Ulyssa's POV
"Halo, Sya. Silahkan masuk." ucap William saat setelah dirinya membuka pintu untuk diriku.
"Terima kasih. Bagaimana kabar kalian? Sudah lama rasanya aku tidak berjumpa dengan dirimu dan Mama." kataku sambil berjalan masuk dengan Alex yang sedang tertidur di dalam gendonganku.
"Sudah ada hampir 6 bulan sejak terakhir kita tidak bertemu, Sya. Akupun sangat merindukanmu. Bila nanti kau ada waktu, jangan sungkan datang kemari. Lagipula aku dan Mama sangat menyukai kehadiran kalian di rumah ini." ungkapnya.
"Akan aku usahakan. Belakangan ini aku cukup disibukkan dengan kerjaan baruku." balasku.
"Kerjaan baru? Bukankah kau sudah berhenti menjadi asisten peribadi Diego?" tanyanya.
"Iya, memang. Hanya saja Diego telah membukakan usaha restaurant untuk diriku." jawabku.
"Tapi, Will. Aku tidak pernah memberitahumu bahwa aku berhenti dari pekerjaanku. Darimana kau tahu?" tanyaku berpura-pura curiga.
"Ahh... Tentu saja aku tahu, Sya. Berita tentang Diego yang berganti-ganti asisten sudah tersebar dimana-mana. Pastinya karena mereka tidak tahan dengan sikap kasar Diego." jawabnya sedikit terbata-bata.
"Benar juga katamu, Will. SIkap Diego memang keterlaluan kasar meski kita hanya melakukan sedikit kesalahan." bohongku.
"Itu juga-kan alasan kenapa kau keluar dari pekerjaan itu?" tanyanya yang hanya kurespon dengan anggukan. "Tentu saja tidak, Will. Aku pastinya sudah mengenal bagaimana Diego bersikap kalau kita berbuat salah. Dan dia bukanlah pribadi yang seperti diberitakan. Itu semua hanya rekayasa yang kau buat untuk menjatuhkannya." kataku dalam hati.
"Akhirnya kalian datang juga." kata Mama William sambil berjalan memelukku.
"Aku benar-benar merindukan kalian berdua. Apakah hari ini kalian akan tinggal disini?" lanjutnya.
"Tidak, Ma. Aku hanya berkunjung sebentar lalu pulang." jawabku berusaha untuk tersenyum.
"Owhhh..... Sayang sekali kalau begitu. Ayo masuk, aku sudah masakkan makanan kesukaan kalian. Kimchi-jjigae dan galbi-kan?" tanyanya.
"WOW! Mama masih mengingat kesukaanku dan Alex. Tapi Mama tidak masukkan racun-kan kedalamnya?" candaku.
"Tentu saja tidak, Sayang. Bicara apa-sih kamu ini?" ungkap Mama William risih.
"Bercanda, Ma." balasku sambil tersenyum lalu berjalan duduk di ruang makan mereka dan mendudukan Alex disampingku. Alex yang baru saja bangun terkejut melihat Mama William. Dia yang sedikit merasa trauma dengan kejadian sebelumnya yang terjadi dengan dirinya, akhirnya dirinya bersembunyi dibelakangku sambil berbisik, "Ma, aku takut."
"Tenang saja, Alex. Ada Mama disini. Pastinya dia tidak akan berbuat apa-apa denganmu. Percaya sama Mama." tukasku menenangkannya.
"Kenapa Alex seperti itu, Sya?" tanya Diego penasaran.
"Dia memang seperti ini kalau habis bangun tidur. Dia-kan memang tidak suka dengan tempat yang baru." jawabku sambil membenarkan dudukan Alex yang sebelumnya menghadap diriku.
"Iya, kalau begitu. Ayo kita makan. Lagipula aku juga sudah sangat lapar." pinta Diego sambil mulai mengambil sesendok nasi di piringnya.
Kamipun satu demi satu mengisi piring kami dengan nasi. Mulai dari Mamanya William lalu aku mengambil nasi untuk diriku dan Alex. Kami kemudian makan seperti biasa. Tidak ada yang memulai pembicaraan dan kami hanya fokus untuk menikmati hidangan tersaji. Bila dari sini, orang pastinya mengira kita adalah keluarga yang bahagia. Tidk ada satupun tatapan kebencian yang ditunjukkan oleh Mamanya William pada aku dan Alex. Tentu saja semua itu hanyalah scenario belaka. Agar William tidak curiga bahwa Mamanya selama ini menganiaya aku dan Alex.
Lebih tepatnya menganiaya Alex secara fisik dan aku secara mental. Tapi aku rasa sebentar lagi Mamanya William akan menunjukkan warna aslinya. Karena apa? Sebab pastinya dia tidak bisa untuk terus berlakon seperti ini sepanjang malam. Bersikap layaknya seorang ibu yang sangat menyayangi anaknya. Bila Alex saja tidak bisa melupakan kejadian waktu itu, apalagi aku sebagai ibunya. Yang pastinya tidak rela bila anakku diperlakukan tidak adil. Ingin rasanya aku melampiaskan semuanya. Membiarkan semua orang di rumah ini tahu kelakuan busuk Mamanya William. Pada saat aku memandang wajah Alex yang begitu ketakutan saat harus berdekatan dan berbicara pada Mamanya William membuat hatiku terasa dipenuhi api-api yang siap meledak. Namun aku tetap mencoba menahan, sebentar lagi semuanya akan terungkap. Aku hanya perlu bersabar sedikit lagi. "Tahan, Sya. Jangan bersikap gegabah. Kaulah pemegang keberhasilan rencana kita selanjutnya." kataku dalam hati.
Sepanjang kita makan, Iphone-ku seperti tidak berhenti berdering. Begitu banyak SMS yang dikirimkan Diego mengkhawatirkan diriku. Aku yang tak bisa selalu menjawab pesannya akhirnya mau tak mau me-mute smartphone-ku agar tidak menganggu acara malam ini. Aku yang takut Diego akan merusak rencanaku, membuatku memutuskan untuk mengirimkan pesan pada dirinya,
'Diego, aku mohon jangan terus menghubungiku. Kau bisa menghancurkan rencana kita. Percaya padaku. Aku akan menjaga Alex dengan baik. Aku tidak bakal membiarkannya terluka. Aku tahu kau mencemaskan kami berdua, tapi aku tahu Mamanya William tidak akan berbuat macam-macam dengan kita berdua apabila ada William. Tenang saja, okay? I love you dan aku akan segera pulang setelah ini.'
"Siapa, Sya?" tanya William.
"Diego. Dia cemas dengan diriku yang membawa Alex." jawabku santai.
"Apa dirinya tidak percaya dengan dirimu sampai harus menghubungimu setiap menit setiap jam?" tanya Mamanya William.
"Bukan begitu, Ma. Kami sering bertengkar beberapa waktu ini. Pastinya dia takut aku akan membawa pergi Alex dari hidupnya." jawabku berbohong.
"Ohh. Tapi tidak seharusnya dia begitu. Kan bagamanapun kamu..." ucap William yang harus terpotong dengan suara nada dering smarphonenya yang berbunyi.
"Angkatlah, Will. Siapa tahu penting." balas Mamanya.
Sambil mengangguk diapun meraih smartphonenya, lalu berjalan menjauh dari ruang makan untuk mengangkat teleponnya. Aku tahu dia pasti ditelpon oleh orang penting yang tidak boleh kuketahui. Saat pemikiran itu muncul, aku langsung menyusun rencana untuk menguping pembicaraan William dengan meminta izin untuk pergi ke toilet. Namun semua itu harus terhenti saat wajah asli Mamanya William langsung muncul saat anaknya tidak bersama dengan dirinya.
"Setelah pacarmu sudah mau bangkrut, kini kau kembali bergelayut mengantungkan kehidupanmu pada William? Benar-benar wanita tidak tahu malu." ejek Mamanya William.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bound to Ex
Roman d'amour"Ditempat inilah aku menginginkan suatu permulaan hidup yang baru. Tanpa adanya masa lalu yang terus menghantuiku setiap malamnya. Namun sayangnya takdir menghendaki kita untuk kembali bersama. Disaat aku berusaha untuk pergi menghindar, aku malah d...