BAB 51 - Best Friend

120 3 0
                                    


Pada saat aku melakukan hal itu, aku tidak sengaja berbalik sedikit ke belakang dan melihat William yang sudah selesai berbicara telepon dan menuju kemari ini. Hal itu lantas memunculkan suatu rencana yang aku tahu bakal sangat berguna untukku nanti.

"Kenapa Mama berbicara seperti itu? Alex bukanlah anak haram, Ma! Aku menginginkannya begitupun dengan Diego, ayah dari anak ini. Aku sama sekali tidak ada rencana untuk mengaborsinya saat aku hamil, Ma. Mama seharusnya tidak melakukan itu. Itu dosa, Ma. Mama telah berusaha menghilangkan satu nyawa yang tidak berdosa. Aku tahu Mama tidak pernah suka dengan diriku yang dekat-dekat dengan William."

"Padahal aku selalu mengatakan bahwa kita hanyalah sebatas teman. Tapi aku tidak menyangka Mama akan sekejam ini pada kami berdua. Bukan hanya Mama menganiaya aku dengan semua hinaan dan cacian bahwa aku hanyalah jalang yang menginginkan harta William tapi Mama telah menganiaya Alex secara fisik dan bahkan ingin membunuhnya dengan mendorong Alex dari tangga. Apa salah kami pada Mama?" tanyaku dramatis sambil menangis berurai air mata.

"Jadi ini kelakuan Mama dibelakangku?! Mama ingin membunuh Alex dan telah menganiaya Ulyssa!" bentak William.

"Tidak, Nak. Kau salah paham. Kurang ajar kau, ULyssa! Kau berani masuk diantara aku dan William. Benar-benar wanita tidak tahu diri kamu ini!" bentak Mamanya William sambil menamparku.

"Mama! Aku bertanya apa benar Mama telah berusaha untuk membunuh Alex?!" hardik William.

"Iya, benar. Mama ingin membunuh anak haram itu. Mama ingin menyelamatkanmu dari rubah ini, Sayang. Kau terlalu terbutakan oleh cinta untuk menyadari bahwa wanita ini hanya menggunakanmu saja." balas Mamanya William.

"Ulyssa bukanlah wanita yang seperti itu, Ma. Dia wanita yang baik-baik." sanggah William.

"Kalau dia wanita baik-baik, dia tidak akan hamil diluar nikah, Will. Apalagi sampai menggunakan anaknya untuk mendapatkan cintamu." tolak Mamanya William.

"Anak Ulyssa adalah anak William juga, Ma. Aku sudah mencintai Alex seperti darah dagingku sendiri. Mama tidak seharusnya mengambil keputusan yang gegabah seperti itu. Mama bisa saja dipenjara karena hal ini." pinta William.

"Jalang itu tidak akan pernah bisa memenjarakan Mama, Will. Dia tidak punya bukti yang cukup untuk melayangkan tuduhan pada Mama." sanggah Mamanya William.

"Hentikan sikap tidak sopanmu itu pada Mamamu, William. Ini semuanya adalah salahku. Salahku yang terlalu bergantung pada dirimu dulu. Harusnya aku sadar wanita rendahan sepertiku tidak akan pernah pantas mendapatkanmu. Aku tidak ingin mempermasalahkan hal ini lagi. Lebih baik aku dan Alex pulang sekarang. Mungkin kedepannya kita perlu menjaga jarak diantara agar Mamamu tidak salah paham dengan hubungan kita." putusku sambil membawa Alex pergi keluar. Belum sampai aku keluar dari ruang makan, Mamanya William kembali mendatangiku lalu menamparku sekali lagi di pipi kananku.

"Benar-benar wanita tidak tahu di untung! Berlagak manis didepan anakku, hah? Jangan harap aku tidak tahu mengenai akal busukmu yang mengincar harta keluargaku!" hinanya.

"Mama! Hentikan semua ini! Inilah sebabnya aku tidak akan bisa bahagia, Ma. Itu semua karena Mama. Aku tidak lagi mengenal Mamaku yang dulu. Mama yang berhati malaikat. Kini aku hanya melihat iblis di dalam diri Mama. Dan aku membencinya, Ma. Aku membenci Mama yang bersikap seperti tadi." ungkap William.

