Diego's POV
"Papa, kenapa kaki Papa tidak dapat digerakkan seperti kaki Alex dan Mama? Papa juga kalau berjalan harus pakai kursi roda." kata Alex sembari diriku menemaninya bermain Iron Man.
"Hmm... Nanti kalau Alex sudah besar saja, baru Papa beri tahu alasannya kenapa." candaku.
"Kalau menunggu Alex besar, harus tunggu 10 tahun lagi, Pa. Kan Alex-nya sekarang sudah terlanjur penasaran." rengek Alex.
"Iya, iya. Papa beritahu Alex-deh. Papa terkena kecelakaan mobil beberapa bulan yang lalu yang membuat kaki Papa jadinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan seperti sekarang." kataku.
"Jadi kecelakaan mobil itu berbahaya ya, Pa?" tanyanya lagi.
"Iya tentu. Kecelakaan itu bisa mengakibatkan sesuatu yang lebih fatal lagi daripada ini, Alex. Bisa-bisa kalau tidak berhati-hati, nyawa yang jadi taruhannya." jawabku santai.
"Kalau begitu mending kita tidak usah naik mobil saja. Biar tidak terjadi apa-apa." celetuknya.
"Hahaha..... Terus jika Alex mau pergi, harus naik apa biar cepat sampai?" ledekku.
"Jalan kaki saja. Mama bilang kalau kita sering jalan kaki, badan jadi lebih sehat. Tidak gampang terserang penyakit." jawab Alex yang sontak membuatku tertawa.
"Ya boleh saja jalan kaki. Tapi sampainya-kan jadinya lama." ucapku.
"Benar juga. Terus bagusnya naik apa biar selamat?" tanyanya sambil mulai berpikir.
"Semuanya ada bahayanya sendiri-sendiri, Alex. Mau Alex naik mobil, jalan kaki, ataupun naik pesawat sekalipun, bisa saja jadi berbahaya bila kita tidak berhati-hati. Maka dari itu, sebelum kita mau berpergian, semuanya harus dicek dulu. Dan yang terpenting, kita harus berdoa dan selalu berhati-hati dalam berpergian. Biar kita dilindungi sama Tuhan dan sampai di tempat tujuan dengan selamat." ucapku sambil mengelus-elus kepala Alex.
"Pa, kalau begitu, kita ajak Mama jalan-jalan saja sekarang. Tadi Alex sudah berdoa sama Tuhan untuk dilindungi dalam perjalanan jadi sudah pasti kita selamat kemanapun kita pergi." ucap Alex antusias.
"Alex kepinginnya kemana?" tanyaku penasaran.
"Kemana aja pokoknya sama Papa sama Mama." jawabnya langsung.
"Kenapa begitu? Alex tidak punya keinginan gitu mau kemana. Bilang saja sama Papa, pastinya Papa turutin." kekehku.
"Alex keinginannya cuma satu, Pa. Alex mau Papa jangan pergi lagi. Kasihan Mama. Setiap malam harus menangis karena merindukan Papa. Mama-sih tidak pernah cerita sama Alex, tapi Alex tahu kalau Mama itu sama rindunya seperti Alex yang merindukan Papa. Kita berdua ingin Papa terus ada disisi kita."
"Tapi mau tidak mau, Alex harus berusaha mengerti kalau Papa melakukan semua ini demi kebahagiaan Alex dan Mama. Papa tahu tidak? Selama ini Alex selalu menunggu-nunggu hari dimana Papa ngirimin Alex surat. Alex bahagia banget dapat hadiah dan surat yang banyak dari Papa. Sampai-sampai dalam nakas samping tempat tidurnya Alex, penuh dengan surat-surat tulisan Papa. Setiap malam kalau Mama sudah bacain Alex dongeng, pasti Alex sempatin untuk baca surat dari Papa sebelum tidur." ungkap Alex.
"Hadiah? Surat?" tanyaku bingung.
Sejak kapan aku pernah mengirimkan sesuatu pada Alex? Bahkan dulu, aku tidak pernah tahu akan keberadaan dirinya sampai aku memberanikan diri untuk ke apartemen Ulyssa dan meminta penjelasan. Mungkin bila aku tidak memutuskan untuk melakukan itu, maka sampai sekarang, aku masih tidak tahu bahwa aku telah menjadi seorang ayah satu anak. Jadi siapa yang mengirimkan semua itu atas nama diriku?
