BAB 45 - A Bait

138 5 0
                                    

Diego's POV

Walaupun ide Ulyssa tidaklah terdengar terlalu buruk, tapi mengapa hatiku merasa tidak tenang saat dirinya ingin berurusan dengan William kembali? Rasa cemburu dalam diriku terasa membara begitu saja saat Ulyssa mengatakan ingin meminta bantuan dari William. Meski maksud Ulyssa baik, tapi aku tetap tak ingin dirinya berdekatan dengan William lagi. Hati ini terasa sulit untuk sekedar melihatnya berbicara dengan lelaki lain.

Aku percaya dengan Ulyssa. Dia tidak akan berpaling dariku hanya demi afeksi yang sementara. Tapi kenapa aku tidak bisa membiarkan dirinya untuk menjalankan misi ini. Apa aku larang saja? Namun apakah aku punya jalan yang lebih baik daripada solusi yang diberikan Ulyssa? Tidak juga-kan.

"Apa yang sedang kau pikirkan, Diego?" tanya Ulyssa sambil memberiku secangkir kopi.

"Hanya urusan pekerjaan saja, Sya." bohongku.

"Kau pikir aku akan percaya dengan ucapanmu ini? Apa kau masih memikirkan tentang ucapanku kemarin?" tanya Ulyssa lagi yang sontak mendapat helaan nafas lalu anggukan dariku karena aku memang tak ingin dirinya berurusan dengan Keluarga William setelah mendengar ceritanya kemarin.

"Do you trust me?" tanya Ulyssa.

"Tentu saja, aku mempercayaimu, Sya. AKu hanya tidak percaya dengan mereka. Bagaimana jika mereka melukaimu?" tanyaku balik.

"Mereka tidak akan berbuat apa-apa jika ada William, Diego. Aku yakin aku bisa melakukan ini. Mungkin aku akan banyak menghabiskan waktuku bersama dengan William, tapi itu tidak berarti aku akan mencampakkanmu, kan? I love you, Diego. Kau harus percaya pada perasaanku itu." jawabnya.

"Kalau begitu maukah kau menikahiku, Sya?" tanyaku terang-terangan yang sontak membuatnya terkejut kaget.

"Aku berjanji akan menikahimu setelah kondisi keuanganku sudah membaik, Sya. Tapi aku ingin sebuah kepastian sebelum kau menjalankan misi ini. Aku ingin kau menjadi istriku, Sya. Keinginan itu sudah lama ingin aku wujudkan, namun tidak pernah kutemukan waktu yang pas. Meski suasananya sekarang tidak terlalu romantic untuk menanyakan hal ini. Namun aku benar-benar ingin menjadikanmu pendampingku, Sya. Apa kau mau?" tanyaku lagi.

"Bisakah aku menjawabnya itu nanti, Diego? Saat semua sudah selesai. Aku rasa lamaranmu ini tidak berasal dari hatimu yang terdalam. Kau hanya takut aku berpaling maka kau mengajukan hal ini pada diriku. Dan aku sama sekali tidak pernah membayangkan lamaranku akan seperti ini. Kau saja belum mempertemukan aku dan Alex dengan mereka. Apalagi untuk bisa mendapatkan restu dari mereka.Aku tidak mau menikah tanpa restu orangtua, okay? Jadi untuk saat sekarang, aku perlu kau percaya dengan diriku bahwa aku akan selalu berada disisimu, Diego. Aku melakukan semua ini hanya karena aku ingin menyelamatkan perusahaanmu." balas Ulyssa berusaha untuk menyakinkanku.

Meski aku tidak terlalu senang dengan jawaban Ulyssa tapi aku juga sedikit mengerti dirinya. Ini sama sekali bukan lamaran yang ideal, okay? Pastinya Ulyssa sudah memikirkan sesuatu yang sangat romantic dan bukan seperti ini. Toh aku juga tidak ditolak sepenuhnya. Aku bisa mencoba lagi nanti. Dengan perencanaan dan suasana yang lebih pas daripada ini.

"Ini." kata Ulyssa sambil memberiku kartu ATM.

"Apa ini, Sya?" tanyaku bingung.

"Ini hasil penjualan apartemenku, Diego. Pakailah terlebih dahulu untuk membayar pegawaimu. Aku tahu belakangan ini kau sedikit kesusahan mencari dana untuk membiayai pengeluaran kita. Aku juga sudah memberhentikan beberapa pelayan kita dan memberikan mereka pesangon yang cukup karena aku tidak ingin bebanmu, Diego. Aku masih bisa membersihkan rumah ini sendiri. Jadi kita bisa meminimalisir semua biaya yang bisa kita perkecil." jawabnya yang sontak membuatku terenyuh.