"Aku akan pergi, Ma. Jangan temui aku sampai Mama telah mengintropeksi kesalahan Mama pada aku, Ulyssa, dan Alex. Aku malu punya ibu seperti Mama." lanjut William sambil mengantarku keluar dan meninggalkan Mamanya William dalam penyesalan setelah mendengar ucapan anaknya yang mengatakan bahwa ia membencinya.

Saat kita didepan pintu, William-pun dengan perlahan mengenggam tanganku sambil berkata, "Maafkan aku yang tidak pernah mengetahui hal ini, Sya. Aku tidak ada disamping dirimu dan membelamu. Aku tidak tahu berapa banyak luka yang diberikan Mama pada dirimu, aku hanya ingin meminta maaf atas nama Mamaku. Dia tidak seperti itu semua orang. Tapi aku tidak tahu kenapa dia bersikap begitu kejam pada dirimu dan Alex. Aku malu untuk menatapmu sekarang." lontar William.

"Aku sudah memaafkannya, Will. Kau tidak usah merasa bersalah begitu. Aku yang tidak mau menjadi penyebab retaknya hubungan kalian. Jadi aku memutuskan untuk menutup semua ini. Aku minta maaf telah mengacaukan makan malam ini. Tapi aku rasa mungkin aku dan Mama jangan dipertemukan lagi untuk sementara waktu. Agar pikiran Mama bisa lebih tenang dan tidak lagi dikuasai oleh kebencian." ucapku.

"Hatimu mulia sekali, Sya. Aku tidak tahu hatimu terbuat dari apa sampai kau bisa memaafkan Mamaku dengan mudahnya. Bahkan aku saja yang tidak merasakan, tidak bisa menerima perbuatan keji Mamaku. Apalagi kau yang benar-benar merasakan dan yang mengalaminya." ungkap William.

"Semua itu butuh proses pastinya, Will. Tapi aku berusaha untuk tetap tegar dan memaafkan. Kaupun juga harus seperti itu. Jangan memujiku seperti itu, Will. Aku bukanlah malaikat yang bisa langsung memaafkan semua orang begitu saja. Dan akupun bisa berubah seiring berjalannya waktu." sanggahku.

"Meski kau telah berubah, aku yakin kau tetaplah gadis yang paling baik yang pernah aku temui, Sya." jawabnya sambil memelukku.

"Ya sudah kalau begitu, aku pulang dulu ya. Aku harap kau segera berbaikan dengan Mamamu lagi." jujurku sambil memeluknya kembali dengan satu tangan karena aku sedang menggendong Alex di tangan sebelahku.

"Apa tidak perlu aku sekalian mengantar kalian pulang? Lagipula ini juga sudah malam dan tidak baik bagi kalian berdua untuk pulang sendiri." ajaknya.

"Tidak perlu, Will. Aku dan Alex mending naik taksi saja. Aku takut tambah menimbulkan kesalahpahaman antara diriku dan Diego bila kau mengantar kami pulang." sanggahku.

"Ya sudah kalau begitu. Bila kau memang perlu bantuan atau tempat untuk curhat, kau tahu harus menelpon siapa, kan?" tukas William.

"Tentu saja, Will." anggukku setuju sambil tersenyum.

"Ohh ya... Will. Sebenarnya aku ingin meminta sesuatu pada dirimu, tapi aku sungkan." ujarku.

"Kau tidak perlu sungkan dengan diriku, Sya. Aku-kan teman baikmu." balas William.

"Jadi begini, aku dan Diego telah berencana untuk melakukan konferensi pers mengenai hubungan kita. Maka dari itu aku ingin mengajakmu untuk ikut membantuku memberikan klarifikasi tentang kita yang dulu hanya bersahabat dan tidak ada hubungan yang lain. Apa kau bisa?" tanyaku.

"Ehmmm.... Beritahu aku kapan waktunya dan aku pastikan akan menghadiri konferensi pers itu bersamamu, Sya." jawabnya sambil tersenyum.

"Thank you, Will. Kau memang teman yang terbaik." balasku. 

Bound to ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang