Destinasi pilihan kami untuk berkencan kini telah tertuju pada satu tempat yang cukup hitz untuk dijadikan tempat kencan di Korea, Cheonggyecheon Stream. Sebuah tempat wisata yang telah menjadi ikon landmark Korea selama beberapa tahun silam. Merupakan wujud tempat yang terbentuk akibat project restorasi ramah lingkungan pemerintah Korea yang membentang dan dilewati lebih dari 20 jembatan yang ada di kota Seoul.
Bukan lagi menjadi rahasia bila tempat ini banyak dikunjungi oleh penduduk sekaligus wisatawan asing yang sedang berlibur di Korea. Terlebih pada hari-hari libur seperti hari ini. Kau akan bisa melihat banyak sekali pasangan yang melakukan kegiatan kencan mereka disini. Karena pada dasarnya, tempat ini memang bisa dikatakan sangat indah.
Infastuktur yang dibentuk secara unik ditengah jalanan perkotaan dengan danau buatan ditengahnya serasa menjadi tempat yang cocok untuk orang-orang yang sedang mencari ketenangan dan kedamaian. Apalagi dengan semilir angin malam dan suara gemericik air terjun berwarna mereka akan sangat manjur untuk menenangkan pikiranmu yang sedang sumpek akibat masalah pekerjaan.
Berjalan bersama Ulyssa disini memanglah terasa seperti mimpi yang baru bisa menjadi kenyataan. Sudah terlalu lama aku mengidamkan saat-saat seperti ini. Aku yang bisa terus berada disampingnya, memegang tangannya, mendengar suaranya yang berbisik lembut di telingaku sambil berjalan mengitari tempat ini secara bersama.
Tak lupa juga, beberapa kali dia mengabadikan foto kami berdua di spot-spot foto yang dirasa cukup instragamable olehnya. Dengan bantuan Darren yang memfotokan sehingga hasil-hasil foto yang dihasilkan bisa terlihat begitu elok dipandang. Tapi sayang, walau saat ini terasa begitu sempurna, satu hal kekhawatiran yang tidak bisa kuhilangkan dari pikiranku. Yaitu bagaimana semua orang yang berjalan di samping kita menatapku dan Ulyssa dengan wajah yang begitu aneh.
Serasa kami telah berbuat kesalahan besar yang menganggu ketentraman mereka. Aku tidak tahu apa yang menjadi alasan mereka bersikap seperti itu, tapi kurasa semua itu ada hubungannya dengan ketidaksempurnaan diriku ini. Karena pada tabiatnya, manusia selalu berpikiran negatif terhadap semua yang dilihatnya. Setiap kejanggalan membuat mereka langsung menilai dengan spekulasi mereka yang buruk. Sama seperti sekarang.
Mungkin tatapan mereka itu disebabkan karena jarangnya mereka melihat ada pasangan yang salah satunya cacat seperti diriku. Tidak tahu apakah itu hanyalah perasaan iba ataupun jijik, tapi hal itu sangat berhasil membuatku merasa tidak nyaman. Aku berusaha untuk bersikap normal di depan Ulyssa yang menatapku dengan senyuman.
Namun dalam hati, ada perasaan yang begitu tidak enak sampai-sampai ingin sekali aku lontarkan begitu saja. Baik itu amarah atau kekesalan. Agar mereka bisa setidaknya tahu diri dan mengurusi masalah mereka sendiri. Aku tidak tahu dengan jelas apa pembicaraan mereka, tapi secara garis besar aku mendengar mereka seperti membicarakan hal buruk tentang Ulyssa yang sontak memancing amarahku.
Mereka berpikir Ulyssa hanyalah wanita matre yang bertahan dengan diriku hanya karena uang. Ada juga yang berbisik bahwa sebentar lagi Ulyssa akan membuangku karena kecacatanku ini. Apakah mereka itu ingin mengganti profesinya sebagai peramal? Bisa-bisanya mereka berbicara hal itu seperti mereka telah mempunyai berkah untuk bisa melihat masa depan. Sterotip negative mereka sangat terlalu diluar nalar hingga rasanya ingin sekali aku menjahit bibir pedas mereka.
"Apa kau tidak malu berjalan dengan diriku, Sya?" tanyaku tiba-tiba yang langsung berhasil memberhentikan langkah Ulyssa. Dia lalu berjalan kedepan dan berkata sambil tersenyum, "Apa yang kau bicarakan, Diego?"
"Aku cacat, Sya. Apa kau tidak malu punya pacar lumpuh seperti diriku ini?" tanyaku ulang.
"Kenapa kau tiba-tiba berpikiran seperti itu, Diego? Kau tahu sendiri-kan bahwa sampai kapanpun aku tidak akan pernah malu untuk bersanding denganmu. Kau sempurna, Diego. Secara fisik mungkin kau sudah tak sempurna lagi, tapi bagiku kau tetaplah yang terbaik, Diego." jawabnya sambil memegang tanganku.
"Tetapi aku mungkin tidak bisa lagi memenuhi impianmu, Sya. Aku sekarang adalah laki-laki lumpuh yang tidak dapat berjalan tanpa bantuan kursi roda dan mungkin selamanya akan begitu. Bila kau terus bersama dengan diriku, maka mungkin aku hanya akan menjadi bebanmu saja. Aku tak bisa menjanjikan kebahagiaan yang seutuhnya pada dirimu. Mungkin aku bisa memberikan kesenangan secara materi tapi apa semua itu cukup untuk membuatmu benar-benar merasa bahagia? Aku rasa jawabannya tidak." racauku sedih.
"Apa-apaan-sih kamu ini, Diego?! Bukankah aku sudah bilang untuk kau tidak usah berpikiran seperti itu. Aku bahagia sekarang, Diego. Berapa kali aku harus katakan bahwa kau membuatku bahagia sampai otakmu bisa mengingat ucapanku ini, Diego? Aku lelah bila kau terus meragukan kesetiaanku seperti ini. Kau harus bisa mempercayai kau masih bisa berjalan walau peluangnya hanya sedikit. Kita akan melewati semua ini bersama, kau dan aku." geramnya.
"Apa kau yakin, Sya? Aku disini hanya ingin memberikanmu satu kesempatan lagi untuk bisa lepas dariku. Lihatlah sekeliling kita sekarang, Sya. Kau bisa melihat bagaimana pandangan semua orang tentang kita. Mereka menganggap kita bukanlah pasangan yang serasi, Sya. Aku yang penuh kekurangan ini tidak pantas untuk wanita sebaik dirimu."
"Apa kau tidak mendambakan saat dimana kau bisa berjalan berdua dengan suamimu tanpa dirinya harus menggunakan kursi roda seperti diriku? Apa kau juga tidak ingin kebebasan untuk melakukan semua yang kau inginkan tanpa pria yang selalu bergantung pada dirimu? Aku tidak ingin menjadi hambatanmu untuk mendapat kebahagiaan sejatimu, Sya." ungkapku sambil menunduk karena aku sudah merasa tidak percaya diri untuk menjadi pria-nya.
Melihat pasangan-pasangan lain yang begitu bahagia seakan semakin menciutkan kepercayaan diriku, aku tidak tahu, kenapa belakangan ini aku sering merasa minder pada diriku sendiri. Aku punya segalanya, pastinya masih ada orang yang iri dengan kehidupanku. Tapi satu kekuranganku yang membuatku jadi tidak mudah untuk bersyukur dengan semua yang aku dapatkan. Yaitu, bahwa aku tidak lagi bisa berjalan.
Dulu aku sudah mulai bisa menerima jalan hidupku yang digariskan Tuhan bahwa aku hanya bisa menjadi pria lumpuh dengan kursi roda karena saat itu aku tak lagi punya seseorang yang ingin aku perjuangkan. Tapi sekarang, semuanya sudah sangat berbeda. Aku ingin bisa menjadi pria normal lagi. Aku ingin bisa kembali mewujudkan semua keinginan Ulyssa.
Namun hal itu aku tahu tidak mungkin bisa aku lakukan karena Tuhan telah menutup semua kemungkinanku untuk bisa berjalan lagi. Dan aku menyalahkan diriku untuk itu. Aku juga menyalahkan takdir yang begitu jahat pada aku dan Ulyssa. Kenapa semua harus jadi begini karena permainan takdir sialan itu? Salah paham yang berakhir dengan perpisahan. Pertemuan kembali di rumah sakit dan bersama lagi dengan semua kondisi yang jauh berbeda dari sebelumnya. Apa lagi setelah ini takdir rencanakan untuk kehidupanku? Apa sebentar lagi dia akan kembali mengejek diriku dengan mengambil salah satu dari sumber kebahagiaanku?
"Jangan dengarkan kata mereka, Diego. Biarkan mereka menilai menurut pandangan mereka sendiri. Kau hanya perlu fokus pada kita berdua. Aku mencintaimu dan aku tidak butuh kesempatan untuk bisa lepas darimu, Diego. Karena sekalipun dalam hidupku, aku tidak pernah berpikir untuk menikahi laki-laki lain selain dirimu. Aku juga tidak mau untuk berandai-andai kehidupanku bersama dengan lelaki lain karena yang aku inginkan hanyalah dirimu. Dan aku ingin kau bisa mengenyahkan semua keraguanmu pada hubungan kita, Diego. Kau bukan beban bagiku. Kau juga bukan hambatan untuk diriku meraih kebahagiaanku."
"Untuk apa aku memiliki kebebasan yang akhirnya juga tidak kuketahui saat aku telah menemukan akhir dari kebahagiaanku dengan dirimu? Diego, aku tidak butuh kau untuk memikirkan tentang diriku. Aku bisa menentukan pilihanku sendiri. Dan pilihanku adalah dirimu. Aku memilihmu dan bukan lelaki lain. Jadi aku ingin kau jangan pernah mempertanyakan hal ini lagi, Diego Karena bila kau terus bersikap seperti ini, kau malah membuatku merasa seperti kau tak mempercayai perasaanku tulus pada dirimu." balasnya sambil memelukku.
"Aku mencintaimu. Kata-kata itu tidak akan pernah membuatku merasa bosan untuk kukatakan pada dirimu, Diego. Karena kau harus selalu ingat ini Diego, bahwa biar sampai dunia runtuh sekalipun dan kehidupan kita kembali dimulai, kaulah pria yang kupilih sebagai pelabuhan hatiku, Diego. Kapanpun, dimanapun, dan apapun wujudmu, aku akan selalu mencintaimu. Selamanya." tegasnya sambil mendekatkan jarak muka kita sebelum akhirnya dirinya mencium diriku dengan lembut.
"I love you too, Sya. Forever and ever." bisikku disela ciuman kita.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bound to Ex
Romance"Ditempat inilah aku menginginkan suatu permulaan hidup yang baru. Tanpa adanya masa lalu yang terus menghantuiku setiap malamnya. Namun sayangnya takdir menghendaki kita untuk kembali bersama. Disaat aku berusaha untuk pergi menghindar, aku malah d...