William? Tidak ada gunanya juga dia melakukan itu? Masa supaya Alex mau memanggilnya "Papa"? Apa mungkin Alex telah diperkenalkan Ulyssa dengan William ya? Rasanya juga tidak mungkin. Anak ini saja saat melihat diriku, langsung memanggilku "Ayah". Dari situlah baru aku tahu bahwa selama ini Ulyssa telah menyembunyikan Alex dariku. Rasa-rasanya hal ini harus aku tanyakan pada Ulyssa. Agar aku tidak perlu salah persepsi lagi tentang semua ini.
"Iya, Pa. Setiap 2 minggu sekali, pasti Papa akan kirimin Alex sesuatu. Mau mainan atau surat. Pokoknya ada saja. Semua yang Alex mau, Papa pasti selalu belikan. Menurut Alex, Papa itu seperti magician yang langsung bisa tahu seluruh keinginan Alex. Dan jangan kasi tahu Mama, tapi Alex pernah mencuri foto Papa dari meja Mama karena saking rindunya Alex sama Papa." jujurnya.
"Foto Papa? Yang mana?" tanyaku lagi. Diapun langsung mengambil foto yang dia maksud dari bawah bantal tidurnya lalu ditunjukkan kepada diriku.
Foto itu. Foto yang diambil Ulyssa saat pertama kali kita kencan bersama. Dimana aku mengenakan t-shirt biru dengan celana hitam dan sepatu sneakers warna putih sambil memeluk dirinya dengan hangat saat kita pergi ke acara festival kampus tahun itu. Aku bisa melihat senyuman Ulyssa yang begitu tulus saat diriku yang tanpa sengaja memegang tangannya dan langsung membuatku salah tingkah, lalu melepaskan tanganku dari dirinya sambil meminta maaf karena telah lancang memegangnya.
Mengingat-ingat kenangan itu langsung membuatku tersenyum-senyum sendiri. Indahnya bila semua kenangan itu bisa kita ulang bersama. Bersama dengan buah hati kami berdua. Tapi kenapa rasanya sangat susah untuk diwujudkan sekarang? Padahal dulu hal itu bisa kulakukan tanpa berusaha begitu keras.
"Pa, bisa tidak kita seperti teman-teman Alex lainnya?" tanya Alex tiba-tiba yang langsung membuyarkan pikiranku.
"Hah? Apa yang Alex katakan tadi?" tanyaku.
"Alex tanya apakah kita tidak bisa seperti teman-teman Alex lainnya, Pa?" ulangnya.
"Maksudnya Alex? Kan sekarang sudah ada Papa dan Mama disamping Alex. Apalagi yang Alex rasa kurang dari keluarga ini?" tanyaku sambil mengelus kepalanya.
"Sebenarnya Alex sudah bahagia, ada Papa disini, menemani Alex main. Tapi Alex tahu, sebentar lagi pasti Papa harus pergi bekerja dan meninggalkan Alex berdua dengan Mama. Alex maunya Papa tetap disini, tidak usah pedulikan pekerjaan Papa diluar sana. Alex mau pergi ke mall bertiga, sama Papa dan Mama."
"Alex sebenarnya sedih kalau mendengar teman Alex yang menyebut Alex anak haram karena tidak punya Papa. Bahkan saat Alex bilang kalau Papa itu papanya Alex, mereka langsung mengetawai Alex dan bilang Alex sedang bermimpi. Kan papanya Alex harusnya orang tua kaya. Mereka sebutnya sugar papa atau apalah itu... Pokoknya Alex lahir karena Mama menjual dirinya demi dapatin uang." jelas Alex sambil menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bound to Ex
Любовные романы"Ditempat inilah aku menginginkan suatu permulaan hidup yang baru. Tanpa adanya masa lalu yang terus menghantuiku setiap malamnya. Namun sayangnya takdir menghendaki kita untuk kembali bersama. Disaat aku berusaha untuk pergi menghindar, aku malah d...