"Ikuti mobil yang ada dihadapan kita. Jangan sampai ketahuan ataupun kehilangan jejaknya." perintahku kepada Darren saat setelah melihat Ulyssa menaiki taksi dengan smartphone yang tak terlepas dari telinganya.
Aku bisa melihat kekhawatiran yang tersirat dimatanya, dimana terkadang dari matanya, jatuh satu bulir air mata membasahi wajah cantiknya.
Sudah pasti orang yang sedang sakit ini adalah seseorang yang sangat berarti dalam kehidupan Ulyssa. Tapi bukankah anggota keluarga Ulyssa semua sudah tiada? Jadi siapa lagi yang membuatnya sampai secemas itu? Serasa tidak ada satupun nama atau orang yang bisa kupikirkan sekarang.
Aku bisa melihat taksi yang dikendarai Ulyssa bergerak begitu cepat, "Sepertinya Ulyssa meminta sopir taksi itu untuk bergerak lebih cepat dari biasanya." pikirku. Akupun langsung meminta sopirku untuk juga mengendarai mobil dengan lebih cepat agar tidak ketinggalan.
Akhirnya setelah sekian lama, Ulyssa tiba-tiba berhenti di sebuah apartemen yang cukup mewah. Diapun langsung membayar sopir taksi itu dan buru-buru untuk masuk kedalam.
Tapi anehnya sopir taksi itu seperti tidak berpindah tempat membuatku terpikir bahwa mungkin setelah ini pastinya dia akan pergi lagi.
Hal itu yang akhirnya membuatku lebih memilih untuk menunggu di dalam mobil dan melihat langkah selanjutnya yang diambil oleh Ulyssa.
Sembari menunggu, aku lalu memandangi pemandangan sekaligus bangunan yang ada dihadapanku ini. "Sudah pasti apartemen inilah yang dibelikan oleh William untuk dirinya." kesalku dalam hati.
Melamun, tanpa sadar membuatku hampir kehilangan Ulyssa yang tiba-tiba membawa seorang anak laki-laki dalam rangkulannya dan segera masuk kedalam taksi yang tadi membawanya kemari.
Aku kemudian langsung meminta sopirku untuk kembali mengikuti taksi yang berada agak jauh didepan kita.
Dan selang 30 menit, akhirnya taksi itu terhenti lagi di depan sebuah rumah sakit yang cukup terkenal.
Aku lalu melihat Ulyssa yang dengan buru-buru turun, memasuki pintu rumah sakit itu, dan langsung meminta pertolongan pada salah satu dokter yang sedang berbincang-bincang dengan seorang perawat.
Aku yang tidak ingin ketahuan bahwa aku sedang mengawasi dirinya dari jauh, akhirnya baru memutuskan untuk masuk ke dalam rumah sakit itu setelah melihat anak laki-laki itu dirujuk ke UGD.
Memasuki lobby rumah sakit, akupun lalu mendorong kursi rodaku dan langsung menanyakan sesuatu kepada resepsionis disana.
"Permisi, apakah saya boleh tahu mengenai kondisi pasien yang baru saja ditangani oleh dokter beberapa menit yang lalu?" tanyaku.
"Memangnya ada hubungan apa anda dengan anak laki-laki itu?" tanya resepsionis curiga.
"Saya ayahnya." bohongku.
"Ahh.... Pantas saja muka kalian terlihat mirip. Anak laki-laki itu menderita demam yang cukup tinggi makanya harus langsung dirawat." jelas resepsionis yang membuatku mengangguk mengerti.
"Terima kasih atas informasinya, Sus." ucapku sambil tersenyum.
"Apa anda tidak mau menjenguknya?" tanya resepsionis itu.
"Nanti saja di rumah." jawabku sambil lekas pergi dari tempat itu.
Tidak tahu kenapa setelah mendengar penjelasan dari resepsionis itu membuatku hatiku terasa sesak dan begitu khawatir. Apa hubungannya diriku dengan anak itu? Bukankah ayah dari anak itu adalah William dan bukan aku?
Sejak kapan aku jadi cemas terhadap keselamatan anak orang lain? "Anak itu-kan anaknya Ulyssa, maka pantas saja bila kau juga ikut panik karena kau mencintai ibunya dan tanpa sadar, kau mulai menerima dan mencintai anak itu juga." batinku menjawab.
Aku lalu kembali masuk ke dalam mobil dan menunggu sampai Ulyssa keluar dari rumah sakit. Karena tidak ingin penyamaranku ketahuan, mobilku aku arahkan ketempat yang sedikit agak jauh dari rumah sakit, namun masih bisa terlihat apabila Ulyssa sudah keluar dari rumah sakit atau tidak.
Setelah 4 jam berlalu, akhirnya ada pergerakan selanjutnya yang dilakukan Ulyssa. Dirinya telah keluar dari rumah sakit itu sambil mengendong anak laki-laki itu dan sesekali mencium pipinya. Diapun lantas memanggil salah satu taksi yang sedang berlalu-lalang kesana kemari, memasukinya bersama dengan anak lelaki itu dan bergerak pulang.
Melihatnya mengurusi semua kebutuhan anak ini sendiri membuatku langsung bertanya-tanya kemanakah William, bajingan tengik itu? Anaknya sedang sakit tapi dia malah memilih untuk bermain dengan wanita jalang di klub malam.
Pria macam apa itu? Kenapa dia sebegitu tidak pedulinya dengan keselamatan 2 malaikat yang telah dititipkan Tuhan untuk dirinya? Dan yang menjadi pertanyaanku juga, kenapa Ulyssa memilih untuk bertahan dengan lelaki seperti dirinya?
Bukankah aku jauh lebih baik dari lelaki itu? Bahkan aku rela untuk menerimanya meski anak itu bukan darah dagingku.
Keingintahuanku inilah yang akhirnya membuatku memutuskan untuk menghampiri Ulyssa di rumahnya. Mulai memasuki lobby apartemen, lalu berjalan kearah lift dan memencet tombol 18 sebagai nomor lantai apartemen Ulyssa yang diberitahukan oleh Seung Yeon.
Tanpa menunggu lama, akhirnya aku sampai kedepan pintu apartemen Ulyssa. Akupun mulai mengumpulkan keberanian untuk memencet bel yang terpajang di samping pintu dan pada saat bunyi bel itu mulai berbunyi, kegugupan mulai membuncah dalam diriku dan aku merasa seperti terkena panic attack karena bingung harus berbicara apa.
Saat pintu mulai terbuka dan terpampanglah muka Ulyssa yang begitu letih karena baru saja pulang dari rumah sakit dengan seorang anak laki-laki yang berada digendongnya. Aku yang sudah sangat penasaran akhirnya langsung mengeluarkan suara dan bertanya kepadanya,
"Bisakah kau menjelaskan perihal anak lelaki yang sedang ada dalam rangkulanmu itu, Sya?" membuatnya langsung tercengang kaget dan tak bisa berkata apa-apa.
"Bos! Sedang apa anda disini?" tanyanya terkejut.
![](https://img.wattpad.com/cover/239096232-288-k53803.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bound to Ex
Romance"Ditempat inilah aku menginginkan suatu permulaan hidup yang baru. Tanpa adanya masa lalu yang terus menghantuiku setiap malamnya. Namun sayangnya takdir menghendaki kita untuk kembali bersama. Disaat aku berusaha untuk pergi menghindar, aku malah d...