidak lagi terluka untuk kedua kalinya oleh orang yang sama.

"Apakah Mama bersungguh-sungguh ingin berbaikan dengan diriku?" tanyaku yang Cuma mendapat senyuman lirih dari Mamaku.

Bound to ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang