40. MISI
SETELAH melihat siapa dibalik bingkai foto itu. Ara bergegas pergi dari apartemen. Raut wajah cewek itu tidak sesantai biasanya, bahkan ia mengendarai motor dengan kecepatan diatas rata-rata.
"Gak mungkin." kepalanya menggeleng.
Ara tidak memperdulikan umpatan-umpatan dari pengendara lain. Satu tujuannya sekarang.
Toko kue yang pernah ia datangi.
Fikirannya bergulat tentang bingkai foto itu, ia tidak salah lihat siapa di dalam bingkai itu. Ara harus mendapat jawabannya sekarang. Perjalanan dari apartemen menempuh waktu 15 menit dan itu cukup lama. Padahal Ara sudah mengendarai diatas rata-rata.
"Bacot!" Ara mengumpat pada pengendara yang mengomelinya.
Ara harus cepat sampai di toko kue dan mendapatkan jawabannya sekarang juga. "Sial!"
Sekali lagi ia mengumpat karena terjebak macet, giliran sedang genting pasti ada aja masalahnya. Kalo bisa Ara ingin menabrak semua orang yang menghalangi jalannya sekarang.
"WOYY MINGGIR!"
"Masyaallah neng, sabar atuh." sahut bapak-bapak pengendara roda dua.
Ara menatap sinis kearahnya, ia tidak membalas ucapan bapak tadi. Melainkan fokus kearah cowok yang memakai sepeda. Itu temannya saat zaman smp dulu, mungkin ia akan meminta bantuan dia.
"LEON!"
Bahkan Ara tidak memperdulikan bahwa dirinya sekarang menjadi pusat perhatian di tengah-tengah kemacetan. Cowok yang merasa di panggil namanya pun berbalik, ia mengerutkan dahinya. Namun, saat cewek itu membuka kaca helmnya ia tahu siapa di balik—helm full face—itu.
Ara berjalan kearah Leon yang berjarak beberapa langkah, meninggalkan motor miliknya dipinggir jalan. "Ara kan?"
Ara mengangguk, bukannya menatap wajah Leon. Ia malah menatap kearah sepedanya, mungkin sepeda jauh lebih menarik dari pada paras tampan di depannya. "Gue boleh ya pinjem sepeda lo?"
Leon mengerutkan dahinya. "Loh? Bukannya lo udah pakai motor?"
"Udah! Ini genting, gue pinjem sepeda lo. Terus lo pakai motor gue, nanti gue kabarin lo lagi."
Meski tidak mengerti maksud Ara, akhirnya Leon mengalah. Ia memberikan sepedanya kepada Ara dan cewek itu memberikan kunci motornya kepada Leon.
"NANTI GUE TELFON LOO!"
Setelah berteriak Ara langsung melaju lewat jalur khusus sepeda. Dan meninggalkan Leon yang kini harus terjebak macet karena dirinya. Cowok itu tersenyum tipis melihat tingkah laku Ara yang tidak pernah berubah dari masa smp.
"Dasar aneh."
***
Kakinya melangkah masuk saat sudah sampai di depan toko kue, tak lupa memarkirkan sepeda milik Leon dengan benar. Setelahnya Ara bergegas masuk, tatapannya menatap kearah mba-mba yang dulu pernah melayani kue untuknya. Semoga saja mba itu masih mau berbicara dengan dirinya.
Mba baju merah menatap kaget kearahnya, bagai melihat sosok yang menakutkan. Tapi emang benar, jika tahu siapa Ara sebenarnya.
"Mba!" Ara memekik membuat para pelanggan lainnya melihat kearahnya.
Ara tidak peduli ia tetap melangkahkan kaki hingga kini sampai didepan mba baju merah. "Ada apa lagi mba? Mau beli kue 50 ribu lagi?" mba baju merah malah tersenyum geli kearahnya.
Ara mendengus, ia tetap fokus pada tujuan awalnya. "Mba, Ara mau ketemu sama pemilik toko kue ini."
Ara melihat bad nama mba itu. "Mba Vio, Ara mau ketemu sama pemilik toko kue ini. Sekarang orangnya dimana?"

KAMU SEDANG MEMBACA
ARYA [TERBIT]
Novela Juvenil[JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM BACA] [Tersedia di Gramedia] -Tentang siapa 'Dia' yang sebenarnya- Arya Voorzitter Geralldo. Pemimpin dari sebuah geng bernama Straatleider. Pemilik mata tajam dan paras rupawan. Arya itu seperti cuaca, sulit ditebak. Hid...