"Kau memang belum siap, tetapi aku sudah siap sejak dari dulu, Sya. Dan aku tidak bisa lagi menahan hasratku untuk tidak menyentuhmu." sanggah Diego.
"Aku mohon jangan lakukan itu, Diego. Aku..." ucapku yang langsung terpotong saat Diego membungkam bibirku dengan bibirnya.
"Aku hanya bercanda, Sya. Kau tahu sendiri aku akan selalu menghargai keputusanmu. Aku cuma melakukan ini karena aku senang menggodamu, melihat wajahmu yang memerah karena ucapanku dan sama sekali tak bisa berbuat apa-apa selain melarangku." sindir Diego yang sontak membuatku marah.
"Kamu jahat! Jahat! Aku pikir kau tadi benar-benar ingin memaksaku untuk melakukannya. Aku benci kamu!" geramku sambil terus meronta-ronta untuk melepaskan tanganku dari genggamannya namun alhasil aku tidak punya kekuatan yang cukup untuk menandingi kekuatan Diego.
"I love you too, Sya." balas Diego sambil mencium keningku lalu berbaring ke sampingku.
"Aku lihat sekarang kau sudah bisa berjalan tanpa tongkat lagi." kataku berusaha mengalihkan pembicaraan ini.
"Iya, ini semua berkat kerja kerasmu yang selalu mengingatkanku untuk rutin ke terapi itu, Sya. Aku sudah bisa berjalan tanpa bantuan tongkat. Meski masih sedikit sakit bila terlalu banyak berjalan." ungkap Diego yang langsung kubalas dengan ciuman dipipinya.
"I love you." balasku.
"Kenapa tiba-tiba kamu jadinya melakukan pengakuan cinta?" tanyanya bingung.
"Tidak apa-apa. Aku hanya sedang ingin saja mengatakan hal itu pada dirimu." jawabku santai yang sontak mendapat senyuman bahagia dari Diego dan dia lalu memelukku erat.
"Kau adalah hadiah terbaik yang diberikan Tuhan pada diriku, Sya. Kaulah yang membantuku untuk bangkit dari keterpurukan. Tanpa ada dirimu, aku takkan bisa bisa berada pada posisi ini. Kaulah pemilik hatiku. Dulu, sekarang sampai selama-lamanya." bisiknya di telingaku sebelum dirinya mencium keningku.
"Kau tahu, kita sudah jarang sekali memiliki pembicaraan yang dalam seperti ini sejak pikiranmu telah terkontaminasi dengan kevulgaran yang hakiki." candaku.
"Tapi kau tetap suka-kan? Digombal, digoda terus kamunya jual mahal?" ledeknya.
"Tentu saja. Siapa yang tidak suka digombal oleh lelaki pujaan banyak wanita sepertimu? Tapi terkadang leluconmu itu kelewatan. Aku sering tidak tahan dengan kemesumanmu yang selalu mengajakku tidur bersama." jujurku.
"Kau tahu, setiap kali aku memandangmu, aku masih teringat ketika kau memberikan seluruh dirimu padaku. Ingatan itu terasa terulang-ulang dibenakku tanpa henti. Sehingga, jika kau tidak bisa memberikan apa yang aku inginkan, maka kau harus bertahan dengan semua kevulagaranku. Toh lebih baik aku menggodamu daripada menggoda wanita lain, bukan?" tanyanya.
"Hentikan pikiran kotormu itu, Diego! Pantas saja semua urusan perusahanmu terbengkalai, itu karena yang ada dalam pikiranmu hanyalah wanita dan bercinta." ejekku.
"Hehehe.....Benar juga apa yang kau katakan. Tapi aku juga tidak malu dengan fakta itu. Toh aku tidak merebutmu dari siapa-siapa." pujinya yang sontak mendapat gelengan kepala dariku.
"Pernikahan seperti apa yang kau inginkan?" tanya Diego tiba-tiba.
"Lamaran saja belum, sudah mau membicarakan pernikahan." gumamku.
"Kan lamaran kemarin kamu tolak." sanggah Diego.
"Itu karena kau melamarku dengan maksud kau takut kehilanganku." balasku.
"Intinya-kan kau menolak lamaranku." bela Diego.
"Kau belum melamarku secara resmi, Diego. Bagaimana aku bisa menerima lamaranmu jika kau sama sekali tidak memberiku cincin ataupun kejutan? Kau saja bertanya apakah aku bersedia menikahimu di sela perdebatan kita. Coba kamu tanya temanmu yang menikah. Apa mereka bertanya pertanyaan itu tanpa persiapan sepertimu." sanggahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bound to Ex
Roman d'amour"Ditempat inilah aku menginginkan suatu permulaan hidup yang baru. Tanpa adanya masa lalu yang terus menghantuiku setiap malamnya. Namun sayangnya takdir menghendaki kita untuk kembali bersama. Disaat aku berusaha untuk pergi menghindar, aku malah d...