"Thank you, Sya. Aku tidak tahu dengan apa harus aku balas kebaikanmu ini." ucapku sambil memeluknya.

"Cukup dengan kau setia pada diriku dan menyayangi Alex, Diego. Itu saja yang aku inginkan darimu." balas Ulyssa yang sontak mendapat senyuman dariku.

--------------

"Halo, William." panggil Ulyssa yang sontak membuatku langsung cemburu dengan kedekatan mereka berdua,

"Halo, Sya. Ada masalah apa sampai kau menelponku?" tanya William dalam sambungan telepon.

"Maaf aku sudah lama tidak menghubungimu. Aku hanya benar-benar stress belakangan ini dan aku rasa aku butuh seseorang untuk kuajak bicara. Apa kau sudah mendengar berita tentang kita?" tanya Ulyssa yang kembali menambah rasa cemburu yang ada diriku.

Akupun lalu mendekatkan diriku padanya dan memeluknya sambil merengek untuk dirinya segera mematikan telepon itu. Ulyssa yang sedikit kesal dengan sikapku akhirnya berusaha untuk melepaskan dirinya dan berkata untuk diriku jangan banyak bertingkah dan diam saja.

"Tentu saja. Berita itu tiba-tiba saja viral dimana-mana." balas William.

"Iya, hal itu yang sontak membuat hubunganku dengan Diego beberapa waktu ini semakin merenggang. Dia seperti menyalahkanku karena pernah dekat dengan dirimu. Padahal aku sudah berkali-kali memberitahunya bahwa kita hanyalah sahabat. Tapi memang media-media saat ini sepertinya berusaha untuk membuat seolah-olah kita pasangan kekasih. AKu bingung bagaimana untuk menjelaskan lagi pada Diego, Wil. Aku sepertinya butuh saran darimu, kan mau sebagaimanapun masalah kita kemarin, kita tetap berteman, kan?" ungkapnya.

"Tentu saja, Sya. Kita pastinya tidak perlu memutuskan tali persahabatan hanya karena satu perasaan yang tak terbalas. Aku- berpikirnya mungkin Diego-nya itu terlalu paranoid, Sya. Berita memang seperti itu dan terkadang kita hanya perlu mengabaikannya, karena cepat atau lambat berita itu juga akan hilang sendiri, teredam dengan pemberitaan lainnya."

"Dia hanya perlu bersabar dan bersikap seolah-olah dia tidak bersalah. Toh pada kenyataannya dia memang bukan pebinor. Mungkin kau bisa memberikannya sedikit waktu untuk menenangkan pikirannya, Sya. Dengan begitu setelah pikirannya sudah lebih jernih, kalian bisa memikirkan jalan yang terbaik." sahut William.

"Aku rasa itu ide yang cukup bagus, Wil. Thank you. Aku benar-benar beruntung punya teman sepertimu. Bila saja hati ini memilih dirimu, mungkin semuanya tidak akan jadi seperti ini." tukas Ulyssa yang lantas menambah kemarahan yang membuncah dalam diriku ini. Akupun langsung membungkam mulutnya dengan bibirku.

Merasakan betapa ranumnya dan manisnya bibirnya hingga dirinya tak bisa menjawab pertanyaan William. Meski Ulyssa berulang kali berusaha melepaskan pagutan bibir kita, aku tetap saja memaksa bibirnya untuk melekat pada bibirku. Hingga dirinya harus memukulku dengan cukup keras agar diriku mau melepasnya. Dan dengan raut wajah yang begitu kesal, dia berbisik mengatakan bahwa jika aku terus seperti ini maka dirinya tidak akan tidur. denganku hari ini. Hal itu sontak berhasil mendiamku dengan wajah cemberut. Dirinya-pun lanjut untuk berakting didepan William seolah tidak terjadi apa-apa.

"Jangan berbicara seperti itu, Sya. Sebenarnya jika kau mau, kau bisa melepaskan Diego dan datang kepadaku, Sya. Tanganku masih terbuka lebar pada dirimu." balas William namun tidak mendapat balasan apa-apa dari Ulyssa karena bibirnya yang masih menempel pada bibirku.

"Sya, Sya! Apa kau masih disana?" lanjut William saat tidak mendengar jawaban Ulyssa.  

Bound to ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang