"Pa, lihat itu! Banyak banget mainannya. Alex boleh kesana lihat-lihat tidak?" tanya Alex sambil menunjuk ke arah toko mainan.
"Boleh, sayang. Kau mau beli-pun Papa izinkan." jawabku sambil tersenyum dan langsung mendapat sambutan hangat dari Alex.
"Thank you, Pa. Papa baik banget sama Alex. Alex sayang Papa." ucapnya antusias sambil loncat-loncat dan mencium pipiku sebelum akhirnya berlari ke arah toko mainan itu.
"Kamu itu, jangan terlalu manjain anak. Dia itu anak laki. Tidak boleh diajarin lembek-lembek begitu. Nanti gimana besarnya mau seperti ayahnya bila dari kecil sudah dimanjain dengan barang mewah." sindir Ulyssa sambil memutar matanya.
"Sesekali, Sya. Mumpung ini baru pertama kalinya aku jalan bareng sama Alex. Aku ingin mewujudkan semua keinginannya yang belum sempat tercapai. Aku janji tidak bakal manjain dia. Nanti yang ada malah semua ajaranmu selama ini pada dia hilang karena aku." candaku.
"Makanya, jadi ayah jangan lembek-lembek. Semua keinginan anak mau saja dituruti. Nanti keterusan gimana?" tanya Ulyssa membuatku terkekeh.
"Ya mau bagaimana, namanya juga anak sendiri. Baru pertama kali jadi ayah. Jadi tidak tahu yang mana yang baik untuk dirinya dan mana yang tidak. Makanya Mama cantik dihadapanku ini, ajarin dong. Kan Papa tidak tahu apa-apa tentang seluk beluk merawat anak." gombalku.
"Gombal terus. Makan-tuh gombalan basimu." ucapnya malas.
"Malas makan gombal, lebih enak makan kamu. Manis, enak, legit lagi." candaku.
"Oh My God, Diego! Bisa tidak jangan ngomong seperti itu di depan umum. Tidak enak didengar orang, okay?" kata Ulyssa malu.
"Tidak usah malu, toh kita memang sudah punya anak. Pastinya mereka tahu-lah kita berbuat apa untuk bisa menghasilkan Alex. Mereka-kan pastinya tidak sebodoh itu sampai berpikir anak itu muncul dari burung yang membawanya ke rumah kita. It's nonsense, okay?" ujarku.
"Tapi ya....." balas Ulyssa.
"Tidak disangka aku bisa bertemu dengan dirimu disini ya, Sya." potong seorang lelaki yang terbilang cukup muda dengan perawakan begitu atletis yang langsung membuatku bertanya-tanya apa hubungan lelaki ini dengan Ulyssa.
Namun setelah aku perhatikan wajahnya, mukanya seperti seseorang yang sangat aku kenal. Seperti orang itu sudah kuketahui sejak lama. Dan memang betul dugaanku, orang itu adalah William Theodore, sainganku sejak SMP dulu sampai sekarang. Yang tiada hari tanpa mengusik kehidupanku.
"Ohh... Hi, William. Kebetulan sekali bertemu dengan dirimu disini." ucap Ulyssa.
"Iya, kamu sama siapa disini?" tanya William basa-basi karena sudah pasti dia sudah melihat dengan dua mata kepalanya bahwa ada aku yang sebesar ini dihadapannya.
"Dia bersama dengan diriku, William. Dengan seseorang yang sebentar lagi akan menjadi suaminya." kataku sambil tersenyum terpaksa.
"WOW, Sya! Aku tidak tahu kalau kau akan menikah Diego. Ini alasannya kenapa kau menolak lamaranku selama 8 tahun? Karena Diego? Orang yang tidak lebih dari seorang pencundang yang selalu menyakiti hatimu. Apa yang kau lihat dari dirinya, Sya?" balas William dengan raut wajah yang bertanya-tanya.
"Sepencundang-pecundangnya aku, aku dengan berani datang kepada Ulyssa untuk memberikanku satu kesempatan lagi, Diego. Sebuah perbuatan yang tidak akan bisa kau lakukan karena dirimu yang selamanya akan terkontrol dibawah kungkungan Mamamu. Kau melamar Ulyssa? Lucu sekali kau, William. Apa Mamamu sudah setuju dengan hal itu?"
"Bukankah dia maunya seorang cewek yang kaya raya agar perusahaanmu bisa terhindar dari kebangkrutan? Tidak usah berani-berani kau dekati Ulyssa, karena kau tidak akan bisa mempertanggungjawabkan semua janji palsu yang kau ucapkan pada kenyataan. Tidak dengan diriku. Aku berhasil membangun semua ini dengan kaki tanganku sendiri. Sehingga tidak ada orang yang bisa melarangku saat aku sudah membuat keputusan. Itulah yang membedakan kau dengan diriku. Sebelum kau ingin bertanding, lebih baik kenali dulu siapa lawanmu." ucapku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bound to Ex
Romance"Ditempat inilah aku menginginkan suatu permulaan hidup yang baru. Tanpa adanya masa lalu yang terus menghantuiku setiap malamnya. Namun sayangnya takdir menghendaki kita untuk kembali bersama. Disaat aku berusaha untuk pergi menghindar, aku malah d...